Waspada Gangguan Kepribadian Ambang, Diawali Rasa Hampa dan Kosong

Geng Sehat pernah mendengar istilah gangguan kepribadian ambang? Mungkin masih asing dengan istilah ini. Padahal, bisa jadi kita pernah berurusan dengan orang yang mengalami gangguan kepribadian ambang ini.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Di populasi umum, diduga ada 2% orang dengan gangguan kepribadian ambang. Belum lama ini, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) meluncurkan sebuah buku berjudul “Mengenal dan Menyikapi Gangguan Kepribadian Ambang”. Peluncuran dan bedah buku dilakukan secara virtual pada Minggu (30/8), melalui aplikasi Zoom.

Buku ini merupakan karya dua staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, yaitu dr. Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K) dan Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ(K). Yuk, berkenalan lebih jauh dengan gangguan kepribadian ambang.

Baca juga: Penyebab Gangguan Identitas Disosiatif atau Kepribadian Ganda

Ciri-ciri Gangguan Kepribadian Ambang

Menurut penulis, pada populasi umum terdapat 2% orang dengan gangguan kepribadian ambang atau sering disebut ODGKA. Sebanyak 10% ditemukan pada pasien rawat jalan dan 20% pada pasien rawat inap.

Sekitar 70% ODGKA menunjukkan perilaku merusak diri sendiri, dan sebanyak 8%-10% meninggal akibat bunuh diri. Gangguan Kepribadian Ambang (GKA) merupakan kondisi yang tidak banyak diketahui atau disadari oleh yang mengalaminya maupun lingkungan terdekatnya.

GKA adalah salah satu bentuk kepribadian yang ditandai dengan tidak stabilnya hubungan sosial (khususnya hubungan interpersonal), citra diri, adanya ketidakmampuan mengendalikan emosi, seringkali bersikap impulsif, dan kerap berperilaku merusak diri sendiri.

Baca Juga :  Pj Ketua TP PKK Kalbar Perkenalkan Kuliner Pencegah Stunting

GKA merupakan kondisi yang akhir-akhir ini sering dijumpai dalam praktik klinis dan juga dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada remaja dan dewasa muda. Dalam praktik klinik psikiatri selama sepuluh tahun terakhir ini, menurut dr. Sylvia, GKA ini cenderung meningkat. Masyarakat atau orang yang memiliki teman, sanak atau saudara yang mengalami kondisi GKA ini harus memahami ciri-ciri GKA.

Hal ini karena kondisi gangguan kepribadian ambang kerap tidak diketahui atau disadari oleh mereka yang mengalami dan lingkungan orang terdekatnya. Orang dengan GKA akan mengalami keadaan yang sangat tidak nyaman karena emosinya yang tidak stabil, mudah berganti dalam hitungan menit, jam, atau hari.

Orang dengan GKA membutuhkan bantuan segera, karena seringkali melakukan tindakan menyakiti dan atau membahayakan diri sendiri (self-harming behavior) untuk mengatasi rasa kosong atau hampa yang dialami. Keadaan ini yang juga membuat orang dengan GKA sering mengunjungi unit-unit gawat darurat rumah-rumah sakit terdekat.

“Dengan mempelajari tanda dan gejala GKA, diharapkan dapat mengantisipasi seandainya ia atau teman atau kerabatnya mengalami kondisi tersebut, agar dapat secara lebih dini mencari pertolongan medis, dengan demikian fungsinya dalam kehidupan sehari-hari dapat pulih kembali,” ujar dr. Sylvia, melalui rilis yang diterima Guesehat.

Baca juga: Ini Gangguan Kepribadian yang Jarang Diketahui

Bisa Dialami Remaja Hingga Dewasa Muda

Lebih lanjut, dr. Nurmiati Amir, menuturkan bahwa penderita gangguan kepribadian ambang banyak ditemukan pada remaja atau dewasa muda yang sedang dalam usia produktif. Mereka butuh dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.

Baca Juga :  Cegah Penyakit Tidak Menular Lewat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, turut memberikan pendapatnya. ““Dampak dari adanya pandemi COVID-19 saat ini tidak hanya mengancam kesehatan fisik, melainkan juga kesehatan mental yang perlu menjadi perhatian khusus. Kita dapat melihat dari meningkatnya pasien-pasien yang datang ke praktik klinis psikiatri,” jelasnya.

Prof. Ari Fahrial menambahkan bahwa sebagian masyarakat umum masih sulit mengakses informasi-informasi kesehatan yang benar dan terpercaya. Dengan banyaknya hoaks yang beredar melalui media sosial, tidak jarang pasien maupun keluarga pasien mengambil keputusan yang salah karena informasi tersebut.

Dengan informasi lewat buku yang ditulis oleh pakarnya, diharapkan dapat menjadi pegangan dan sumber informasi yang mudah dipahami oleh semua golongan agar dapat membantu siapapun yang membacanya.

“Sumber penulisan buku ini dihimpun dari penelusuran pustaka serta sekelumit pengalaman membantu pasien dengan gangguan kepribadian ambang. Tujuan penulisan buku ini yaitu untuk dapat berbagi dengan sesama, bagi penderita maupun keluarga khususnya orang tua serta lingkungan terdekat, agar dapat menjadi pendukung yang berfungsi dengan baik untuk orang dengan GKA,” jelas dr. Nurmiati.

Baca juga: Sudah Tahu Belum Beberapa Jenis Gangguan Mental Ini?

Sumber:

Peluncuruan Buku Mengenal Gangguan Kepribadian Ambang yang diterima Guesehat, Minggu (30/8)

Comment