KalbarOnline.com – Tingginya angka kematian di Indonesia akibat Covid-19 menjadi pertanyaan bagaimana sebetulnya virus Korona menyerang masing-masing orang. Sebab, sejumlah kasus tanpa penyakit penyerta atau komorbid pun bisa mengalami sakit yang parah atau bahkan meninggal dunua. Tak sedikit pula kasus meninggal dunia dialami pasien muda.
Apakah karakter virus Korona yang masuk ke Indonesia berbeda atau lebih ganas? Bagaimana dengan kondisi virus Covid-19 yang beredar di Indonesia selama ini?
Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga Prof. Dr. C. A. Nidom, drh., MS dari Nidom Foundation menjelaskan bagaimana karakter virus itu dalam Publikasi Internasional dengan judul ‘Investigation of the D614G Mutation and Antibody-Dependent Enhancement Sequences in Indonesia SARS-CoV-2 Isolates and Comparasion to South Asian Isolates’ (Sys Rev Pharm 2020:11(8):203-213). Prof Nidom menyebut virus Korona sangat cerdik.
“Cerdiknya Covid-19 bisa dilihat dari karakter dan komponen biologi yang dimiliki,” katanya dalam keterangan tertulis kepada KalbarOnline.com baru-baru ini.
Umumnya virus RNA, terkenal dengan mutasinya, yang disebabkan oleh ketiadaan kemampuan dalam membaca kesalahan saat virus melakukan replikasi (Proof reading). Sehingga adanya mutasi selalu dikaji keterkaitan dengan fungsi biologis virus tersebut atau mutasinya sekadar kontaminasi. Sebaliknya dengan Covid-19 mampu membaca kesalahan tersebut.
Makanya, karena cerdik, membuat obat-obatan yang diberikan pada pasien tak manjur. Sebab virus itu menyerang lebih banyak sel inang di dalam tubuh.
“Penggunaan obat atau antiviral sering tidak efektif pada virus ini, karena terlalu banyak komponen biologi dari sel inang (host) yang digunakan oleh virus ini. Sehingga sasaran spesifik obat terhadap virus menjadi kurang, menjadikan obat yang diberikan punya resiko terhadap inang (side effects),” paparnya.
Secara spesifik, kata dia, Covid-19 punya struktur non-structural protein-14 (nsp-14) yang akan membetulkan mutasi (salah baca replikasi). Sehingga mutasi bukan yang utama dari Covid-19 dalam mempertahankan hidupnya. Selain itu, enzim nsp-14 ini, bisa menyebabkan obat seperti remdesivir atau ribavirin menjadi kurang efektif sebagai antiviral.
“Virus ini bisa mengenali dan membuang antiviral analog terhadap struktur virus berupa adenin, guanin, sitosin dan urasil tersebut, melalui kerja enzim nsp-14 ini, sehingga obat antiviral menjadi tidak efektif,” jelasnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment