KalbarOnline.com–Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) Andre Rahadian menyarankan untuk tetap membuka opsi penundaan pilkada apabila kondisi berpotensi meningkatkan penularan Covid -19. Penyelenggara juga harus melihat kondisi negara secara realistis walaupun tetap optimistis.
”Kita memang harus realistis dan melihat fakta bahwa penularan masih meningkat trennya. Selain itu, kondisi tidak berkumpul dalam proses pilkada ini hal yang sulit dihindarkan,” kata Andre seperti dilansir dari Antara dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba Iluni UI dengan tema Pilkada di Tengah Masa Pandemi: Siapkah Kita Melakukan Pesta Demokrasi?, pada Rabu (23/9).
Andre mengatakan, infrastruktur kesehatan akan kesulitan jika pilkada membuat angka terinfeksi Covid-19 meningkat. Selain itu, infrastruktur digital juga dinilai belum merata terutama di daerah-daerah luar Jawa. Menurut dia, jika pilkada dilaksanakan dengan kerangka kerja seperti sebelum pandemi, akan memungkinkan penularan.
”Jika tidak memungkinkan kita bisa menunda, tidak harus sampai Covid-19 selesai, tapi setidaknya sampai persiapannya lebih siap,” ucap Andre.
Meski begitu, Andre mengajak untuk tetap optimistis dalam melakukan terobosan-terobosan yang belum pernah dilakukan dalam pemilu. Pemimpin daerah juga harus bisa melakukan gas-rem terhadap kondisi kesehatan dan sosial-ekonomi. Dia juga meminta Bawaslu terus mengawasi proses pilkada yang bergulir.
Andre juga mengingatkan agar tidak terjadi perbedaan interpretasi peraturan komisi pemilihan umum (PKPU) dari berbagai pihak. Peraturan pun harus mengacu pada protokol kesehatan. ”Ini memang bukan pekerjaan KPU, Bawaslu, dan KPUD saja, tapi kita semua. Kita sama-sama mengedepankan kemaslahatan kesehatan pemilih,” ujar Andre.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menyebut, pelanggaraan protokol kesehatan pada masa pendaftaran merupakan wake up call. Dari 270 daerah yang mengadakan pilkada, ada 243 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan paslon dengan membawa massa.
”Meski di dalam kantor KPU bisa menegakkan protokol kesehatan, tapi di luar banyak protokol yang dilanggar. Itu jadi wake up call kita semua,” ungkap Fritz.
Fritz mengingatkan peraturan harus ditegakkan tak hanya dari Bawaslu dan kepolisian, tapi juga dari para peserta pemilu. ”Tidak boleh lagi ada lomba-lomba, bazar, dan semacamnya. Parpol pun menerima untuk melanjutkan Pilkada 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan,” ujar Fritz.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI Aditya Perdana mengingatkan, esensi penyelenggaraan pilkada di masa pandemi adalah mengantisipasi kerumunan massa yang terjadi. Kata kuncinya adalah menghilangkan sekaligus semua kerumunan massa seperti yang disarankan Satgas Covid-19 dan epidemiolog.
”Karena sudah kebiasaan pemilu itu dianggap pesta, jadi ya berkerumun,” terang Aditya.
Dia menambahkan, jika terjadi kerumunan, akan ada potensi sekitar 5 juta orang terinfeksi virus korona setelah proses pilkada selesai Desember. Penyelenggara masih punya waktu untuk merevisi berbagai regulasi terkait pelaksanaan pemilu.
”Regulasi tersebut jangan hanya mencontoh dari format sebelumnya saat situasi normal. Penyelenggara harus benar-benar membuat peraturan yang memasukkan protokol kesehatan di setiap tahap pemilihan. Jika masih tidak memuaskan, silakan pertimbangkan apakah para penyelenggara layak dievaluasi atau tidak, karena layak atau tidak bisa ditentukan publik,” tutur Aditya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment