Peneliti Singapura Uji Bahan 9 Jenis Masker untuk Tangkal Covid-19

KalbarOnline.com – Penggunaan masker di Singapura adalah wajib selama pandemi Covid-19. Setiap pelanggar diberikan sanksi berupa denda dan pidana. Sejumlah masyarakat juga memilih masker kain yang bisa digunakan kembali atau masker bedah (medis). Seberapa efektif masker tersebut melawan Covid-19 dan infeksi saluran pernapasan lainnya?

IKLANSUMPAHPEMUDA

The Straits Times memilih sembilan jenis masker bedah dan masker yang dapat digunakan kembali dan melakukan dua pengujian. Dan efektivitasnya ternyata juga tergantung dari bahan masker itu sendiri.

  • Baca juga: Peneliti AS Tegaskan Pakai Masker Tak Akan Turunkan Saturasi Oksigen

Bekerja dengan pakar lab dari perusahaan pengujian dan inspeksi lokal Setsco Services, uji efisiensi filtrasi partikel (PFE) dilakukan untuk mengukur seberapa baik masker mencegah tetesan pernapasan kecil. Batasannya 0,1 mikron atau sepersejuta meter agar droplet tidak keluar. PFE adalah batasan filter atau penangkal virus dan bakteri.

Masker yang baik harus memiliki tingkat PFE minimal 95 persen. Tes kemampuan bernapas juga dilakukan untuk mengukur seberapa nyaman bernapas melalui masker.

  • Baca juga: Kunjungi Tunangan di Singapura, Pria Prancis Ternyata Positif Covid-19

Penulis juga menguji kemampuan bernapas dari 6 masker kain. Sedangkan kemampuan bernapas dari 3 masker bedah dipastikan melalui uji tekanan diferensial.

Baca Juga :  Ambil Hati Negara-Negara ASEAN, Tiongkok Rebut Pengaruh Kekuatan AS

Dari 9 masker yang diuji, masker bedah bekerja dengan baik di kedua tes yang sesuai standar internasional. Sedangkan masker kain mencerminkan pertukaran antara kemampuan bernapas dan efisiensi penyaringan.

Masker bedah memiliki kisaran PFE lebih dari 98 persen, sementara sebagian besar masker kain memiliki kisaran PFE 0 hingga 20 persen. Kecuali masker tiga lapis memiliki PFE 88,51 persen. Ini berarti bahwa sebagian besar masker kain tidak terlalu efisien dalam menyaring partikel 0,1 mikron tetapi dapat menyaring partikel yang berukuran lebih besar.

Dengan memperhatikan hasilnya, Direktur Sekolah Kimia dan Ilmu Hayati di Nanyang Polytechnic, Dr Joel Lee, mengatakan masker kain memang memiliki PFE lebih rendah dibandingkan dengan masker bedah. Tetapi dia mencatat bahwa masker kain tiga lapis memiliki filter tinggi.

Anggota dewan di The Institution of Engineers, Singapura dan dosen senior di Universitas Teknologi dan Desain Singapura dr. Teo Tee Hui, juga mencatat bahwa masker tersebut memiliki PFE yang tinggi karena sebagian besar terbuat dari tenunan nilon halus.

“Sebagian besar masker kain memiliki lapisan ganda, dengan kedua lapisan terbuat dari katun atau hanya lapisan dalam yang terbuat dari kapas dan lapisan luar dari poliester,” tambahnya.

Baca Juga :  Monitoring PTM, Dinkes Pontianak Uji Swab di Lingkungan Sekolah

Poliester adalah bahan yang baik untuk digunakan pada lapisan luar masker, karena tahan air dan dapat mencegah tetesan masuk. Tetapi jika lapisan dalam terbuat dari katun, itu bisa menghambat efisiensi penyaringan masker secara keseluruhan.

Idealnya, masker kain memang harus memiliki tiga lapisan. Dan bahannya bukan dari tenunan. “Dengan begitu, lapisan dalam dan luar dapat dibuat dari bahan berpori untuk sirkulasi udara yang lebih baik, tanpa mengorbankan pada efisiensi filtrasi, seperti masker bedah,” katanya.

Kesimpulannya kedua ahli sepakat bahwa pendekatan yang baik adalah memakai masker bedah di tempat berisiko tinggi dan ramai seperti rumah sakit, dan menggunakan masker kain untuk aktivitas berisiko rendah. Mengenakan masker juga harus dilakukan bersamaan dengan tindakan lain seperti menjaga jarak yang aman, untuk memastikan keselamatan dan kebersihan.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment