KalbarOnline.com – Direktur Eksekutif Perlindungan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengungkapkan kekhawatirannya terkait politik uang di Pilkada Tangsel ini. Apalagi sebagian besar masyarakat atau sekitar 56,8 persen berdasar survey menganggap wajar hal tersebut.
Menurut Titi, terpuruknya ekonomi imbas dari Pandemi ini membuat masyarakat makin mentolerir bahkan permisif terhadap politik uang. “Jadi ini saya melihat seperti ada kontradiksi. Di satu sisi mereka mengharapkan pemimpin yang bersih, tapi disisi lain mereka mentolerir politik uang. Walaupun politik uang di Tangsel itu juga sudah lama, sejak pilkada sebelum-sebelumnya,” jelasnya.
Sinyalemen politik uang yang dianggap wajar oleh masyarakat ini, kata Titi, harus menjadi perhatian serius penyelenggara maupun pengawas agar bagaimana mereka meningkatkan pengawasannya di lapangan. Pembatasan ruang gerak pelaku politik uang juga harus bisa dibaca dan diawasi agar masyarakatnya pun tidak tergoda.
“Ini menjadi alarm yang sangat apa namanya, yang sangat kuat bagi kita terutama bagi para pihak yang punya otoritas untuk mengambil langkah-langkah strategis di dalam menyusun upaya agar memahami dan melakukan upaya pencegahan ataupun penegakan,” imbuhnya.
“Melalui survey ini (survey indikator politik Indonesia), ternyata menemukan angka yang bagi saya peningkatan (politik uang sesuatu yang wajar). Jadi ini ini alarm bahaya yang yang sangat kuat bagi praktik demokrasi lokal di Tangsel gitu ya,” tuturnya.
Meskipun, kata dia, warga punya ekspektasi memiliki pemimpin yang jujur, yang bersih dan bebas dari korupsi. Tetapi melihat respon mereka terhadap politik uang, Titi pun melihat warga Tangsel semakin permisif. Meskipun juga dikatakan ketika mereka menganggap wajar (politik uang), tetapi soal pilihan akan ditentukan di balik bilik suara sebagai tempat rahasia menentukan pemimpin pilihan mereka.
“Tetapi hal itu tidak akan menghambat aktor-aktor atau oknum-oknum yang tergoda untuk melakukan praktik politik uang atau politik transaksional jual beli suara,” sebutnya.
Selain itu, Titi menegaskan jika pelaku atau aktor utama politik uang ini, selain timses para calon, juga melibatkan tokoh berpengaruh di masyarakat, yang membuat masyarakat sungkan untuk menolaknya. Politik uang lazimnya tersebar di lokasi padat penduduk. “Ada rasa sungkan atau rasa enggan untuk tidak menerima atau kemudian tidak apa, mengambil uang gitu ya.
Dikatakan Titi, terkait politik uang ini, pengawas Pilkada sebenarnya sudah tahu praktik-praktik tersebut. Namun pertanyaanya kemudian, sejauh mana efektivitas pengawasan dan antisipasi mereka ini di lapangan? Padahal pola dan modus dari para aktor politik uang tidak jauh berbeda dari pilkada-pilkada sebelumnya.
Titi menilai, politik di pilkada tahun ini akan semakin parah karena kondisi masyarakat yang terimbas pandemi. “Jadi tantangannya adalah bagaimana menemukan formula pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dari pengawas pemilihan,” tutupnya. [ind]
Comment