KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya berhenti pada Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
’’Kami mendorong KPK untuk tidak hanya berhenti di PPK melainkan juga pejabat lain di Kemensos yang berpotensi terlibat didalamnya. Terlebih lagi program bansos di tengah Covid-19 anggarannya besar dan sudah berlangsung lama,’’ kata peneliti ICW, Almas Sjafrina dikonfirmasi, Minggu (6/12).
Almas menduga, praktik suap atau pemberian hadiah di Kemensos tidak hanya kali ini saja. Tapi juga terjadi pada pengadaan lainnya. ’’Perlu ditelusuri juga potensi penerimaan uang dari penyedia/ rekanan-rekan sebelumnya,’’ ujar Almas.
ICW mendorong agar penjatuhan hukuman maksimal dapat dijatuhkan kepada Juliari dan sejumlah pihak yang terseret dalam perkara ini. Kendati memang dalam UU Tipikor Pasal 2 terdapat ketentuan hukuman mati untuk tindak pidana bencana alam nasional atau saat negara dalam keadaan krisis.
’’ICW konsisten pada posisi mendorong penjatuhan hukuman berat. Tujuannya agar muncul efek jera dan daya cegah. Namun kami menilai hukuman mati tidak akan menimbulkan efek jera dan bukan solusi,’’ tegas Almas.
Dalam kasus dugaan suap pengadaan Bansos Covid-19, Juliari diduga menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos); Matheus Joko Santoso (MJS) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos dan seorang berinisial AW. Selain itu sebagai pemberi suap KPK menetapkan, Aardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment