Menkes Lakukan Relaksasi STR untuk Tambah 10 Ribu Nakes Baru

KalbarOnline.com – Munculnya penolakan terhadap program vaksinasi Covid-19 diakui Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sebagai problem komunikasi. Vaksinasi perdana kemarin (13/1) diumumkan sebelum Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan emergency use authorization (EUA). Dampaknya, banyak spekulasi yang bermunculan.

IKLANSUMPAHPEMUDA

”Nanti kami perbaiki. EUA keluar dulu sebelum ada pernyataan,” ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR kemarin.

Pemerintah, kata dia, memang sengaja membeli vaksin sebelum EUA terbit. Sebab, kalau menunggu EUA diberikan otoritas pengawas obat dan makanan, Indonesia akan mendapat vaksin belakangan. ”Bisa dua tahun lagi,” katanya.

Meski begitu, Budi menegaskan bahwa vaksin yang dipilih tidak sembarangan. Setidaknya vaksin Covid-19 harus sudah lolos dalam uji klinis tahap ketiga. Selain itu, tren atau risikonya minim.

Mantan wakil menteri BUMN itu berupaya agar tender vaksin Covid-19 tidak berfokus pada bisnis. Sebagaimana sorotan yang dilontarkan politikus PDIP Ribka Tjiptaning sebelumnya, pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. ”Kami pastikan pengadaan vaksin insya Allah tidak ada pelanggaran,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Budi menyatakan bahwa sudah ada relaksasi mengenai surat tanda registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan. Keputusan relaksasi itu dikeluarkan pada 29 Desember 2020. Dengan begitu, ada 10 ribu lulusan poltekkes yang siap bekerja di rumah sakit. ”Uji kompetensi sedang dibicarakan ke Konsil Kedokteran, dekan fakultas kedokteran, dan sebagainya. Pak Wamen yang memimpin diskusi ini,” terang Budi.

Baca Juga :  Menkes Target Vaksinasi di Pasar Tanah Abang Kelar 5 Hari

Baca juga: Menkes Akui Pendataan Penerima Vaksinasi Covid-19 Belum Ideal

Sementara itu, PDIP menegaskan mendukung program pemberian vaksin Covid-19. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, sejak awal partainya mengusulkan vaksin dapat diberikan secara gratis kepada rakyat. Vaksinasi, kata dia, merupakan bentuk kebijakan yang mengedepankan keselamatan rakyat, bangsa, dan negara sebagai skala prioritas tertinggi.

Menurut Hasto, pernyataan Ribka Tjiptaning, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP yang menolak vaksin, adalah upaya untuk mengingatkan garis kebijakan politik kesehatan yang seharusnya mengedepankan kepentingan dan keselamatan masyarakat. ”Mbak Ribka Tjiptaning menegaskan agar negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat,” kata Hasto kemarin.

Pelayanan terhadap masyarakat, lanjut Hasto, tidak boleh dibeda-bedakan. Misalnya, bagi yang bersedia membayar tinggi, hasil tes PCR bakal cepat keluar. Komersialisasi pelayanan seperti itu yang dikritik Ribka. ”Kritik agar pelayanan publik tidak dikomersialkan adalah bagian dari fungsi DPR di bidang pengawasan,” papar Hasto.

Baca Juga :  Tak Sesuai UU, Kemenkes Pastikan Helena Lim Tak Masuk Kategori Nakes

Dalam rapat kerja dengan Menkes pada Selasa (12/1), menurut Hasto, sikap Fraksi PDIP DPR mendukung kebijakan vaksinasi tersebut. Seluruh kader partai, termasuk anggota DPR dari PDIP, wajib menjalankan seluruh fungsi politik partai berdasar AD/ART, sikap politik, dan program perjuangan partai. Apalagi, PDIP merupakan partai politik pengusung utama pemerintahan saat ini. Jadi, kebijakan pemerintah terkait dengan vaksin juga harus didukung.

Mengenai munculnya pro-kontra di masyarakat, menurut Hasto, komunikasi dan sosialisasi vaksin harus dilakukan secara masif untuk mencegah berbagai bentuk penyesatan informasi. Penjelasan tentang vaksin secara komprehensif sangatlah penting. ”PDI Perjuangan akan membantu melakukan komunikasi dan sosialisasi ke rakyat tentang pentingnya vaksin,” tandas Hasto.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment