Joe Biden-Kamala Harris akan resmi memegang tampuk kepemimpinan Gedung Putih pada 20 Januari. Demokrat pun berhasil menguasai Kongres Amerika Serikat. Meski begitu, tak ada pakar yang optimistis bahwa awal pemerintahan Biden-Harris itu bakal berlayar mulus tanpa badai.
—
BAGI presiden, 100 hari merupakan rapor pertama yang mereka terima. Pemerhati dan publik biasanya mengacu hasil kerja mereka selama 3–4 bulan pertama. Hasil yang dicapai masa itu penting untuk mengantispasi masa depan negara empat tahun ke depan.
”Biasanya, presiden menikmati masa bulan madu selama empat bulan pertama ini. Kebijakan yang diajukan ke Kongres lolos dengan mudah,” ungkap mantan Gubernur Pennsylvania Edward Rendell dalam artikel opini di The Hill.
Namun, situasi kali ini berbeda. Biden tak punya waktu santai. Kebijakan yang sudah dijanjikan pada masa kampanye pemilu AS diprediksi sulit terwujud dalam waktu beberapa bulan saja. Sebab, kekuasaan Demokrat di Kongres terlalu mepet.
Partai keledai itu menguasai mayoritas di Dewan Perwakilan dengan 222 anggota. Hanya selisih 11 dibanding 211 kursi milik Republik. Di Senat, Demokrat tak bisa dibilang mayoritas. Secara de facto, Demokrat memiliki 48 perwakilan di sana. Republik punya 50 senator.
Memang, dua senator independen biasanya berpihak kepada Demokrat. Akibatnya, komposisi menjadi sama kuat, 50:50. Saat Senat macet, Kamala Harris yang menjabat wakil presiden bisa menyumbang suara penentu. Namun, Republik sudah ”menanam” hakim konservatif di berbagai lembaga yudikatif.
”Kita harus ingat bahwa semua keputusan kita bisa digugat di pengadilan. Administrasi Trump sudah mengisi badan-badan tersebut dengan hakim mereka,” ujar anggota Dewan Perwakilan Demokrat Judy Chu menurut Politico.
Jika tak mau rapornya merah, Biden harus cermat memilih undang-undang yang akan diajukan ke Kongres. Salah-salah, perhatian para legislator bakal tersita pada debat kusir regulasi. Artinya, Republik bisa menahan proposal Biden dengan filibuster (taktik menunda pembahasan undang-undang).
Beberapa pakar memberi saran isu mana saja yang bisa dicapai dalam jangka 100 hari. Rendell, misalnya. Ketua Democratic National Conmittee pada 2000 itu mengusulkan agar Biden berfokus pada empat isu. Yang pertama dan diamini hampir seluruh pakar adalah isu Covid-19. Usulan Biden untuk menaikkan bantuan tunai hingga USD 2.000
(Rp 28,1 juta) per jiwa bisa diajukan. UU penanggulangan Covid-19 pasti akan menjadi perhatian Kongres mengingat korban yang terus berjatuhan.
Rendell juga mengusulkan isu kenaikan upah minimum, Bidencare, dan pembangunan infrastruktur. Menurut dia, tiga proposal itu juga menyangkut hajat hidup banyak orang. Republik bakal sulit menyatakan penolakan.
Baca Juga: Palestina Bakal Kembali Gelar Pemilu, Pertama Kali Setelah 15 Tahun
Selain itu, Biden harus mengembalikan posisi AS ke jalurnya. Biden akan disibukkan dengan urusan bergabung lagi dalam Perjanjian Iklim Paris dan ikatan multilateral lainnya.
Janji kampanye seperti kenaikan pajak untuk penduduk dengan pendapatan di atas USD 400 ribu bisa jadi bakal melalui proses yang panjang. Biden juga harus bersiap memperjuangkan beberapa janji progresifnya. ”Biden akan melalui masa yang sangat sulit. Yang paling menyulitkan adalah situasi negara yang sedang terbelah,” ungkap Robert Reich, menteri ketenagakerjaan pada era Bill Clinton, kepada Politico.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment