Abu Vulkanis Semeru Selimuti 19 Desa di Lumajang
KalbarOnline.com − Bencana alam bertubi-tubi melanda negeri ini. Setelah gempa di Sulawesi Barat, banjir di Kalimantan Selatan, dan longsor di Jawa Barat, kemarin giliran Gunung Semeru dan Merapi yang membikin waswas. Erupsi dan awan panas kembali muncul secara mendadak.
Warga yang tinggal di sekitar Gunung Semeru di Lumajang kemarin dilanda kepanikan. Sebab, awan panas dan lava mendadak meluncur turun. Fenomena itu di luar dugaan pos pantau Semeru. Tiba-tiba terlihat api meluncur dari kawah Jonggring Saloko. Lidah lava Semeru menjulur hingga sepanjang 4,5 kilometer. Asap tebal yang bergulung-gulung terlihat membubung. Warga pun buru-buru mengungsi.
Beberapa saat kemudian diketahui bahwa peningkatan aktivitas Semeru itu bukan letusan. ”Guguran awan panas itu akibat gravitasi saja, bukan letusan. Kondisinya sudah aman,” ungkap Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati kepada Jawa Pos Radar Jember kemarin. Meski demikian, dia mengatakan bahwa fenomena itu tidak boleh dianggap enteng. Sebab, erupsi sekunder tersebut berpotensi diikuti munculnya lahar dingin. Karena itu, warga diimbau tidak beraktivitas di radius 1 kilometer dari kawah Semeru. Warga juga diminta menjauh dan tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas. Sebab, hingga kemarin suhunya masih tinggi. ”Perlu diwaspadai potensi luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk Kobokan,” ucap Mukdas Sofian, penyusun laporan pos pantau Semeru.
Baca juga: Banjir dan Longsor di Manado Akibatkan 5 Orang Meninggal Dunia
Selain mengeluarkan lava panas yang mengalir di Sungai Curah Kobokan, aktivitas Semeru kemarin membuat hujan abu vulkanis mengguyur beberapa kecamatan. Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Jember, setidaknya ada 19 desa di 6 kecamatan yang diselimuti abu. Perinciannya, 1 desa di Kecamatan Pronojiwo, 1 desa di Candipuro, 2 Desa di Pasirian, 2 desa di Gucialit, 8 desa di Senduro, serta 5 desa di Kecamatan Pasrujambe.
Kondisi paling parah tampak di Pasrujambe. Terutama di Dusun Tawon Songo dan beberapa dusun lain. Abu setebal 1−2 cm terlihat menutupi genting rumah warga. Abu vulkanis itu juga menyelimuti lahan pertanian dan perkebunan. ”Tebalnya lumayan parah karena turunnya sampai dua jam lebih. Debunya halus, terkena angin langsung bertebaran ke mana-mana,” ucap Sholehuddin, warga setempat. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lumajang Indra Wibowo Leksana mengimbau agar warga di desa-desa yang terdampak menggunakan masker. ”Pakai masker dalam aktivitas apa pun,” katanya
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan belum ada luncuran awan panas susulan dari kawah Semeru. Meski begitu, Kasubid Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani mengungkapkan, tetap ada potensi guguran awan panas. ”Kami pantau terus secara intensif dari pos pengamatan Gunung Semeru di Gunung Sawur–Candipuro,” jelas Nia kemarin (17/1).
Baca juga: Semeru Muntahkan Awan Panas, Status Gunung Waspada
Hingga kemarin, mayoritas guguran berpotensi mengarah ke Besuk Kobokan. PVMBG menyatakan status Gunung Semeru masih berada dalam level II atau waspada. Penetapan status tersebut didasarkan pada hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahaya.
PVMBG juga memastikan bahwa potensi ancaman bahaya erupsi Gunung Semeru adalah lontaran batuan pijar di sekitar puncak. Material lontaran yang berukuran abu dapat tersebar lebih jauh, bergantung arah dan kecepatan angin.
Potensi ancaman bahaya lainnya berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah/ujung lidah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Bila hujan turun, dapat terjadi lahar dingin di sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak.
Aktivitas vulkanis yang mengkhawatirkan juga terjadi di Gunung Merapi. Berdasar data dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Gunung Merapi mengeluarkan lava pijar 36 kali dengan jarak luncur maksimum 1,5 kilometer ke barat daya. Data luncuran tersebut didapatkan berdasar pemantauan kemarin (17/1) pukul 00.00 hingga 06.00.
Selama periode pengamatan itu, Merapi juga mengalami 43 kali gempa guguran. Pada pengamatan kemarin mulai pukul 12 siang hingga 6 sore, tidak ada lava pijar yang teramati keluar dari puncak Merapi. BPPTKG menyatakan, ancaman dan potensi daerah bahaya mengalami perubahan, yakni di sepanjang alur sungai di sisi barat daya.
Baca juga: Kantor Gubernur Sulbar Ambruk, Evakuasi Korban Gempa Mamuju Pakai Heli
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan, perubahan potensi ancaman maupun daerah bahaya itu membuat pihaknya memperbarui rekomendasi bahaya Merapi. Di sisi lain, perubahan tersebut mengindikasikan masyarakat yang berada di luar potensi ancaman maupun daerah bahaya diperbolehkan pulang. Meski demikian, Agus meminta masyarakat di luar wilayah bahaya tidak lalai. Sebab, kondisi Merapi masih bisa berubah sewaktu-waktu. ”Masyarakat harus menyesuaikan diri dengan perkembangan aktivitas vulkanis Gunung Merapi,” katanya seperti dilansir Jawa Pos Radar Jogja.
Agus menjelaskan, bila terjadi letusan, lontaran material vulkanis dapat menjangkau hingga radius 3 kilometer dari puncak. Potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIJ Biwara Yuswantana mengatakan, hingga kemarin belum ada kebijakan baru dari BPBD DIJ. Khususnya untuk memulangkan warga yang mengungsi di sekitar Gunung Merapi. Pihaknya akan memantau terlebih dahulu perkembangan aktivitas Merapi dalam empat hari ke depan. ”Ada 328 pengungsi, masih diminta untuk tetap bertahan di barak pengungsian Glagaharjo,” jelasnya.
Sementara itu, Jawa Pos Radar Solo melaporkan, 241 warga masih bertahan di Tempat Penampungan Pengungsi Sementara (TPPS) Desa Tlogolele, Kecamatan Selo. Warga rela meninggalkan tempat tinggalnya agar aman bila sewaktu-waktu erupsi Merapi mengarah ke wilayah mereka.
Longsor di Sumedang, Banjir di Manado
Banjir dan tanah longsor kembali terjadi. Kali ini di Kota Manado. Lima orang dilaporkan meninggal. Tinggi muka air di beberapa tempat bahkan mencapai 3 meter.
Hujan dengan intensitas tinggi dilaporkan terjadi sejak Sabtu (16/1) pukul 15.09 Wita. Air menggenangi sejumlah kecamatan. Beberapa tempat dengan struktur tanah yang labil mengalami longsor. Hingga berita ini ditulis, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat mencatat ada lima orang yang meninggal. Satu orang lainnya masih dalam pencarian. Bencana tersebut juga mengakibatkan 500 jiwa mengungsi.
Menurut Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB, 2 rumah rusak berat dan 10 lainnya rusak sedang. BPBD Provinsi Sulawesi Utara dan Kota Manado melakukan kaji cepat dan evakuasi bersama tim SAR, TNI/Polri, masyarakat, dan relawan. ”BPBD Kota Manado memantau banjir saat ini (Minggu, 17/1) berangsur surut,” kata Kapusdatinkom BNPB Raditya Jati kemarin.
Hingga pukul 12.53 WIB kemarin, BNPB mencatat 29 korban jiwa akibat banjir dan tanah longsor di Cimanggung, Sumedang, Jawa Barat, pada 9 Januari lalu. Sementara itu, sebelas orang lainnya masih berada dalam pencarian. Tim SAR gabungan kembali menemukan 1 korban meninggal dan 1 orang yang dinyatakan hilang akibat longsor. ”Adapun korban luka ringan 22 orang dan luka berat 3 orang,” terang Raditya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment