KalbarOnline.com – Tekanan dari berbagai pihak belum membuat junta militer Myanmar menyerah. Mereka justru menangkap lebih banyak pendukung dan orang kepercayaan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi. Pada Rabu malam (10/2), ada empat orang lagi yang ditahan.
Asosiasi Pendampingan Tahanan Politik (AAPP) mengungkapkan, salah seorang yang ditawan adalah Kyaw Tint Swe. Dia menjabat menteri yang membawahkan kantor penasihat negara pada masa jabatan Suu Kyi. Kepala Menteri Negara Bagian Rakhine Nyi Pu ikut ditangkap pada hari yang sama.
Tindakan junta militer itu hanya berselang beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memblokir akses militer terhadap dana pemerintah Myanmar di AS. Nilainya mencapai USD 1 miliar atau setara dengan Rp 13,97 triliun.
Baca juga: Kudeta Militer, Marak Aksi Demo, Investor Mulai Hengkang dari Myanmar
Biden menekankan, pemerintah AS tidak akan mengekang bantuan yang ditujukan kepada penduduk sipil dan lembaga kemanusiaan di Myanmar. Selain itu, dia menandatangani perintah eksekutif untuk menjatuhkan sanksi kepada para tokoh kudeta Myanmar. Fokus mereka adalah pemimpin militer, keluarganya, dan bisnis yang berkaitan dengan mereka. Pekan ini AS mengidentifikasi siapa saja orang ataupun lembaga yang terkena sanksi putaran pertama.
’’Militer harus melepaskan kekuasaannya (atas Myanmar, Red),’’ tegas Biden seperti dikutip Agence France-Presse. Dia juga meminta Suu Kyi dan politisi lainnya segera dibebaskan.
Kepala Kebijakan Asing Uni Eropa (UE) Josep Borrell juga menyatakan bisa menjatuhkan sanksi baru ke militer Myanmar. Saat ini mereka masih meninjau bakal mengambil keputusan tersebut atau tidak. Belum diketahui apakah mereka akan mengikuti langkah AS.
Sementara itu, Kamis (11/2) penduduk melakukan aksi turun ke jalan. Yangon dan Naypyidaw masih menjadi pusat berkumpulnya massa. Mereka memastikan aksi turun ke jalan itu bakal diadakan hingga Suu Kyi dan semua politikus NLD dibebaskan. Saat ini ada lebih dari 200 orang yang ditawan junta militer.
Puluhan ribu orang memadati jalanan. Puluhan warga etnis minoritas Karen dan Kachin juga ikut bergabung di Yangon. ’’Kelompok bersenjata etnis kami dan warga kami bergabung untuk memerangi kediktatoran militer,’’ ujar Saw Z Net dari etnis Karen.
Kembali ke era kekuasaan militer sama saja dengan kembali terkungkung. Myanmar menjadi salah satu negara paling terisolasi di era kepemimpinan junta militer pada 1962–2011. Negara tersebut mulai membuka diri ketika pemerintahan semisipil mulai berdiri.
Banyak pihak yang khawatir sekaligus penasaran sampai seberapa jauh junta militer bisa menahan kesabaran. Ketika awal aksi massa, militer lebih banyak diam. Namun, kini mereka sudah menggunakan water cannon, peluru karet, dan peluru asli untuk membubarkan massa. Korban luka mulai berjatuhan.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment