KalbarOnline, Pontianak – Oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) di Bodok Kota Singkawang berinisial RB diadukan untuk menerima hukum adat Capa Mulot.
RB diadukan ke Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Pontianak untuk membayar hukum adat Capa Mulot karena diduga mencemarkan nama baik Bruder Stephanus Paiman OFM Cap.
Namun DAD Kota Pontianak menolak pengaduan Bruder Stephanus Paiman OFM Cap untuk melaksanakan hukum adat Capa Mulot atas RB.
Lantaran RB sebagai teradu menolak masalahnya dengan Bruder Stephanus Paiman OFM Cap ini diselesaikan secara adat.
Penolakan penyelesaian secara adat ini dilakukan RB karena ia tidak merasa melakukan hal yang dituduhkan dalam laporan Bruder Stephanus Paiman OFM Cap.
Selain penolakan RB tersebut, DAD Kota Pontianak juga memiliki pertimbangan lain sehingga tidak bisa menggelar hukum adat Capa Mulot seperti yang diinginkan Bruder Stephanus Paiman OFM Cap.
Pertimbangan lain itu bisa dilihat dari surat DAD Kota Pontianak tertanggal 2 Februari 2022 terkait penolakan pengaduan Bruder Stephanus Paiman OFM Cap untuk hukum adat Capa Mulot.
Disebutkan bahwa orang yang menyebarkan isi percakapan WhatsApp Group (WAG) MANTAP itu belum diketahui.
Percakapan WAG Mantap itu diduga berisi tuduhan RB yang menyebut Bruder Stephanus Paiman OFM Cap sebagai otak di balik hebohnya kasus perselingkuhan oknum Pastor EG.
Seperti diketahui, kasus perselingkuhan oknum Pastor EG dengan EGA, istri VN warga Ngabang, Kabupaten Landak diketahui terjadi pada 2019.
Kasus perselingkuhan oknum Pastor ED dengan istri orang itu menjadi perbincangan di WAG MANTAP.
Di dalam WAG MANTAP itu RB menuding Bruder Stephanus Paiman OFM Cap sebagai orang yang mengompori agar kasus perselingkuhan Pastor EG itu diungkap.
Bahkan dalam WAG MANTAP itu RB menyebut Bruder Stephanus Paiman OFM Cap sebagai duri dalam persaudaraan.
Ketikan mengadukan RB ke DAD Kota Pontianak, Bruder Stephanus Paiman OFM Cap menyertakan tangkapan layar percakapan WAG MANTAP tersebut.
Bruder Stephanus Paiman OFM Cap yang diketahui sebagai Ketua Relawan Kemanusiaan Pontianak sebenarnya sudah memaafkan perbuatan RB tersebut.
“Tapi proses hukum harus tetap berlanjut. Saya juga sudah minta pengurus adat untuk melakukan hukum adat Capa Molot kepada yang bersangkutan. Laporan sudah saya kirim,” kata Bruder Steph, Minggu 6 Februari 2022.
Tetapi laporannya itu dikembalikan. Artinya, tidak ada jalan kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara adat.
“Pada intinya, orang yang saya laporkan (RB) tidak bersedia membayar adat, kecuali orang yang menyampaikan info ke saya, saya buka,” ujar Bruder Steph.
Namun Bruder Steph bersikeras tidak akan mengungkapkan identitas orang yang menyampaikan informasi terkait percakapan RB di WAG MANTAP tersebut.
Menurutnya orang yang menginformasi kebenaran sepert itu harus dilindungi dan bahkan diberi penghargaan (reward).
“Contoh, orang yang memberi info pada polisi tentang Narkoba, sangat-sangat dilindungi polisi dan bahkan diberi hadiah oleh pimpinannya,” kata Bruder Steph.
Hal itu pula yang dilakukan Bruder Steph terhadap orang yang menginformasikan tentang kebenaran kepadanya.
Bruder Steph sangat menyayangkan, RB yang sudah meminta maaf kepadanya, malah berkelit di hadapan Tim Penyelesaian Laporan (Pengurus DAD Kota Pontianak).
RB malah memilih untuk membuat hukum adat perdamaian dengan Bruder Steph, bukan Capa Mulot. Itupun biaya adatnya ditanggung mereka berdua.
“Bagi saya, bayar adat atau tidak, semua terserah DAD Pontianak, yang jelas saya sudah melaporkan secara adat,” kata Bruder Steph.
Ia juga mengaku akan mempolisikan RB atas kasus pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
“Ditambah penyebaran berita hoaks sesuai dengan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), karena sudah merusak nama baik saya,” jelas Bruder Steph.
Penolakan RB untuk hukum adat Capa Mulot ini, kata Bruder Steph, jangan sampai dicontoh Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin buang anak.
Apa yang dilakukan RB ini, tambah dia, seolah boleh saja menolak pelaksanaan hukum adat atau tidak menghargai adat. Padahal tidak demikian adanya.
“Semoga saja Edy Mulyadi tidak ikut-ikutan menolak sanksi adat untuknya, mengingat ada contoh dari oknum ASN di Singkawag yang menolak dihukum adat,” harap Bruder Steph.(*)
Comment