KalbarOnline, Pontianak – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Barat, Harisson menyoroti praktik monopoli yang dilakukan oleh oknum pihak perhimpunan dokter spesialis terhadap surat rekomendasi bagi masuknya dokter-dokter spesialis atau subspesialis untuk bekerja pada rumah-rumah sakit di Kalbar.
Ia menyebut adanya retensi (penahanan) dari organisasi perhimpunan dokter spesialis yang mempersulit dokter spesialis atau subspesialis masuk ke Kalbar dengan alasan bahwa Kalbar sudah penuh dengan jenis tenaga tersebut.
Hal itu diungkapkan Harisson saat melakukan pembicaraan kerjasama untuk mengatasi kekurangan tenaga subspesialis ginekolog-onkologi dengan Kepala SMF Ginekolog-Onkologi FKUI/ RSCM di Jakarta, Senin (16/01/2023).
Hadir mendampingi Harisson kala itu, Kadinkes Provinsi Kalbar dan Wadir Pelayanan RSUD dr. Soedarso.
Dari pembicaraan tersebut, terungkap bahwa dokter spesialis urologi di Kalbar jumlahnya paling sedikit hanya 1 orang, kalah dengan jumlah tenaga dokter urolog yang ada di provinsi lain di Pulau Kalimantan.
“Terakhir memang ada tambahan 2 dokter urologi di RS Anton Soedjarwo Pontianak,” kata Harisson.
Alhasil, dampak dari kekurangan tenaga dokter-dokter tersebut membuat pelayanan rumah sakit tidak berjalan maksimal. Ia menyebutkan, bahwa saat ini masih banyak pasien untuk kasus-kasus tertentu yang harus mengantre berbulan-bulan untuk dilakukan tindakan operasi di RSUD Soedarso Pontianak.
Hal itu salah satunya dikarenakan RSUD Soedarso sendiri sampai saat ini masih kekurangan beberapa jenis tenaga dokter spesialis dan subspesialis khususnya untuk menangani kasus-kasus penyakit tertentu.
“Waktu tunggu pasien yang mengantre untuk dilakukan tindakan operasi pada kasus-kasus tertentu sekitar 3 – 4 bulan, karena Soedarso masih kekurangan dokter subspesialis,” bebernya.
Untuk kasus-kasus urologi (bedah saluran kemih) misalnya, Harisson mencontohkan bahwa pasien masih harus mengantri 3 sampai 4 bulan. Begitu juga untuk pasien-pasien ginekolog-onkologi (kasus kanker yang menyerang wanita seperti kanker ovarium, kanker leher rahim dan lainnya).
“Untuk pasien kanker, karena terlalu lama mengantre, pas tiba gilirannya untuk dioperasi–sebagian pasien sudah masuk pada stadium lanjut atau bahkan sudah meninggal,” ungkapnya miris.
Kembali soal surat rekomendasi, Harisson yang juga selaku Ketua Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Soedarso itu menjelaskan, kalau surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh organisasi perhimpunan dokter spesialis tersebut memang wajib dan dibutuhkan, sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin melaksanakan praktik kedokteran di wilayah Kalbar.
“Misalnya untuk spesialis bedah, harus ada rekomendasi dari IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia) Wilayah Kalbar, atau PAPDI (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia) Wilayah Kalbar, tergantung kelompok spesialis atau subspesialis-nya,” jelasnya.
Namun demikian, jika surat rekomendasi tersebut terlalu sulit dikeluarkan dan didapatkan, maka Kalbar akan selamanya kekurangan tenaga spesialis dan subspesialis.
“Cobalah ketua-ketua organisasi perhimpunan dokter spesialis ini untuk berpikir lebih mementingkan pelayanan kepada masyarakat, dibandingkan dengan ego atau kepentingan pribadi,” jelas Harisson.
Ia menyatakan, seharusnya organisasi-organisasi dokter tersebut membuka peluang dan memberikan rekomendasi seluas-luasnya kepada dokter spesialis maupun subspesialis yang ingin masuk ke Kalbar. Terutama yang ingin masuk ke RSUD dr. Soedarso, agar kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dapat terpenuhi dengan baik.
“Pak Gubernur sudah membangun gedung-gedung pelayanan RSUD Soedarso yang megah dan sangat baik, tinggal sekarang bagaimana kita menyiapkan tenaga ahli yang cukup,” kata dia.
Ia menduga, bahwa rekomendasi dari organisasi ini terkesan dipersulit, karena ada oknum-oknum pengurus yang khawatir akan kalah saing dengan dokter-dokter baru yang akan masuk ke Kalbar.
“Mereka ini selalu memberikan alasan bahwa dokter spesialis atau subspesialis sudah cukup di Pontianak, sehingga menolak merekomendasikan dokter-dokter baru yang akan masuk ke Kalbar,” katanya.
“Sementara di sisi lain, penduduk kita kan bertambah, jumlah rumah sakit bertambah, begitu juga dengan kelas rumah sakit juga meningkat,” sambung Harisson.
Terlebih kata dia, saat ini RSUD dr. Soedarso telah menjadi RS tipe A, yang merupakan rujukan nasional. “Kalau dokter spesialis atau subspesialis-nya kurang, jangankan menjadi rujukan nasional, melayani masyarakat Kalbar pun akan kesusahan,” jelasnya.
Ia pun kembali menegaskan, sulitnya rekomendasi bagi dokter masuk ke Kalbar ini merupakan salah satu penyebab kelangkaan dokter spesialis atau subspesialis di Kalbar.
“Masih ada penyebab lain. Diantaranya memang produksi dokter spesialis dan subspesialis yang masih rendah secara nasional dibandingkan dengan kebutuhan. Misalnya dokter subspesialis ginekolog-onkologi di RS Soedarso juga hanya 1 orang, sehingga pasien harus mengantre 3 – 4 bulan untuk tindakan operasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Hary Agung Tjahyadi yang juga merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD dr. Soedarso tidak menampik, bahwa masih terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki dari sisi pelayanan, termasuk di RSUD dr. Soedarso sendiri.
Namun begitu, pihak RSUD dr. Soedarso akan terus berupaya mencari solusi terbaik dalam rangka meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat kedepannya. Untuk itu lah, dalam mengurai masalah yang ada, manajemen RS akan dibantu oleh Dewan Pengawas RSUD dr. Soedarso.
“Beberapa masalah yang teridentifikasi yang dirasakan masyarakat adalah rentang waktu tunggu. Di mana lamanya waktu tunggu operasi pada beberapa kasus tertentu,” akunya.
Contoh kasus itu diungkapkannya, seperti pada pelayanan atau penanganan pasien-pasien urologi dan ginekolog-onkologi. Kemudian waktu tunggu pasien yang masuk IGD untuk mendapatkan kamar, waktu tunggu pelayanan rawat jalan dan seterusnya.
“Ini yang sedang kami upayakan satu persatu untuk mencari solusinya, sehingga ada perbaikan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSUD Soedarso,” katanya.
Hary pun membenarkan, permasalahan layanan yang kerap terjadi tersebut lantaran–salah satunya–soal ketersediaan tenaga kesehatan khususnya tenaga spesialis termasuk pada bidang tertentu yang kurang memadai.
“Karena dengan menambah jumlah tempat tidur, kita harus imbangi dengan rasio tenaga perawat yang rasional atau mencukupi untuk melayani pasien tersebut,” katanya.
Sejauh ini, lanjut Hary, pihak RSUD dr. Soedarso akan terus berupaya mencari dan menambah jumlah tenaga dokter spesialis dan subspesialis, dengan melakukan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi.
“Tahun ini kami juga menambah tenaga perawat, mudah-mudahan bisa dilakukan setelah kami mendapatkan legalitas dasar hukum. Maka penyesuaian rasio antara pasien dan perawat harus seimbang dan RS Soedarso dapat menambah TT dan flow pasien lebih cepat dalam pelayanan rawat inap khususnya,” katanya. (Jau)
Comment