KalbarOnline, Pontianak – Viralnya kabar tentang 10 warga Kota Singkawang Provinsi Kalbar yang disiksa di negara Myanmar setelah dipekerjakan di sana menjadi bukti tambahan tentang adanya dugaan keberadaan sindikat mafia perdagangan orang (human trafficking) berkedok jasa penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Modusnya, para warga ini dipekerjakan ke berbagai negara oleh sindikat mafia itu tanpa prosedur hukum (non prosedural) yang jelas, dengan diiming-imingi akan dijadikan sebagai PMI–layaknya seperti karyawan yang akan mendapatkan upah layak atau gaji. Namun kenyataannya, mereka diduga malah dipekerjakan diluar batas manusiawi dan bahkan disiksa, disetrum dan sebagainya.
Parahnya lagi, dugaan keberadaan sindikat mafia ini terindikasi turut didukung oleh oknum aparatur negara dalam melancarkan kejahatan human trafficking-nya. Dengan kata lain, antara aparat dan penjahat itu berkolaborasi, berbagi untung, sesuai dengan perannya masing-masing.
Sejumlah temuan di atas pun sebelumnya juga telah disampaikan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (B2MI) RI, Benny Rhamdani pasca pertemuannya dengan Gubernur Kalbar, Sutarmidji belum lama ini.
Benny membenarkan, bahwa para mafia-mafia tersebut kini juga “bergerilya” dan membidik warga-warga di Pulau Kalimantan untuk dikirim ke luar negeri. Benny menilai warga di Kalimantan menjadi sasaran yang cukup empuk bagi para sindikat ini lantaran melihat potensi wilayahnya yang berbatasan langsung dengan negara luar dan seterusnya.
Kembali soal 10 warga Kota Singkawang, Kepala BP2MI Provinsi Kalbar, Fadzar Allimin menduga bahwa mereka masuk ke Myanmar menggunakan jalur-jalur non prosedural. Hal ini lantaran Myanmar sendiri tidak masuk dalam daftar negara yang direkomendasikan untuk penempatan PMI.
“Ada tiga negara yang bukan rekomendasi untuk penempatan PMI, yakni Kamboja, Myanmar dan Laos,” ujar Fadzar.
Sejalan dengan Benny, menurut Fadzar, kalau 10 orang ini telah “terjebak” oleh “permainan” sindikat mafia perdagangan orang yang beroperasi di Kalbar.
“Rata-rata para korban yang dikirim ke tiga negara (Kamboja, Myanmar dan Laos, red) tersebut dipekerjakan sebagai operator judi online dan scamming (untuk penipuan, red),” terang Fadzar.
Fadzar juga membenarkan terkait pekerja migran non prosedural yang rawan mengalami penyiksaan, terlebih di tiga negara yang bukan menjadi rekomendasi penempatan bagi PMI tersebut.
“Untuk kasus ini, kami masih mendalami informasi tersebut, kamu juga bekerja sama dengan stakeholder terkait, termasuk pemda (Singkawang) setempat. Selain itu kami juga akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait penanganan 10 warga Kota Singkawang itu,” terangnya.
Atas kejadian ini, Fadzar pun mengimbau agar warga Kalbar untuk tidak mudah percaya dengan tawaran-tawaran bekerja ke luar negeri dengan upah selangit. Para sindikat ini kerap beroperasi di sosmed-sosmed, seperti Facebook, Instagram dan lainnya.
“Modus para sindikat ini untuk mendapatkan korban kemudian dikirim ke luar negeri dengan cara menawarkan pekerjaan melalui medsos, Facebook, Instagram hingga di Telegram,” katanya.
Kembali, Fadzar mengaku kalau pihaknya tidak melarang para warga yang ingin bekerja dan mencari nafkah di luar negeri, hanya saja tetap menggunakan jalur resmi PMI yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
“Masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri harus mengikuti secara prosedural, karena jika non prosedural, maka tidak terdata dan potensi resiko yang dihadapi begitu besar ketika bekerja di luar negeri,” pungkasnya. (Jau)
Comment