FKRI Minta Pemerintah Fasilitasi Petani Sawit Mandiri di Ketapang Agar Sejahtera

KalbarOnline, Ketapang – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada tahun 2021 lalu telah mencatat adanya 3.372.615 hektare (ha) lahan kelapa sawit yang “terlanjur” berada di kawasan hutan Indonesia.

Kala itu, Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono pun menyebut, kalau hal itu merupakan imbas dari kronologi panjang yang terjadi selama ini.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Ia merinci 1.497.421 ha diantaranya merupakan hutan produksi terbatas (HPT), lalu 1.127.428 ha lainnya adalah Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan diikuti hutan produksi tetap (HP) seluas 501.572 ha. Kemudian, sawit juga tumbuh di 155.119 ha hutan lindung dan 91.074 ba hutan konservasi Indonesia.

“Inilah bapak/ibu, keterlanjuran sawit di dalam kawasan hutan, angka 3.372.615 ha ini sudah melalui kronologis panjang,” katanya pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (17/03/2023) seperti dilansir dari CNN.

Sudah kepalang terjadi, ia menyebut yang dapat dilakukan pemerintah adalah memberikan kepastian hukum akan kelanjutan status kawasan hutan yang telah dikonversi.

Dia mengklaim, kepastian hukum tersebut tertuang dalam peraturan turunan PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Dalam Pasal 110A beleid turunan UU Cipta Kerja itu, disebutkan pengusaha kelapa sawit yang memiliki izin lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan yang sesuai rencana tata ruang namun belum memiliki perizinan di bidang kehutanan sebelum UU Cipta Kerja berlaku tidak dikenai sanksi pidana.

Baca Juga :  Demokrat Ketapang Gelar Buka Puasa Bersama Pengurus DPC dan Bacaleg

Pengusaha diberi kesempatan untuk menyelesaikan pengurusan perizinan di bidang kehutanan dengan membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

Sementara itu, Ketua FKRI Ketapang, Doni Jeli Ratyas mengatakan, kalau peristiwa terlanjur tumbuhnya tanaman sawit milik masyarakat di areal kawasan hutan mungkin saja juga terjadi di daerah Kabupaten Ketapang. Ia meminta agar pemerintah dapat memfasilitasi kepentingan masyarakat ini untuk legalitasnya.

“Terkait kebun sawit masyarakat yang berada di wilayah hutan lindung, masyarakat sudah tidak perlu khawatir sebab di Undang-Undang Cipta Kerja sudah menjawab kegelisahan para petani sawit,” ucapnya, Senin (10/07/2023).

Menurutnya, salah satu indikator yang sangat mungkin dipakai untuk mengidentifikasi bahwa areal kebun sudah terlebih dahulu ditanami sebelum terbitnya UU Cipta Kerja adalah Surat Tanda Daftar Budidaya (STSB) yang diterbitkan oleh dinas perkebunan setempat.

“UU Cipta Kerja memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi petani di dalam kawasan hutan. Itu sebabnya, petani ingin memperoleh status legal atas kebunnya yang masuk kawasan hutan,” ucapnya.

Sementara itu bagi pekebun sawit yang tidak punya perizinan dan kebunnya telah terbangun sebelum UU Cipta Kerja terbit (sebelum November 2020), maka setelah membayar denda administratif, terhadap kebun yang ada di kawasan Hutan Produksi akan diterbitkan persetujuan penggunaan kawasan hutan selama 25 tahun sejak masa tanam.

Baca Juga :  Pemkab Harap PKBM Bantu Pemerintah Tingkatkan IPM Ketapang

Disampaikan Doni, bagaimanapun petani ingin berkebun dengan tenang dan nyaman. Tetapi tanpa status, maka petani rawan dikriminalisasi karena lahannya diklaim masuk kawasan hutan. Oekh sebab itu, pihaknya meminta agar pemerintah dapat membantu petani rakyat kecil ini untuk tetap terus melanjutkan hidupnya.

“Petani sawit mandiri kita ini mengelola kebunnya secara otodidak dan seadanya, untuk persoalan ini saja sudah banyak kendalanya. Jadi pemerintah harus membantu petani, rakyat kecil ini, agar kebunya sesuai aturan,” harapnya.

Terkait adanya oknum LSM yang mempersoalkan dan melaporkan kebun masyarakat yang dituding berada di kawasan hutan, Doni menyebut agar masyarakat tidak perlu khawatir mengingat rekam jejak oknum tersebut.

“Harusnya memberikan solusi agar masyarakat punya kepastian hukum dalam berusaha, bukan sebaliknya malah mengancam ingin melaporkan. Intinya kita harus mendukung masyarakat agar bisa sejahtera,” tandasnya. (Irfan/LC)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment