Sutarmidji Seribu Persen Setuju dengan Luhut Soal Penertiban Perusahaan Sawit Tak Ber-HGU

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji menegaskan bahwa dirinya sangat setuju dengan langkah yang diambil oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI, Luhut Binsar Pandjaitan yang bakal menertibkan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit.

Langkah penertiban tersebut menurutnya sangat lah tepat dan penting, mengingat banyak perusahan sawit di Provinsi Kalbar juga yang tak ber-HGU. Bahkan Jika dipersentase, Sutarmidji bahkan memiliki tingkat kesetujuan hingga seribu persen soal langkah Luhut itu.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Pak Luhut mau tertibkan betul itu Pak Luhut tertibkan saja, saya seribu persen setuju dengan Pak Luhut, tertibkan saja,” tegas Sutarmidji.

Karena berdasarkan fakta dan data yang ada selama ini, bahwa angka luasan yang dikuasai perusahaan-perusahaan tak ber-HGU itu pun tak main-main, di mana dari 3,4 juta hektare konsesi lahan sawit di Provinsi Kalbar, hanya 1,9 juta hektare saja yang memiliki sertifikat HGU. Sisanya, 1,5 juta hektare tidak memiliki HGU dan hanya sekedar mebgantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) semata.

“Bayangkan di Kalbar konsesi sawit (ada) 3,4 juta hektare, (yang memiliki) HGU hanya 1,9 juta hektare, 1,5 juta hektarenya apa? IUP-nya ada (tapi) HGU-nya tidak ada,” bongkar Sutarmidji.

Baca Juga :  Sutarmidji: Siapapun Pemimpinnya Pembangunan Harus Tetap Jalan

Dirinya mencoba menginsinuasi, kalau  perusahaan tidak sudi mengurus HGU-nya selama ini–itu lantaran ingin menghindar dari pembayaran Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pada posisi ini, pemerintah daerah setempat seharusnya diharapkan Sutarmidji lebih aktif mengejar kepengurusan HGU itu.

“Kenapa mereka (perusahaan) tidak mengurus HGU, karena mau mengemplang BPHTB, dia harus bayar BPHTB lima persen, ini tidak dilakukan,  begitu mau ditertibkan pusing mereka,” bebernya.

Sebagai contoh saja, terdapat satu kabupaten yang mengklaim memiliki lahan konsesi perkebunan sebanyak 27, namun yang ada sertifikat HGU hanya 4. Sehingga potensi yang seharusnya masuk menjadi pendapatan daerah ratusan miliar pun menguap.

“Artinya 23 tidak ada HGU. Dan potensi BPHTB dari lahan tersebut bisa mencapai Rp 400 hingga Rp 500 miliar, kalau saya jadi bupatinya akan saya kejar itu,” ujar Sutarmidji geram.

Di sisi lain, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Purwati Munawir menerangkan, banyak faktor yang menyebabkan rendahnya capaian penerbitan HGU oleh perusahaan dibandingkan IUP.

Beberapa diantaranya perolehan lahan yang dari awal memang lambat. Kemudian lahan yang diajukan untuk HGU harus dalam kondisi clear and clean, dalam artian tidak dalam sengketa atau tidak tumpang tindih dengan perizinan tambang atau kehutanan.

Baca Juga :  Mantap, Pesawat Tanpa Awak Akan Meriahkan Kulminasi Matahari

“Apabila tumpang tindih, dalam penyelesaian memerlukan proses panjang untuk mendapatkan kata sepakat karena antar dinas,” kata dia.

Purwati menyebut, adapun faktor lain yang menyebabkan perusahaan lambat dalam mengurus HGU yakni adanya perubahan kebijakan pemerintah pada beberapa lokasi yang sudah diberikan izin. Misalnya yang semula untuk budi daya, lalu tiba-tiba diubah menjadi kawasan hutan dan seterusnya.Konsekuensinya, lanjut Purwati, proses permohonan revisi ulang itu pun memerlukan waktu yang cukup lama.

“Sebagai wadah bagi pelaku usaha perkebunan sawit, Gapki tentu sangat menghargai setiap kebijakan pemerintah untuk mewujudkan sawit yang berkelanjutan. Jika diperlukan Gapki siap untuk bekerja sama dalam melakukan identifikasi kendala terhadap proses penerbitan HGU, mulai dari tingkat lapangan,” tutur Purwati.

“Mengingat keberadaan HGU sangat diperlukan oleh pelaku usaha perkebunan sawit sebagai jaminan adanya kepastian hukum atas tanah yang dikelola,” pungkasnya. (Jau)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment