KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah Provinsi Kalbar secara serius berupaya menekan angka prevalensi stunting daerah, dari 27,8 persen pada 2022 menjadi 24 persen di tahun 2023. Sehingga pada tahun 2024 nanti, diharapkan prevalensi stunting ini bisa dibenamkan lagi di bawah angka 20 persen.
Sementara jika berkaca pada target nasional, angka prevalensi stunting di Indonesia ditargetkan turun sebesar 14 persen tahun 2024.
Namun dalam perjalannya, serapan anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) yang sebagian besarnya diperuntukkan bagi penanganan stunting tidak berjalan optimal oleh Organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPD-KB) kabupaten kota di provinsi ini.
Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar, Harisson bahkan mengungkapkan, berdasarkan data terbaru, yakni hingga 31 Oktober 2023, serapan anggaran yang dikucurkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ke pemerintah kabupaten kota tersebut baru mencapai 33,35 persen.
Artinya, dari 14 kabupaten dan kota di seluruh Kalbar yang sebelumnya mendapatkan kucuran anggaran BOKB dengan total lebih dari Rp 79 miliar pada tahun 2023, baru terserap sekitar Rp 26,51 miliar hingga menjelang akhir tahun ini.
Harisson pun menyayangkan fakta ini. Ia menyesalkan kepada para OPD-KB kabupaten kota yang seolah abai dengan tugas penting dalam menurunkan prevalensi stunting daerah.
“Anggaran BOKB ini penting, dalam upaya kita menurunkan stunting, itu kuncinya dengan penyuluhan-penyuluhan, anggarannya itu ada di BOKB,” jelasnya, Sabtu (04/11/2023).
Padahal menurutnya lagi, percepatan penyerapan anggaran BOKB ini memerlukan komitmen para kepala OPD-KB kabupaten kota. Terutama dengan benar-benar melakukan supervisi, monitoring dan pembinaan terhadap penyerapan anggaran BOKB.
“Kepala OPD-KB kabupaten kota jangan cuek, jangan tidak bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan di dinas masing-masing,” tegas Harisson dengan nada geram.
Harisson sejak awal menyatakan, bahwa persoalan stunting merupakan komitmen bersama yang dilakukan mulai dari pemerintah pusat hingga daerah. Sehingga menurutnya tidak ada alasan atau hambatan bagi daerah untuk tidak melakukannya secara maksimal, termasuk soal-soal administrasi.
“Jangan sampai karena alasan administratif, lalu pelaksanaan kegiatan tidak dilakukan yang menyebabkan penyerapan anggaran BOKB menjadi tersendat,” ujarnya.
Harisson juga mewanti-wanti agar para Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) tidak memunculkan kesan malas-malasan bahkan ogah-ogahan dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkenaan realisasi BOKB ini.
“Jangan sampai PKB/PLKB malah terkesan ogah-ogahan bahkan malas-malasan melaksanakan program, ini menurut saya perlu komitmen bahkan tindakan tegas dari kepala OPD KB kabupaten kota,” jelas Harisson.
Pentingnya BOKB Bantu Turunkan Stuting
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalbar Pintauli Romangasi Siregar mengungkapkan, bahwa anggaran BOKB yang dikucurkan ke pemerintah kabupaten kota memang sebagian besar porsinya diperuntukan guna membantu percepatan penurunan stunting.
“Hampir 55 persen dari total BOKB yang diturunkan ke kabupaten kota untuk membantu, anggaran BOKB ini harus kita manfaatkan terutama yang berkaitan dengan percepatan penurunan stunting,” ujar Pintauli.
Pintauli merincikan beberapa program untuk membantu percepatan penurunan stunting di kabupaten kota yang dibiayai dalam anggaran BOKB diantaranya yakni honor bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Meskipun dalam jumlah yang tidak terlalu besar, namun anggara tersebut sebagai bentuk dukungan kepada TPK dalam memberikan pendampingan kepada—mulai dari mendorong dan mendampingi para calon pengantin untuk memeriksakan kesehatan mereka pada puskesmas, ibu hamil, ibu pasca persalinan, ibu balita dan baduta.
“Di Dalam BOKB juga diberikan disediakan anggaran pulsa atau kuota untuk memudahkan TPK memberikan pendampingan terhadap keluarga,” jelasnya.
Ia menyampaikan, pulsa dan kuota tersebut dapat dimanfaatkan TPK dalam menyampaikan pelaporan melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (elsimil). Lewat pelaporan tersebut akan bisa diketahui kondisi balita pada daerah pendampingan.
“Anggaran penurunan stunting memang tepat untuk para TPK, karena disitu lebih banyak porsinya,” ujarnya.
Selain itu, Pintauli juga menuturkan, kalau didalam anggaran BOKB juga terdapat porsi pengadaan BKB kit yang menjadi alat edukasi untuk penurunan stunting. BKB kit merupakan alat edukasi bagi kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) untuk mengajak para ibu-ibu memahami pola asuh anak yang baik.
Selanjutnya, di dalam BKB kit juga disediakan Kartu Kembang Anak (KKA) yang dapat memantau perkembangan anak sesuai usianya. Sehingga pada saat anak ditimbang di posyandu, maka perkembangannya akan mudah dipantau lewat KKA yang terdapat dalam BKB kit.
“Di KKA akan terpantau perkembangan anak misalnya pada usia tertentu sudah harus merangkak, duduk dan lainnya bisa terpantau dengan baik di BKB kit,” jelasnya.
Masih soal BOKB, Pintauli menerangkan, bahwa terdapat pula anggaran untuk kegiatan yang menunjang audit kasus stunting yang melibatkan para pakar. Hal tersebut dalam upaya melihat akar masalah terjadinya kasus stunting pada suatu wilayah, untuk kemudian dirumuskan solusi dalam pemecahan masalah tersebut.
“Jadi banyak instrumen yang kita persiapkan di BOKB ini untuk percepatan penurunan stunting,” kata dia.
Lebih lanjut, pada BOKB itu, juga dianggarkan untuk mendukung operasional balai KB di masing-masing wilayah. Lalu untuk mendukung pelayanan KB dalam upaya meningkatkan pencapaian kepesertaan, serta tersedia pula anggaran penggerakan kampung KB.
“Kita harapkan memang anggaran BOKB yang telah dikucurkan ke kabupaten kota ini serapannya bisa maksimal,” tuturnya.
Daftar Serapan Anggaran Kabupaten Kota
Berikut ini merupakan tingkat serapan anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) oleh Organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPD-KB) di kabupaten kota se-Kalimantan Barat berdasarkan data Pemerintah Provinsi Kalbar.
- Kabupaten Sanggau, baru mencapai 7,56 persen atau Rp 524,20 juta dari pagu Rp 6,93 miliar.
- Kabupaten Bengkayang, dengan realisasi baru mencapai 21,31 persen atau Rp 1,26 miliar dari pagu Rp 5,94 miliar.
- Kabupaten Sambas, dengan realisasi baru mencapai 25,08 persen atau Rp 1,95 miliar dari pagu Rp 7,81 miliar.
- Kabupaten Ketapang, dengan realisasi baru mencapai 25,93 persen atau Rp 2,16 miliar dari pagu Rp 8,35 miliar.
- Kabupaten Sintang, dengan realisari baru mencapai 26,45 persen atau Rp 2,56 miliar dari pagu Rp 9,68 miliar.
- Kabupaten Kapuas Hulu, dengan realisasi baru mencapai 30,04 persen atau Rp 2,56 miliar dari pagi Rp 8,52 miliar.
- Kabupaten Mempawah, dengan realisasi baru mencapai 42,21 persen atau Rp 1,57 miliar dari pagu Rp 3,81 miliar.
- Kabupaten Kubu Raya, dengan realisasi baru mencapai 43,43 persen atau Rp 2,24 miliar dari pagu Rp 5,17 miliar.
- Kota Singkawang, dengan realisasi baru mencapai 45,34 persen atau Rp 1,10 miliar rupiah dari pagu Rp 2,42 miliar.
- Kabupaten Kayong Utara, dengan realisasi baru mencapai 47,14 persen atau Rp 1,20 miliar dari pagu Rp 2,56 miliar.
- Kabupaten Sekadau, dengan realisasi baru mencapai 48,27 persen atau Rp 1,83 miliar dari pagu Rp 3,79 miliar.
- Kabupaten Melawi, dengan realisasi baru mencapai 48,68 persen atau Rp 2,67 miliar dari pagu Rp 5,49 miliar.
- Kabupaten Landak, dengan realisasi baru mencapai 53,21 persen atau Rp 3,34 miliar rupiah dari pagu Rp 6,29 miliar.
- Kota Pontianak dengan realisasi mencapai 55,93 persen atau Rp 1,48 miliar dari pagu anggaran Rp 2,66 miliar. (Jau)
Comment