KalbarOnline, Pontianak – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Barat (Kalbar), Rita Hastarita mengungkapkan, penghapusan jurusan IPA, IPS dan Bahasa di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat sudah diberlakukan sejak 2022 lalu.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari implementasi “Kurikulum Merdeka” yang memang sudah diterapkan secara bertahap di Indonesia sejak 2021.
“Jenjang SMA dan SMK sejak tahun 2022 telah menerapkan kurikulum merdeka, dan tahun ini kami sudah menerbitkan ijazah dengan penilaian menggunakan kurikulum merdeka. Capaian penerapan kurikulum merdeka jenjang SMK sebesar 100 persen, dan SMA sebesar 84 persen,” ungkap Rita, Kamis (18/07/2024).
Lebih lanjut dijelaskannya, pada struktur kurikulum merdeka, mata pelajaran pilihan terdapat pada fase F (kelas xi dan XII) yang proses bimbingan dalam memilihnya dilakukan sejak fase E (kelas X). Sehingga pemisahan rombongan belajar (rombel) untuk peminatan, lanjut dia, dilakukan mulai kelas XI.
Kebijakan kurikulum merdeka menurutnya, berupaya untuk memberikan layanan pendidikan yang berpihak kepada peserta didik. Melalui pemilihan mata pelajaran pilihan, peserta didik diberikan kesempatan untuk belajar sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan yang akan mendukung kompetensi peserta didik untuk kebutuhannya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (kuliah), berwirausaha, maupun untuk memasuki dunia kerja.
“Peserta didik memilih mata pelajaran pilihan sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya.Satuan pendidikan mengorganisasikan pemilihan mata pelajaran pilihan sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan peserta didik,” jelasnya.
Dalam implementasinya, Rita menjelaskan guru Bimbingan Konseling (BK) bersama wali kelas melaksanakan layanan bimbingan, dan konseling karier untuk mengidentifikasi dan menumbuhkembangkan minat, bakat, dan kemampuan peserta didik. Yakni melalui layanan dasar, dan layanan responsif.
“Mata pelajaran apa yang dapat mendukung pilihan karir tersebut dari mata pelajaran pilihan yang tersedia di satuan pendidikan,” katanya.
Dalam kurikulum merdeka fase F, untuk kelas XI dan kelas XII, dikatakan Rita, struktur mata pelajaran dibagi menjadi dua kelompok utama. Pertama kelompok mata pelajaran umum. Yakni setiap SMA/MA/bentuk lain yang sederajat wajib membuka atau mengajarkan seluruh mata pelajaran dalam kelompok ini, dan wajib diikuti oleh semua peserta didik SMA/MA/bentuk lain yang sederajat.
“Adapun kelompok mata pelajaran umum terdiri dari Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Sejarah, Seni dan Budaya,” paparnya.
Lalu yang kedua, kelompok mata pelajaran pilihan. Di mana setiap SMA/MA/bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan paling sedikit tujuh mata pelajaran. Adapun kelompok mata pelajaran pilihan yaitu Biologi, Kimia, Fisika, Informatika, Matematika Tingkat Lanjut, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Antropologi, Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut, Bahasa Inggris Tingkat Lanjut, Bahasa Korea, Bahasa Arab, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Bahasa Jerman, Bahasa Prancis, Prakarya dan Kewirausahaan (budidaya, kerajinan, rekayasa, atau pengolahan), dan Mata pelajaran lainnya yang dikembangkan sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
“Jadi siswa wajib mengikuti mata pelajaran umum, dan selanjutnya memilih sesuai minat kecenderungan, misal minat siswa ke IPA maka siswa mengikuti rombel mata pelajaran umum ditambah tiga mata pelajaran IPA (fisika, kimia, biologi), dan ditambah satu mata pelajaran IPS (boleh pilih yang masuk rumpun IPS semisal geografi, atau ekonomi dan lainnya),” paparnya.
Begitu juga sebaliknya, menurut Rita, jika minat siswa cenderung ke IPS, maka siswa wajib mengambil mata pelajaran umum ditambah tiga mata pelajaran IPS (misal sosiologi, geografi, ekonomi), ditambah satu mata pelajaran IPA (bisa pilih fisika/biologi/kimia).
“Sedangkan untuk mata pelajaran bahasa semua siswa wajib mengikuti, dan untuk mata pelajaran pilihan maksimal diambil sebanyak tujuh mata pelajaran,” terangnya.
Pada dasarnya, Rita menyatakan, pihaknya sangat mendukung kebijakan kurikulum merdeka. Karena dengan demikian siswa diberikan kepercayaan untuk memilih sesuai minat dan bakat, serta kemampuan. Agar kemudian mereka dapat bertanggung jawab penuh pada pilihannya tersebut.
“Namun perlu juga dicermati kecenderungan ini, jangan sampai mengurangi minat anak pada pembelajaran yang relatif sulit seperti IPA, karena dengan ijazah kurikulum merdeka ini siswa dapat masuk pada fakultas manapun. Hanya saja tentunya siswa dapat menimbang kemampuannya nanti dalam memilih fakultas yang akan dituju,” pungkasnya. (Jau)
Comment