Dikuliti Anggota BEM Soal Pemerataan Pembangunan, Midji Jawab Dengan Data dan Fakta

KalbarOnline, Pontianak – Calon Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) nomor urut 1, Sutarmidji menjawab secara komprehensif beberapa pertanyaan yang dilontarkan mahasiswa saat menjadi narasumber dialog kebangsaan dalam rangka Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Indonesia (SI) wilayah Kalbar Tahun 2024 di Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak, Sabtu (28/09/2024).

Di hadapan ratusan mahasiswa dari perwakilan BEM se-Kalbar yang hadir, Midji menjawab pertanyaan soal pembangunan yang belum merata di daerah-daerah pedalaman Kalbar. Isu tersebut memang menjadi salah satu topik hangat di momen pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti saat ini.

IKLAN17AGUSTUSCMIDANBGA

Menjawab pertanyaan itu, Sutarmidji mengatakan, hal pertama yang harus dipahami mahasiswa adalah batasan wewenang setiap tingkatan pemerintahan. Mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota yang menurutnya punya tanggung jawab sendiri-sendiri.

Seperti dicontohkan dia, untuk status jalan. Di seluruh wilayah terbagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota.

“Kalau di desa-desa di dalam (pelosok) itu tidak bisa provinsi (membangun) masuk di situ, kecuali ada jalan provinsi. Itu tugas (pemerintah) kabupaten, tugas (pemerintah) desa yang punya anggaran,” jelasnya.

Gubernur Kalbar periode 2018 – 2023 itu sekaligus menampik jika ada pihak-pihak yang menyebutkan, di era kepemimpinannya pembangunan tidak merata. Bahkan ada yang menyebut pembangunan lebih banyak dilakukan di ibu kota provinsi yaitu Kota Pontianak.

“Kalau dibilang tidak merata, lihat saja di datanya, alokasi APBD itu kan jelas datanya ke mana-mana saja,” katanya.

Ia pun kembali mencontohkan, terkait pembangunan jalan dan jembatan oleh pemerintah provinsi (pemprov) selama lima tahun dirinya menjabat gubernur.

“Kalau orang bilang banyak dana (APBD Kalbar) itu ke Pontianak, itu tidak, lihat datanya, pembangunan infrastruktur anggaran paling besar diserap di (kabupaten) Ketapang karena jalannya (jalan provinsi) panjang dari Tumbang Titi – Tanjung, Tanjung Marau – Air Upas sampai ke Manis Mata,” ujarnya.

Seperti diketahui, dari data resume pembangunan jalan dan jembatan provinsi bidang Bina Marga tahun 2019 – 2024, tiga daerah dengan persentase terbesar dari total anggaran adalah Kabupaten Ketapang, Kubu Raya, dan Sintang.

Baca Juga :  Dukung Kegiatan Keagamaan, Sutarmidji Minta Umat Maksimalkan Fasilitas

Untuk Kabupaten Ketapang dana yang dikucurkan sebesar 15 persen atau mencapai Rp 305 miliar lebih. Sementara Kabupaten Kubu Raya sebesar 13,02 persen atau mencapai Rp 249 miliar lebih. Lalu untuk Kabupaten Sintang sebesar 12,31 persen atau mencapai Rp 235 miliar lebih. Sisanya tersebar di 10 kabupaten/kota lainnya, kecuali Kabupaten Mempawah yang memang tidak memiliki jalan dan jembatan provinsi.

“Kalau jalan (dan jembatan) dari (total) Rp 1,9 triliun yang kita keluarkan dalam lima tahun, paling besar itu Ketapang 15 persen menyerapnya, kemudian Kubu Raya 13 persen, Sintang 12 persen, Pontianak itu hanya tiga persen saja. Makanya saya bilang, bicara itu harus pakai data, jangan perasaan. Kalau jalan di desa-desa itu bukan jalan provinsi, itu jalan kabupaten/kota, itu lah yang (bisa dibangun) gunakan melalui aspirasi-aspirasi (anggota) DPRD,” terangnya.

Hal serupa juga bisa dilihat dari data rangking anggaran dan persentase pembangunan sekolah baru di Kalbar selama lima tahun terakhir. Di mana Kabupaten Kubu Raya berada di peringkat pertama, dengan sembilan unit pembangunan sekolah baru. Atau mendapat alokasi sebesar Rp 19,775 miliar atau 18,9 persen dari total anggaran pembangunan sekolah baru.

Kedua Kabupaten Sambas, dengan alokasi sebesar Rp 17 miliar, atau 16,2 persen dari total anggaran pembangunan sekolah baru. Baru yang ketiga Kota Pontianak, dengan alokasi sebesar 13,3 persen atau Rp 14 miliar dari total anggaran pembangunan sekolah baru. Kemudian sisanya tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Kalbar.

“Kabupaten Kubu Raya, dan Sambas, serta Kota Pontianak mendapat porsi lebih dalam anggaran pembangunan sekolah baru karena menyesuaikan dengan jumlah siswa,” paparnya.

Untuk bisa menyelesaikan pembangunan di Kalbar secara menyeluruh, menurut Midji memang tidak mudah. Perlu waktu dan anggaran yang sangat besar. Mengingat wilayah provinsi ini yang begitu luas, mencapai satu per tiga dari luas Pulau Jawa.

Baca Juga :  Menuju Kemandirian Fiskal, DJPb Optimis Perolehan PAD Kalbar Semakin Tinggi

“Di (pulau) Jawa itu ada enam provinsi yang anggarannya (APBD) lebih Rp 200 triliun, kita (Kalbar) cuma Rp 6,8 triliun. Jadi kalau jalan misalnya ini (masih rusak) wajar-wajar saja,” ucapnya.

Namun ia berkomitmen akan menuntaskan 20 persen sisa jalan provinsi yang belum mantap di Kalbar ini. Di awal masa kepemimpinannya sebagai gubernur tahun 2018 lalu, dari total 1.534 kilometer panjang jalan provinsi, yang kondisinya mantap baru sebesar 49,98 persen.

Selama lima tahun kemarin, meski sempat menghadapi pandemi Covid-19 dan banyak anggaran yang dipangkas, namun progres pembangunan infrastruktur jalan masih cukup baik.

Hasilnya, di akhir masa jabatannya pada 2023 lalu, jalan provinsi dengan kondisi mantap bisa ditingkatkan menjadi sekitar 80 persen.

Insya Allah kedepannya yang 20 persen itu (sisanya), tidak sampai lima tahun bisa selesai, dan anggaran kita ada. Yakin saya itu bisa tuntas, karena saya tahu datanya, tahu sumber dananya,” tegasnya.

Selain mengandalkan APBD Provinsi, untuk wilayah-wilayah tertentu, Midji harap status jalan provinsi yang ada bisa diambil alih oleh pemerintah pusat menjadi jalan nasional. Semisal di daerah yang sudah ditetapkan menjadi kawasan ekonomi khusus seperti di sebagian wilayah Kabupaten Ketapang.

“Kalau saya Anggota DPR RI bidang infrastruktur saya serahkan itu jalan (daerah) banyak-banyak (ke pusat). Apalagi kalau kawasan ekonomi khusus, coba bayangkan di Ketapang itu, di Kendawangan, (perusahaan tambang) WHW itu beratnya (kendaraan) berapa puluh ton. Nah jalan kita (jalan provinsi) rata-rata (tonase beban jalan) di bawah 8 ton kekuatannya, itu yang menjadi masalah, cepat rusak,” katanya.

“Jadi itu, lihat tanggung jawab, lihat urusannya, karena kalau kita (pemprov) membiayai yang bukan urusan provinsi, ketika (kena) audit, jadi temuan, itu yang (juga jadi) masalah kita,” pungkasnya. (**)

Comment