Pontianak    

600 Pelajar SMA di Pontianak Alami Depresi, Tekanan Sekolah hingga Keluarga Jadi Pemicu

Oleh : adminkalbaronline
Jumat, 07 November 2025
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KALBARONLINE.com - Sebanyak 600 pelajar SMA di Kota Pontianak tercatat mengalami depresi. Temuan tersebut berdasarkan hasil skrining yang dilakukan puskesmas-puskesmas dalam program pemeriksaan kesehatan gratis di sekolah-sekolah.

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, usai berdialog dengan Direktur RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie (SSMA) Kota Pontianak serta perwakilan puskesmas dalam kunjungan kerja spesifik ke RSUD SSMA, Kamis (06/11/2025).

“Tadi (perwakilan) puskesmas menyampaikan tentang hasil pemeriksaan kesehatan gratis di sekolah-sekolah dan saya cukup kaget ada 600 lebih anak kita tingkat SMA menderita depresi,” ujarnya.

Nihayatul mengatakan, ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu depresi pada pelajar, mulai dari tekanan akademik hingga masalah keluarga.

“Faktornya berbagai macam mulai dari beban sekolah, keluarga, sosial dan sebagainya. Ini sinyal bahwa kesehatan jiwa harus menjadi prioritas,” ungkapnya.

Sebagai tindak lanjut, Komisi IX DPR RI juga mendorong penguatan sarana penunjang deteksi dini gangguan jiwa di seluruh puskesmas. Nihayatul mencontohkan Puskesmas Saigon yang telah memiliki alat pendeteksi gangguan jiwa, namun fasilitas serupa belum tersedia di seluruh puskesmas.

“Kami akan melihat anggarannya, supaya alat deteksi dini ini bisa tersedia di semua puskesmas. Dengan begitu, gangguan jiwa bisa terdeteksi lebih cepat dan penanganannya juga lebih cepat,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak, Eva Nurfarihah, menambahkan sejak Februari hingga kini, RSUD SSMA mencatat sekitar 600 pasien gangguan jiwa telah berkunjung, dengan rata-rata 124 pasien per bulan.

“Gangguan terbanyak adalah kecemasan dan depresi, yang sejalan dengan temuan hasil skrining di puskesmas,” ungkapnya.

Menurutnya, peningkatan kasus depresi di kalangan remaja salah satunya disebabkan oleh tekanan sosial di era digital.

“Anak-anak sekarang mudah merasa tidak percaya diri ketika unggahannya di media sosial tidak mendapat banyak respons. Faktor psikologis seperti ini turut berpengaruh,” tuturnya.

Lebih lanjut, Eva menjelaskan bahwa kendala utama pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit yang dipimpinnya adalah keterbatasan ruang dan sarana khusus untuk pasien jiwa.

“Kami belum memiliki ruangan khusus untuk perawatan pasien jiwa. IGD kami masih bersifat umum, begitu pula polikliniknya. Namun, sejak Februari kami sudah memiliki dokter spesialis kejiwaan atau psikiater dan membuka poliklinik jiwa,” jelasnya.

Eva menambahkan, meski pelayanan sudah berjalan, sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Ia berharap Komisi IX DPR RI dapat membantu mengatasi persoalan tersebut.

“Kami sampaikan kepada Komisi IX bahwa kami membutuhkan dukungan untuk memperkuat fasilitas. Komisi IX juga menegaskan agar rumah sakit tidak menolak pasien gangguan jiwa, dan BPJS diminta mendampingi agar klaim pelayanan bisa dibayarkan,” pungkasnya. (Lid)

Artikel Selanjutnya
Dua Ruko di Jalan Indragiri Barat Pontianak Roboh, Edi Imbau Warga Awasi Bangunan Kosong
Jumat, 07 November 2025
Artikel Sebelumnya
600 Pelajar SMA di Pontianak Alami Depresi, Tekanan Sekolah hingga Keluarga Jadi Pemicu
Jumat, 07 November 2025

Berita terkait