Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Jumat, 28 November 2025 |
JELANG akhir tahun, kejaksaan semakin gagah berani. Buronan asal Pontianak yang betapok (sembunyi) di Bogor dengan mudah ditangkap. Tapi, dengan Silfester Matutina, gimana bos? Simak lagi narasinya sambil seruput Koptagul, wak!
Pagi itu, langit masih gelap, kabut tipis menyelimuti Bogor. Tiba-tiba terdengar deru mobil, ban berdecit di aspal, sejumlah jaksa berompi “Tabur” lompat dari mobil hitam ala Men in Black. Lampu sorot menyala, drone ngintip dari atas, soundtrack Hans Zimmer menggelegar di kepala kita semua.
“Target confirmed!” teriak komandan. Pintu rumah jebol satu tendangan. Habib Alwi Almutohar (63), yang cuma sempat pakai sarung dan kacamata baca, langsung angkat tangan. Dalam 4,7 detik dia sudah diborgol, difoto dramatis dari angle bawah biar kelihatan heroik, lalu digotong ke mobil dengan pose slow-motion.
Rilis pers langsung terbit sebelum matahari naik sepenuhnya, "Tidak ada tempat aman bagi buronan. Kejaksaan adalah predator tertinggi di rantai makanan hukum!”
Keren. Sangat keren. Oscar-worthy. Kalau ada kategori “Best Morning Raid in a Supporting Role”, pasti menang telak. Tim Tabur layak dapat medali, bonus akhir tahun, naik pangkat, plus liburan ke Bali bareng keluarga. Mereka adalah Avengers-nya penegakan hukum Indonesia. Respect.
Lalu kamera perlahan zoom out… dan pindah ke Jakarta Selatan, jarak cuma 37 kilometer dari markas Kejaksaan Agung.
Di sana, di sebuah rumah mewah yang alamatnya sudah hafal luar kepala sama driver ojek online se-Jabodetabek, ada seorang pria bernama Silfester Matutina. Pria yang sama yang sejak tahun 2019 resmi berstatus Buronan dengan vonis inkrah Mahkamah Agung 1 tahun 6 bulan penjara (Putusan No. 287 K/Pid/2019). Pria yang hari Jumat 28 November 2025, sedang nyaman duduk di sofa kulit, minum kopi toraja sambil scroll HP, sesekali ketawa ngakak lihat meme dirinya sendiri.
Di saat Tim Tabur tadi pagi terbang lintas pulau demi nangkap kakek 63 tahun yang cuma pemalsuan surat. Silfester yang rumahnya bisa dicapai pakai GoCar 78 ribu doang dari kantor Jaksa Agung. Namun, tak bisa terdeteksi dengan alat canggih yang dimiliki kejaksaan. Seperti tertutup gunungan uang yang sempat dipamerkan ke Prabowo.
Enam tahun lebih, pace. Enam. Tahun. Lebih. 2.373 hari mangkir (hitungan netizen, akurat banget). Lebih lama dari masa hukumannya sendiri.
Tim yang sama yang bisa gerebek subuh-subuh orang di Bogor, tapi kalau lewat Jakarta Selatan tiba-tiba GPS-nya error, drone-nya kehabisan baterai, dan anjing pelacaknya mendadak pilek. "Kendala operasional,” kata mereka sambil garuk-garuk kepala yang botak kinclong.
Jadi begini ceritanya, bro. Kalau buronanmu rakyat biasa, Kejaksaan adalah Thanos, langsung snap, selesai. Kalau buronanmu punya kartu anggota “Teman Istana” dan jabatan komisaris BUMN, tiba-tiba Kejaksaan jadi Shaggy di Scooby-Doo, “It wasn’t me… I didn’t see anything… dia ghaib, lae…”
Malam ini, ketika Habib Alwi sudah mulai merasakan dinginnya lantai rutan Pontianak,
Silfester Matutina akan duduk di studio ber-AC, lampu terang, dibayar jutaan per episode, dan tersenyum lebar ke kamera.
Di suatu sudut Jakarta, ada Jaksa Agung ST Burhanuddin yang lagi latihan pidato di depan cermin, “Tidak ada tempat yang aman bagi buronan…”
Kecuali kalau buronannya punya nomor WA menteri, ya Pak? Kalau gitu aman banget, bahkan sampai cucunya lulus kuliah pun kayaknya masih aman.
Indonesia emang bioskop terbesar di dunia, dan kita semua cuma penonton yang bayar pajak buat nonton film komedi berjudul, “Hukum Tebang Pilih: Episode 2.373 Masih Berlanjut.”
To be continued…mungkin sampai akhir jaman kurang dua hari, kata Nusron.
Penulis: Ketua Satupena Kalbar, Rosadi Jamani.
JELANG akhir tahun, kejaksaan semakin gagah berani. Buronan asal Pontianak yang betapok (sembunyi) di Bogor dengan mudah ditangkap. Tapi, dengan Silfester Matutina, gimana bos? Simak lagi narasinya sambil seruput Koptagul, wak!
Pagi itu, langit masih gelap, kabut tipis menyelimuti Bogor. Tiba-tiba terdengar deru mobil, ban berdecit di aspal, sejumlah jaksa berompi “Tabur” lompat dari mobil hitam ala Men in Black. Lampu sorot menyala, drone ngintip dari atas, soundtrack Hans Zimmer menggelegar di kepala kita semua.
“Target confirmed!” teriak komandan. Pintu rumah jebol satu tendangan. Habib Alwi Almutohar (63), yang cuma sempat pakai sarung dan kacamata baca, langsung angkat tangan. Dalam 4,7 detik dia sudah diborgol, difoto dramatis dari angle bawah biar kelihatan heroik, lalu digotong ke mobil dengan pose slow-motion.
Rilis pers langsung terbit sebelum matahari naik sepenuhnya, "Tidak ada tempat aman bagi buronan. Kejaksaan adalah predator tertinggi di rantai makanan hukum!”
Keren. Sangat keren. Oscar-worthy. Kalau ada kategori “Best Morning Raid in a Supporting Role”, pasti menang telak. Tim Tabur layak dapat medali, bonus akhir tahun, naik pangkat, plus liburan ke Bali bareng keluarga. Mereka adalah Avengers-nya penegakan hukum Indonesia. Respect.
Lalu kamera perlahan zoom out… dan pindah ke Jakarta Selatan, jarak cuma 37 kilometer dari markas Kejaksaan Agung.
Di sana, di sebuah rumah mewah yang alamatnya sudah hafal luar kepala sama driver ojek online se-Jabodetabek, ada seorang pria bernama Silfester Matutina. Pria yang sama yang sejak tahun 2019 resmi berstatus Buronan dengan vonis inkrah Mahkamah Agung 1 tahun 6 bulan penjara (Putusan No. 287 K/Pid/2019). Pria yang hari Jumat 28 November 2025, sedang nyaman duduk di sofa kulit, minum kopi toraja sambil scroll HP, sesekali ketawa ngakak lihat meme dirinya sendiri.
Di saat Tim Tabur tadi pagi terbang lintas pulau demi nangkap kakek 63 tahun yang cuma pemalsuan surat. Silfester yang rumahnya bisa dicapai pakai GoCar 78 ribu doang dari kantor Jaksa Agung. Namun, tak bisa terdeteksi dengan alat canggih yang dimiliki kejaksaan. Seperti tertutup gunungan uang yang sempat dipamerkan ke Prabowo.
Enam tahun lebih, pace. Enam. Tahun. Lebih. 2.373 hari mangkir (hitungan netizen, akurat banget). Lebih lama dari masa hukumannya sendiri.
Tim yang sama yang bisa gerebek subuh-subuh orang di Bogor, tapi kalau lewat Jakarta Selatan tiba-tiba GPS-nya error, drone-nya kehabisan baterai, dan anjing pelacaknya mendadak pilek. "Kendala operasional,” kata mereka sambil garuk-garuk kepala yang botak kinclong.
Jadi begini ceritanya, bro. Kalau buronanmu rakyat biasa, Kejaksaan adalah Thanos, langsung snap, selesai. Kalau buronanmu punya kartu anggota “Teman Istana” dan jabatan komisaris BUMN, tiba-tiba Kejaksaan jadi Shaggy di Scooby-Doo, “It wasn’t me… I didn’t see anything… dia ghaib, lae…”
Malam ini, ketika Habib Alwi sudah mulai merasakan dinginnya lantai rutan Pontianak,
Silfester Matutina akan duduk di studio ber-AC, lampu terang, dibayar jutaan per episode, dan tersenyum lebar ke kamera.
Di suatu sudut Jakarta, ada Jaksa Agung ST Burhanuddin yang lagi latihan pidato di depan cermin, “Tidak ada tempat yang aman bagi buronan…”
Kecuali kalau buronannya punya nomor WA menteri, ya Pak? Kalau gitu aman banget, bahkan sampai cucunya lulus kuliah pun kayaknya masih aman.
Indonesia emang bioskop terbesar di dunia, dan kita semua cuma penonton yang bayar pajak buat nonton film komedi berjudul, “Hukum Tebang Pilih: Episode 2.373 Masih Berlanjut.”
To be continued…mungkin sampai akhir jaman kurang dua hari, kata Nusron.
Penulis: Ketua Satupena Kalbar, Rosadi Jamani.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini