Oleh: Ibrahim Arsyad, Pemerhati Kota Pontianak
“Tak cukup hanya Pontianak yang pikirkan, Pemprov dan Kabupaten yang memiliki elevasi tinggi perlu konsen Reboisasi”
KalbarOnline, Opini – Tanpa terasa, setiap akhir/awal tahun dimana pasang air tinggi, ditambah dengan hujan deras cukup 2 (dua) jam, maka jangan heran jika di Kota Pontianak sebagian rumah warga tergenang, sehingga warga disibukkan dengan urusan pengamanan barang-barang penting di rumahnya, termasuk aliran listrik dibuat agak tinggi guna antisipasi terjadinya korsleting.
Padahal infrastruktur di Kota Pontianak baik gedung maupun jalan, penataan taman, PKL, sebagai tuntutan perkembangan kota tidak diragukan lagi “maju pesat”.
Bahkan Rusunawa juga dibangun di beberapa tempat untuk atasi fasilitas rumah tinggal warga. Oleh karena itu sangat wajar jika Kota Pontianak memperoleh berbagai penghargaan.
Namun demikian, satu persoalan yakni genangan air musiman cukup mengganggu kenyamanan. Sering kita dengar, bahkan saya sendiri sempat menulis tentang peninggian jalan yang berlebihan menjadi salah satu sebabnya, namun ternyata tak terbukti jika disinyalir akan hal itu, kalaupun ada pengaruh sangatlah kecil.
Mengapa? Karena penampang permukaan jalan “volumenya sangat kecil dibandingkan luas permukiman warga”, sehingga peninggian jalan terkait volume yang berpindah ke permukiman warga, sangat tidak sepadan jika menjadi alasan.
Kalaupun menjadi alasan, mungkin lebih tepat jika terkait prioritas penggunaan anggaran yang kurang difokuskan kesitu. Tapi, inipun tentu kita pertanyakan, sudahkah PU Pengairan/SDA maupun Cipta Karya ajukan itu?
Sementara, saluran sisi kiri / kanan jalan yang menjadi tanggung jawab PU Bina Marga, sasaran fungsinya hanyalah pengamanan pelengkap keawetan jalan, tidak termasuk urusan penanggulangan banjir di permukiman warga.
Urusan penanggulangan banjir, haruslah lebih menjadi tanggung jawab PU Pengairan/SDA dan yang kecil / berdekatan permukiman adalah tanggung jawab PU Cipta Karya. Tampaknya, kajian penanggulangan banjir kurang diterapkan dalam bentuk aplikasi solusi bersama di kedua Subdin ini.
Sesungguhnya tidaklah cukup hanya dengan normalisasi parit, penyediaan lahan resapan, kanal, lahan hijau kota. Tapi yang sangat urgen adalah penerapan sistem drainase perkotaan yang benar, volume penampang saluran mulai dari muara parit menuju sungai haruslah lebih besar dari hulu parit.
Selain itu, parit juga penampang maupun volumenya mesti cukup untuk memuat volume gabungan dari anak – anak parit yang masuk ke saluran tersebut, serta yang terakhir, elevasi parit mesti lebih rendah dari anak – anak parit, juga sumbatnya parit mesti cepat diatasi.
Pertanyaannya, sudahkah semua itu diberlakukan? Jawabannya, jelas belum sepenuhnya, karena faktanya genangan langganan masih terjadi.
Terutama perihal elevasi dan pengaturan volume parit dan saluran serta jumlahnya sudah mencukupi atau belum.
Khusus PU Bina Marga, malah sudah ada bukti serius, contohnya genangan di Jalan Gusti Hamzah, dengan penambahan beberapa gorong – gorong dan peninggian jalan, kini tak tergenang lagi, meski gorong – gorongnya di dua lokasi masih seperti polisi tidur dan membahayakan pengguna.
Walau tidak bisa dipungkiri bahwa bertambahnya debit air yang masuk perkotaan setiap tahunnya, juga sebagai akibat gundulnya lahan perhuluan. Oleh karena itu, Reboisasi daerah gundul di perhuluan, haruslah tetap menjadi “prioritas perhatian Pemprov dan Kabupaten yang memiliki lahan perhuluan, jangan terus memikirkan perluasan lahan perkebunan sehingga hal itu terabaikan”.
Sehingga, daerah perkotaan yang elevasinya rendah, tidak menjadi korban air kiriman karena tidak terserapnya menjadi air resapan di perhuluan.
Comment