KalbarOnline, Pontianak – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu mengatakan bahwa Pemerintah dalam hal ini Dewan Energi Nasional saat ini memang belum menjadikan tenaga nuklir sebagai prioritas.
“Pastilah semua harus dihitung. Kalau bicara Jepang, mereka itu negara gempa. Tetapi, saya kira perkembangan berikut bisa juga kebijakan energi nasional direvisi, tinggal kita yakinkan Pemerintah dan tentu secara kajian harus aman dan tentu kita berharap ada satu kebijakan oleh pemerintah,” tukas politisi Gerindra ini.
Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi menegaskan bahwa untuk jangka panjang, Kalbar harus lebih serius merencanakan untuk pemenuhan kebutuhan listrik untuk masyarakat, tidak hanya untuk penerangan melainkan juga harus mulai merencakan listrik untuk industrialisasi.
“Salah satu yang bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan itu adalah industri. Semua jenis industri berbasis apapun itu membutuhkan suplai listrik 24 jam,” ujarnya.
Kurtubi juga mengatakan, tuntutan dunia kedepan, udara harus lebih bersih. Terlebih lagi, kata dia, Indonesia telah menandatangani perjanjian Paris sebagai komitmen untuk mengurangi polusi udara dunia.
“PLTU batubara kita akan kurangi, sebab itu kotor, menghasilkan CO2 yang luar biasa dan debu. Yang sudah terbangun oke. Kedepan tolong PLN perhatikan ini, tidak boleh merencanakan listrik tanpa memperhatikan lingkungan hidup,” tegasnya.
Dunia saat ini, lanjut Kurtubi, sudah mengarah pada listrik dengan mengurangi bahan dari fosil seperti minyak gas dan batubara.
“PLTU yang direncanakan ini, kalau memang tidak bisa berjalan lebih baik dihentikan saja. Kami Komisi VII menganjurkan agar industrialisasi di Kalbar ini berjalan butuh listrik yang stabil. Mata air dan matahari kita butuhkan, setuju saya itu, tapi tidak bisa untuk industri,” tukasnya.
Jadi, kata dia, kalau Kalbar ingin pertumbuhan ekonominya pesat, satu-satunya jalan harus industrialisasi.
“Pontianak harus penuh dengan industri yang butuh listrik stabil. Kami Komisi VII datang untuk menawarkan bagaimana kalau Kalbar menjadi provinsi pertama pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Suka tidak suka, cepat atau lambat Kalbar harus berhenti ketergantungan listrik dari Malaysia. Kita tidak dengan eropa, beda. Eropa itu sistemnya satu kontinental atau benua itu terkoneksi,” tukasnya.
Selain itu juga, Anggota DPR RI Fraksi Nasdem ini menegaskan bahwa Kalbar memiliki potensi uranium yang sangat luar biasa. Itu, kata dia, karunia ilahi, tak seharusnya dibiarkan menganggur.
“Uranium itu bisa menghasilkan tenaga yang amat sangat besar, bandingannya satu banding sekian juta batubara, kenapa tidak kita manfaatkan. Kapan kita mau mulai memanfaatkan karunia Tuhan yang ada di Kalbar ini. Kami datang ke Kalbar ini serius dan untuk jangka panjang agar Kalbar ini menjadi contoh soal di Indonesia untuk bisa memanfaatkan tenaga nuklir untuk kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya lagi.
“Omong kosong kalau kita bicara pertumbuhan ekonomi kalau listrik saja kita kurang. Listrik itu harus empat kali lipat dari sekarang. Bukan sekedar 500-600 mega watt, kedepan harus lebih besar lagi dan itu jawabannya nuklir. Batubara kalau sedang direncanakan, silahkan jalan tapi seterunya jangan. Sebab kasihan masyarakat menghirup udara yang kotor, kita ingin harapan hidup anak cucu kita itu minimal 80 tahun, sekarang Indonesia hanya 60-65 tahun. Kalbar salah satu provinsi yang dikaruniai Tuhan uranium, ahli-ahli disini seperti di Universitas Tanjungpura harus mengkaji untuk memanfaatkan sumber daya ini. Ini harus direncanakan jangka panjang,” sambungnya.
“Saya mendorong Pak Gubernur, mari bersama parlemen di Komisi VII, kita proklamirkan Kalbar ini menjadi provinsi pertama pembangunan PLTN, karena disini ada uranium, sambil kita sempurnakan Undang-undang ketenagalistrikan untuk bagaimana memproduksikan uranium. Meskipun itu belum diproduksikan tapi bukan hambatan untuk membangun PLTN karena uranium bisa dibeli di pasar dengan harga yang amat stabil. Sementara uranium Kalbar belum diproduskikan, PLTN bisa tetap jalan,” tandasnya.
Senada dengan Kurtubi, Anggota Komisi VII Fraksi Golkar, Maman Abdurahman juga mendukung penuh bahkan mendorong dan mengendors segera terjadi percepatan kebijakan nasional terkait pembangunan listrik tenaga nuklir.
Sebab ia menilai ada dua kebutuhan listrik yakni kebutuhan masyarakat dan kebutuhan industrialisasi.
“Kalau cara kerja PLN seperti yang disampaikan tadi, paling mampu kita hanya menyelesaikan kebutuhan masyarakat. Nah, pertanyaannya terkait dengan kebutuhan industrialisasi dimana. Memang salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga nuklir, makanya kita percepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) supaya ada payung hukum untuk lebih memperkuat upaya kita mendorong energi alternatif baru,” ujarnya.
“Kita tidak hanya ada uranium, tapi ada juga torium yang sebetulnya dari segi pemanfaatan jauh lebih tinggi. Uranium itu paling maksimal hanya 60 persen tapi kalau torium itu kurang lebih 95 persen dan itu ada di Kapuas Hulu. Artinya, Kalbar kedepan bisa menjadi salah satu fortopolio percontohan provinsi di Indonesia khususnya dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Kalau memang Undang-Undang belum mendukung, saya pikir kita bisa trading, bisa diambil dari luar yang penting pembangkit listriknya kita ada,”.
“Toh, marketnya juga ada dan ini akan kita dorong kedepan dan kita dari Golkar akan mengawal melalui Komisi VII. Saya pikir Gerindra, PAN, Nasdem dan PDIP serta partai lain selama itu bisa memberikan kontribusi yang besar untuk masyarakat, saya rasa pasti didukung. Kita harapkan Gubernur baru juga mendukung,” tandasnya. (Fat)
Comment