Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 02 November 2018 |
KalbarOnline,
Pontianak – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan
Pasaribu mengatakan bahwa Pemerintah dalam hal ini Dewan Energi Nasional saat
ini memang belum menjadikan tenaga nuklir sebagai prioritas.
“Pastilah semua harus dihitung. Kalau
bicara Jepang, mereka itu negara gempa. Tetapi,
saya kira perkembangan berikut bisa juga kebijakan energi nasional direvisi,
tinggal kita yakinkan Pemerintah dan tentu secara kajian harus aman dan tentu
kita berharap ada satu kebijakan oleh pemerintah,” tukas politisi Gerindra ini.
Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi menegaskan
bahwa untuk jangka panjang, Kalbar harus lebih serius merencanakan untuk
pemenuhan kebutuhan listrik untuk masyarakat, tidak hanya untuk penerangan
melainkan juga harus mulai merencakan listrik untuk industrialisasi.
“Salah satu yang bisa menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan lapangan pekerjaan itu adalah industri. Semua jenis industri
berbasis apapun itu membutuhkan suplai listrik 24 jam,” ujarnya.
Kurtubi juga mengatakan, tuntutan dunia
kedepan, udara harus lebih bersih. Terlebih lagi, kata dia, Indonesia telah
menandatangani perjanjian Paris sebagai komitmen untuk mengurangi polusi udara
dunia.
“PLTU batubara kita akan kurangi, sebab itu
kotor, menghasilkan CO2 yang luar biasa dan debu. Yang sudah terbangun oke.
Kedepan tolong PLN perhatikan ini, tidak boleh merencanakan listrik tanpa
memperhatikan lingkungan hidup,” tegasnya.
Dunia saat ini, lanjut Kurtubi, sudah mengarah
pada listrik dengan mengurangi bahan dari fosil seperti minyak gas dan
batubara.
“PLTU yang direncanakan ini, kalau memang
tidak bisa berjalan lebih baik dihentikan saja. Kami Komisi VII menganjurkan
agar industrialisasi di Kalbar ini berjalan butuh listrik yang stabil. Mata air
dan matahari kita butuhkan, setuju saya itu, tapi tidak bisa untuk industri,”
tukasnya.
Jadi, kata dia, kalau Kalbar ingin pertumbuhan
ekonominya pesat, satu-satunya jalan harus industrialisasi.
“Pontianak harus penuh dengan industri yang
butuh listrik stabil. Kami Komisi VII datang untuk menawarkan bagaimana kalau
Kalbar menjadi provinsi pertama pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN). Suka tidak suka, cepat atau lambat Kalbar harus berhenti ketergantungan
listrik dari Malaysia. Kita tidak dengan eropa, beda. Eropa itu sistemnya satu
kontinental atau benua itu terkoneksi,” tukasnya.
Selain itu juga, Anggota DPR RI Fraksi Nasdem
ini menegaskan bahwa Kalbar memiliki potensi uranium yang sangat luar biasa.
Itu, kata dia, karunia ilahi, tak seharusnya dibiarkan menganggur.
“Uranium itu bisa menghasilkan tenaga yang
amat sangat besar, bandingannya satu banding sekian juta batubara, kenapa tidak
kita manfaatkan. Kapan kita mau mulai memanfaatkan karunia Tuhan yang ada di
Kalbar ini. Kami datang ke Kalbar ini serius dan untuk jangka panjang agar
Kalbar ini menjadi contoh soal di Indonesia untuk bisa memanfaatkan tenaga
nuklir untuk kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya
lagi.
“Omong kosong kalau kita bicara pertumbuhan
ekonomi kalau listrik saja kita kurang. Listrik itu harus empat kali lipat dari
sekarang. Bukan sekedar 500-600 mega watt, kedepan harus lebih besar lagi dan
itu jawabannya nuklir. Batubara kalau sedang direncanakan, silahkan jalan tapi
seterunya jangan. Sebab kasihan masyarakat menghirup udara yang kotor, kita
ingin harapan hidup anak cucu kita itu minimal 80 tahun, sekarang Indonesia
hanya 60-65 tahun. Kalbar salah satu provinsi yang dikaruniai Tuhan uranium,
ahli-ahli disini seperti di Universitas Tanjungpura harus mengkaji untuk
memanfaatkan sumber daya ini. Ini harus direncanakan jangka panjang,”
sambungnya.
“Saya mendorong Pak Gubernur, mari bersama
parlemen di Komisi VII, kita proklamirkan Kalbar ini menjadi provinsi pertama
pembangunan PLTN, karena disini ada uranium, sambil kita sempurnakan
Undang-undang ketenagalistrikan untuk bagaimana memproduksikan uranium.
Meskipun itu belum diproduksikan tapi bukan hambatan untuk membangun PLTN
karena uranium bisa dibeli di pasar dengan harga yang amat stabil. Sementara
uranium Kalbar belum diproduskikan, PLTN bisa tetap jalan,” tandasnya.
Senada dengan Kurtubi, Anggota Komisi VII
Fraksi Golkar, Maman Abdurahman juga mendukung penuh bahkan mendorong dan mengendors
segera terjadi percepatan kebijakan nasional terkait pembangunan listrik tenaga
nuklir.
Sebab ia menilai ada dua kebutuhan listrik
yakni kebutuhan masyarakat dan kebutuhan industrialisasi.
“Kalau cara kerja PLN seperti yang disampaikan
tadi, paling mampu kita hanya menyelesaikan kebutuhan masyarakat. Nah, pertanyaannya
terkait dengan kebutuhan industrialisasi dimana. Memang salah satunya adalah pembangkit
listrik tenaga nuklir, makanya kita percepat pembahasan Rancangan Undang-Undang
Energi Baru Terbarukan (EBT) supaya ada payung hukum untuk lebih memperkuat
upaya kita mendorong energi alternatif baru,” ujarnya.
“Kita tidak hanya ada uranium, tapi ada juga torium
yang sebetulnya dari segi pemanfaatan jauh lebih tinggi. Uranium itu paling
maksimal hanya 60 persen tapi kalau torium itu kurang lebih 95 persen dan itu
ada di Kapuas Hulu. Artinya, Kalbar kedepan bisa menjadi salah satu fortopolio
percontohan provinsi di Indonesia khususnya dalam pembangunan pembangkit
listrik tenaga nuklir (PLTN). Kalau memang Undang-Undang belum mendukung, saya pikir
kita bisa trading, bisa diambil dari luar yang penting pembangkit listriknya
kita ada,”.
“Toh, marketnya juga ada dan ini akan kita dorong kedepan dan kita dari
Golkar akan mengawal melalui Komisi VII. Saya pikir Gerindra, PAN, Nasdem dan
PDIP serta partai lain selama itu bisa memberikan kontribusi yang besar untuk
masyarakat, saya rasa pasti didukung. Kita harapkan Gubernur baru juga
mendukung,” tandasnya. (Fat)
KalbarOnline,
Pontianak – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan
Pasaribu mengatakan bahwa Pemerintah dalam hal ini Dewan Energi Nasional saat
ini memang belum menjadikan tenaga nuklir sebagai prioritas.
“Pastilah semua harus dihitung. Kalau
bicara Jepang, mereka itu negara gempa. Tetapi,
saya kira perkembangan berikut bisa juga kebijakan energi nasional direvisi,
tinggal kita yakinkan Pemerintah dan tentu secara kajian harus aman dan tentu
kita berharap ada satu kebijakan oleh pemerintah,” tukas politisi Gerindra ini.
Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi menegaskan
bahwa untuk jangka panjang, Kalbar harus lebih serius merencanakan untuk
pemenuhan kebutuhan listrik untuk masyarakat, tidak hanya untuk penerangan
melainkan juga harus mulai merencakan listrik untuk industrialisasi.
“Salah satu yang bisa menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan lapangan pekerjaan itu adalah industri. Semua jenis industri
berbasis apapun itu membutuhkan suplai listrik 24 jam,” ujarnya.
Kurtubi juga mengatakan, tuntutan dunia
kedepan, udara harus lebih bersih. Terlebih lagi, kata dia, Indonesia telah
menandatangani perjanjian Paris sebagai komitmen untuk mengurangi polusi udara
dunia.
“PLTU batubara kita akan kurangi, sebab itu
kotor, menghasilkan CO2 yang luar biasa dan debu. Yang sudah terbangun oke.
Kedepan tolong PLN perhatikan ini, tidak boleh merencanakan listrik tanpa
memperhatikan lingkungan hidup,” tegasnya.
Dunia saat ini, lanjut Kurtubi, sudah mengarah
pada listrik dengan mengurangi bahan dari fosil seperti minyak gas dan
batubara.
“PLTU yang direncanakan ini, kalau memang
tidak bisa berjalan lebih baik dihentikan saja. Kami Komisi VII menganjurkan
agar industrialisasi di Kalbar ini berjalan butuh listrik yang stabil. Mata air
dan matahari kita butuhkan, setuju saya itu, tapi tidak bisa untuk industri,”
tukasnya.
Jadi, kata dia, kalau Kalbar ingin pertumbuhan
ekonominya pesat, satu-satunya jalan harus industrialisasi.
“Pontianak harus penuh dengan industri yang
butuh listrik stabil. Kami Komisi VII datang untuk menawarkan bagaimana kalau
Kalbar menjadi provinsi pertama pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN). Suka tidak suka, cepat atau lambat Kalbar harus berhenti ketergantungan
listrik dari Malaysia. Kita tidak dengan eropa, beda. Eropa itu sistemnya satu
kontinental atau benua itu terkoneksi,” tukasnya.
Selain itu juga, Anggota DPR RI Fraksi Nasdem
ini menegaskan bahwa Kalbar memiliki potensi uranium yang sangat luar biasa.
Itu, kata dia, karunia ilahi, tak seharusnya dibiarkan menganggur.
“Uranium itu bisa menghasilkan tenaga yang
amat sangat besar, bandingannya satu banding sekian juta batubara, kenapa tidak
kita manfaatkan. Kapan kita mau mulai memanfaatkan karunia Tuhan yang ada di
Kalbar ini. Kami datang ke Kalbar ini serius dan untuk jangka panjang agar
Kalbar ini menjadi contoh soal di Indonesia untuk bisa memanfaatkan tenaga
nuklir untuk kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya
lagi.
“Omong kosong kalau kita bicara pertumbuhan
ekonomi kalau listrik saja kita kurang. Listrik itu harus empat kali lipat dari
sekarang. Bukan sekedar 500-600 mega watt, kedepan harus lebih besar lagi dan
itu jawabannya nuklir. Batubara kalau sedang direncanakan, silahkan jalan tapi
seterunya jangan. Sebab kasihan masyarakat menghirup udara yang kotor, kita
ingin harapan hidup anak cucu kita itu minimal 80 tahun, sekarang Indonesia
hanya 60-65 tahun. Kalbar salah satu provinsi yang dikaruniai Tuhan uranium,
ahli-ahli disini seperti di Universitas Tanjungpura harus mengkaji untuk
memanfaatkan sumber daya ini. Ini harus direncanakan jangka panjang,”
sambungnya.
“Saya mendorong Pak Gubernur, mari bersama
parlemen di Komisi VII, kita proklamirkan Kalbar ini menjadi provinsi pertama
pembangunan PLTN, karena disini ada uranium, sambil kita sempurnakan
Undang-undang ketenagalistrikan untuk bagaimana memproduksikan uranium.
Meskipun itu belum diproduksikan tapi bukan hambatan untuk membangun PLTN
karena uranium bisa dibeli di pasar dengan harga yang amat stabil. Sementara
uranium Kalbar belum diproduskikan, PLTN bisa tetap jalan,” tandasnya.
Senada dengan Kurtubi, Anggota Komisi VII
Fraksi Golkar, Maman Abdurahman juga mendukung penuh bahkan mendorong dan mengendors
segera terjadi percepatan kebijakan nasional terkait pembangunan listrik tenaga
nuklir.
Sebab ia menilai ada dua kebutuhan listrik
yakni kebutuhan masyarakat dan kebutuhan industrialisasi.
“Kalau cara kerja PLN seperti yang disampaikan
tadi, paling mampu kita hanya menyelesaikan kebutuhan masyarakat. Nah, pertanyaannya
terkait dengan kebutuhan industrialisasi dimana. Memang salah satunya adalah pembangkit
listrik tenaga nuklir, makanya kita percepat pembahasan Rancangan Undang-Undang
Energi Baru Terbarukan (EBT) supaya ada payung hukum untuk lebih memperkuat
upaya kita mendorong energi alternatif baru,” ujarnya.
“Kita tidak hanya ada uranium, tapi ada juga torium
yang sebetulnya dari segi pemanfaatan jauh lebih tinggi. Uranium itu paling
maksimal hanya 60 persen tapi kalau torium itu kurang lebih 95 persen dan itu
ada di Kapuas Hulu. Artinya, Kalbar kedepan bisa menjadi salah satu fortopolio
percontohan provinsi di Indonesia khususnya dalam pembangunan pembangkit
listrik tenaga nuklir (PLTN). Kalau memang Undang-Undang belum mendukung, saya pikir
kita bisa trading, bisa diambil dari luar yang penting pembangkit listriknya
kita ada,”.
“Toh, marketnya juga ada dan ini akan kita dorong kedepan dan kita dari
Golkar akan mengawal melalui Komisi VII. Saya pikir Gerindra, PAN, Nasdem dan
PDIP serta partai lain selama itu bisa memberikan kontribusi yang besar untuk
masyarakat, saya rasa pasti didukung. Kita harapkan Gubernur baru juga
mendukung,” tandasnya. (Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini