Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Sabtu, 17 November 2018 |
KalbarOnline, Opini –
Sebagai ‘Nation State’, Pancasila tidak boleh aman dari Ideologi yang
bertentangan dengannya. Kerena dengan cara itu, ideologi Pancasila akan dapat
bertahan dalam iklim negara yang menganut sistem demokrasi yang diisi oleh
banyak kultur dan agama serta pemahaman yang berbeda-beda.
Pancasila secara geneologis terlahir sebagai suatu
Histirocal-political gentlemen oleh para founding father kita dan memikili
delapan bingkai yang membuatanya bermakna bagi “Nation State” Indonesia dan
karena itu , patut menjadi basis atau fundemental sistem hukum dan demokrasi.
Terkait dengan nasionalisme di era postmodern sekarang,
sangatlah berbeda dengan semangat nasionalisme sebelum Indonesia di merdeka-kan
dari tangan para penjajah, pada 17 Agustus 1945. Semangat nasionalisme raykat
pada waktu itu, tumbuh dan berkembang karena kebenciannya terhadap kaum
penjajah.
Namun sekarang sikap memperilakukan nasionalisme lari jauh
dari esensi yang sebenarnya, nasionalisme tidak lagi dijadikan sebagai semangat
membela NKRI namun berbalik sebagai kekuatan menepuk dada serta dijadikan bahan
kesombongan antar golongan dan akibatnya timbulah aksi-aksi nasionalisme ala rambonisme.
Di sisi lain nasionalisme tumbuh berkembang jika esensi
dasar NKRI (Pancasila) diganggu keleluasaannya membingkai perbedaan, memang ada
betulnya. Sama halnya ketika terjadi suatu
ketidakadilan hukum yang tidak berpihak pada rakyat kecil, barulah masyarakat
akan mempertentangkan keadilan tersebut.
Dengan kata sederhana, bahwa tidak mungkin ada asap jikalau
tidak ada api, tidak mungkin ada aksi jikalau tidak ada reaksi.
Semua itu disebabkan ada masalah dan masalah akan sangat bermanfaat
buat proses pendewasaan diri, khususnya yang berkaitan dengan pertentangan
sosial yang terjadi seperti sekarang ini.
Sebagai contoh; mungkin saja orang tidak pernah tahu apa
makna dan arti Pancasila dalam NKRI ini, jika dua golongan antara HTI dan
Banser tidak seperti Tom and Jerry, atau mungkin orang tidak akan pernah tahu
apa itu hukum jika sang Polisi tidak memproses masalahnya.
Maka itulah sebabnya kenapa masalah menjadi penting dan
tidak boleh kita nafikan, apalagi mencoba menghindarinya.
Masalah merupakan esensi dasar dari tersedianya surga dan
neraka, jikalau hal ini kita diharuskan kembali membahas persoalan sejarah
penciptaan manusia dan kenapa manusia berada di Bumi. Namun bukan berarti
manusia diharuskan memperbanyak masalah untuk menuai solusi.
Tetapi hal ini hanyalah sebagai tekat untuk mengingatkan
kita, bahwa kita pada dasarnya hadir di bumi
dengan masalah.
Berpancasila tidak berarti kita diharuskan ‘menepuk dada bahwa
saya yang paling pancasialis atau paling NKRI’ begitulah ungkapan yang
disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam tulisannya yang beredar di
media sosial; Haeder Nashir, 2018.
Hal itu disampaikan olehnya karena menanggapi beberapa masalah
yang terjadi sekarang, yang berkaitan melencengnya pemahaman Pancasila yang
terjadi didalam masyarakat saat ini.
Nasionalisme atau berpancasilais dengan pemahaman yang
sangat minim, memang akan mengakibatkan sesuatu tindakan brutal. Hal ini juga
disebabkan minimnya sosialisasi tentang pemahaman kebangsaan oleh negara itu
sendiri ataupun sudah dilakukan, namun hal itu tidak dihiraukan lagi oleh
masyarakat karena mungkin saja telah disusupi oleh berbagai faktor, sehingga
menimbulkan suatu ketidakpercayaan masyarakat pada para penguasa dan akibatnya Pancasila
yang dijadikan korban sebagai senjata keuntungan politik, bagi pihak-pihak
tertentu yang sengaja membuat kebutaan bagi para pengikutnya dalam memahami esensi
pancasila serta nasionalisme itu sendiri.
Pancasila dan nasionalisme menjadi tidak wajar jikalau hanya
diperuntungkan bagi segelintir orang yang sarat akan kepentingan semata,
apalagi kalau sudah disusupi oleh kredo pilitik ‘dekatlah dengan penguasa’ maka
nasionalisme dan sikap pancasilaismu akan terjamin.
Namun hebatnya ormas sekarang, menjadikan kedekatan mereka
dengan penguasa sebagai tiket untuk berlaku brutal untuk mencap berbagai pihak ‘aku
NKRI sedangkan mereka tidak’.
Hal inilah yang
penulis sebut sebagai bingkai pancasila dan nasinalisme buta. Ini
merupakan ancaman serius bagi negara yang menganut sistem demokrasi murni. Karena
negara demokrasi tidak boleh ada yang namanya karakter monarki tersembunyi
terjadi didalamnya.
Fakta pancasilais dan sikap NKRI saat ini, seakan-akan
dijadikan lisensi bagi penguasa. Karena mungkin saja hal ini kita diharuskan membuktikan
nasiolisme, NKRI-an serta sikap pancasilais kita, sebagaimana organisasi ‘Fundementalis
Pancasila’ yang berlaku bak manusia minim pengatahuan, mengedepankan perilaku
yang tak senono, dengan berani mengatakan NKRI harga mati.
Akhir kata buktikan anda NKRI dan nasionalisme tetapi tidak dengan
cara buta.
Penulis : Hikmah,
S.H. (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Pembaharuan Hukum Pidana,
Universitas Diponegoro Semarang)
KalbarOnline, Opini –
Sebagai ‘Nation State’, Pancasila tidak boleh aman dari Ideologi yang
bertentangan dengannya. Kerena dengan cara itu, ideologi Pancasila akan dapat
bertahan dalam iklim negara yang menganut sistem demokrasi yang diisi oleh
banyak kultur dan agama serta pemahaman yang berbeda-beda.
Pancasila secara geneologis terlahir sebagai suatu
Histirocal-political gentlemen oleh para founding father kita dan memikili
delapan bingkai yang membuatanya bermakna bagi “Nation State” Indonesia dan
karena itu , patut menjadi basis atau fundemental sistem hukum dan demokrasi.
Terkait dengan nasionalisme di era postmodern sekarang,
sangatlah berbeda dengan semangat nasionalisme sebelum Indonesia di merdeka-kan
dari tangan para penjajah, pada 17 Agustus 1945. Semangat nasionalisme raykat
pada waktu itu, tumbuh dan berkembang karena kebenciannya terhadap kaum
penjajah.
Namun sekarang sikap memperilakukan nasionalisme lari jauh
dari esensi yang sebenarnya, nasionalisme tidak lagi dijadikan sebagai semangat
membela NKRI namun berbalik sebagai kekuatan menepuk dada serta dijadikan bahan
kesombongan antar golongan dan akibatnya timbulah aksi-aksi nasionalisme ala rambonisme.
Di sisi lain nasionalisme tumbuh berkembang jika esensi
dasar NKRI (Pancasila) diganggu keleluasaannya membingkai perbedaan, memang ada
betulnya. Sama halnya ketika terjadi suatu
ketidakadilan hukum yang tidak berpihak pada rakyat kecil, barulah masyarakat
akan mempertentangkan keadilan tersebut.
Dengan kata sederhana, bahwa tidak mungkin ada asap jikalau
tidak ada api, tidak mungkin ada aksi jikalau tidak ada reaksi.
Semua itu disebabkan ada masalah dan masalah akan sangat bermanfaat
buat proses pendewasaan diri, khususnya yang berkaitan dengan pertentangan
sosial yang terjadi seperti sekarang ini.
Sebagai contoh; mungkin saja orang tidak pernah tahu apa
makna dan arti Pancasila dalam NKRI ini, jika dua golongan antara HTI dan
Banser tidak seperti Tom and Jerry, atau mungkin orang tidak akan pernah tahu
apa itu hukum jika sang Polisi tidak memproses masalahnya.
Maka itulah sebabnya kenapa masalah menjadi penting dan
tidak boleh kita nafikan, apalagi mencoba menghindarinya.
Masalah merupakan esensi dasar dari tersedianya surga dan
neraka, jikalau hal ini kita diharuskan kembali membahas persoalan sejarah
penciptaan manusia dan kenapa manusia berada di Bumi. Namun bukan berarti
manusia diharuskan memperbanyak masalah untuk menuai solusi.
Tetapi hal ini hanyalah sebagai tekat untuk mengingatkan
kita, bahwa kita pada dasarnya hadir di bumi
dengan masalah.
Berpancasila tidak berarti kita diharuskan ‘menepuk dada bahwa
saya yang paling pancasialis atau paling NKRI’ begitulah ungkapan yang
disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam tulisannya yang beredar di
media sosial; Haeder Nashir, 2018.
Hal itu disampaikan olehnya karena menanggapi beberapa masalah
yang terjadi sekarang, yang berkaitan melencengnya pemahaman Pancasila yang
terjadi didalam masyarakat saat ini.
Nasionalisme atau berpancasilais dengan pemahaman yang
sangat minim, memang akan mengakibatkan sesuatu tindakan brutal. Hal ini juga
disebabkan minimnya sosialisasi tentang pemahaman kebangsaan oleh negara itu
sendiri ataupun sudah dilakukan, namun hal itu tidak dihiraukan lagi oleh
masyarakat karena mungkin saja telah disusupi oleh berbagai faktor, sehingga
menimbulkan suatu ketidakpercayaan masyarakat pada para penguasa dan akibatnya Pancasila
yang dijadikan korban sebagai senjata keuntungan politik, bagi pihak-pihak
tertentu yang sengaja membuat kebutaan bagi para pengikutnya dalam memahami esensi
pancasila serta nasionalisme itu sendiri.
Pancasila dan nasionalisme menjadi tidak wajar jikalau hanya
diperuntungkan bagi segelintir orang yang sarat akan kepentingan semata,
apalagi kalau sudah disusupi oleh kredo pilitik ‘dekatlah dengan penguasa’ maka
nasionalisme dan sikap pancasilaismu akan terjamin.
Namun hebatnya ormas sekarang, menjadikan kedekatan mereka
dengan penguasa sebagai tiket untuk berlaku brutal untuk mencap berbagai pihak ‘aku
NKRI sedangkan mereka tidak’.
Hal inilah yang
penulis sebut sebagai bingkai pancasila dan nasinalisme buta. Ini
merupakan ancaman serius bagi negara yang menganut sistem demokrasi murni. Karena
negara demokrasi tidak boleh ada yang namanya karakter monarki tersembunyi
terjadi didalamnya.
Fakta pancasilais dan sikap NKRI saat ini, seakan-akan
dijadikan lisensi bagi penguasa. Karena mungkin saja hal ini kita diharuskan membuktikan
nasiolisme, NKRI-an serta sikap pancasilais kita, sebagaimana organisasi ‘Fundementalis
Pancasila’ yang berlaku bak manusia minim pengatahuan, mengedepankan perilaku
yang tak senono, dengan berani mengatakan NKRI harga mati.
Akhir kata buktikan anda NKRI dan nasionalisme tetapi tidak dengan
cara buta.
Penulis : Hikmah,
S.H. (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Pembaharuan Hukum Pidana,
Universitas Diponegoro Semarang)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini