Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 23 November 2018 |
Oleh:
Rhoni Rodin, M.Hum
KalbarOnline,
Sosbud – Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang
kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyatakan bahwa
kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan.
Berdasarkan studi ‘Most Littered Nation In
the World’ yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret
2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat membaca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand
(59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk
mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Kenyataan itu, menurut Anies, menunjukkan
Indonesia masih sangat minim memanfaatkan infrastruktur. Jadi, menurut dia,
indikator sukses tumbuhnya minat membaca tak selalu dilihat dari berapa banyak
perpustakaan, buku dan mobil perpustakaan keliling.
Lebih lanjut, penggagas gerakan ‘Indonesia
Mengajar’ itu menilai agar membaca bisa menjadi budaya perlu beberapa tahapan.
Pertama mengajarkan anak membaca, lalu membiasakan anak membaca hingga menjadi
karakter, setelah itu barulah menjadi budaya.
Minat
dan Motivasi Membaca
Minat baca sangat dipengaruhi oleh
motivasi. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan.
Rendahnya minat baca berarti rendahnya motivasi anak untuk membaca. Motivasi
tersebut dapat berupa motivasi intrinsik maupun motivasi ekstriksik.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan
penulis selama bertahun-tahun, penulis mengidentifikasikan beberapa hal yang
secara dominan berpengaruh terhadap rendahnya minat baca siswa.
Pertama, membaca belum menjadi kebutuhan. Kegiatan membaca rupanya belum
menjadi kebutuhan bagi siswa. Mereka beranggapan tanpa membaca pun meraka tidak
mengalami kendala yang berarti. Keadaan ini dipengaruhi oleh kenyataan hidup
sehari-hari bahwa mereka jarang dihadapkan pada keharusan membaca untuk
mengatasi suatu masalah.
Kedua, Pengaruh media elektronik. Derasnya arus globalisasi informasi
melalui media masa elektronik juga andil terhadap rendahnya minat baca siswa.
Anak tidak harus membaca untuk memperoleh informasi yang diinginkan. Dengan
menyetel televisi anak dengan mudah memperoleh informasi menarik yang
disuguhkan. Bahkan mereka dengan leluasa bisa memilih informasi apa saja yang
diinginkan.
Ketiga, ketersediaan bahan bacaan di Sekolah. Minimnnya bacaan yang ada di
madrasah baik dari segi jumlah maupun mutu sangat berpengaruh terhadap minat
baca siswa. Hampir di setiap sekolah, apalagi sekolah di bawah lingkungan
Departemen Agama kondisi ini sangat memprihatinkan. Perpustakaan sekolah hanya
penuh dengan buku-buku paket, yang menumpuk dari tahun ke tahun.
Tapi buku-buku yang menjadi minat siswa
justru tidak tersedia. Novel-novel remaja, majalah-majalah remaja, atau
bacaan-bacaan pengetahuan populer justru hampir tidak tersedia. Padahal, siswa
yang masih dalam usia remaja sangat membutuhkan bacaan-bacaan yang sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
Keempat, kurangnya keteladanan membaca dari guru. Adalah suatu hal yang
ironis, bila guru senantiasa menuntut siswa-siswinya untuk rajin membaca,
sementara beliau sendiri tidak rajin membaca. Keteladanan guru dalam kegemaran
membaca sangat besar pengaruhnya terhadap kebiasaan membaca siswa. Apalagi di
sekolah dasar, guru benar-benar menjadi figur sentral. Kebiasaan membaca guru
akan sangat mempengaruhi minat baca siswa.
Kelima, budaya membaca dalam keluarga belum tumbuh. Kondisi ini biasanya
dilatarbelakangi oleh sebagian besar siswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu. Rata-rata pekerjaan orang tua mereka mempunyai pekerjaan bertani dan
buruh.
Kesadaran untuk membeli buku atau
berlangganan koran belum ada. Jangankan untuk berlangganan koran, untuk
kebutuhan hidup sehari-hari saja cukup susah. Sehingga bagi mereka, buku bacaan
atau berlanggganan koran adalah suatu hal yang elite. Hal ini berdampak pada
kebiasaan membaca di kalangan mereka belum kuat.
Menumbuhkan
Minat Baca Siswa
Guru adalah sosok yang paling bertanggung
jawab untuk menumbuhkan minat baca siswa. Oleh karena itu guru harus mencari
upaya untuk menumbuhkan minat baca siswanya. Menumbuhkan minat baca berarti menumbuhkan
motivasi siswa untuk membaca. Untuk itu guru hendaknya menempuh upaya-upaya
sebagai berikut:
Sebelum berbicara lebih lanjut, terlebih
dahulu penulis ingin menguraikan sekilas mengenai teori kebutuhan Maslow.
Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengandung unsur bertingkat atau
memiliki hierarkhi dari kebutuhan yang rendah sampai yang prioritas tinggi.
Kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis seperti makan,
minum dan pakaian. Apabila kebutuhan menduduki hierarkhi yang tertinggi dan
kebutuhan yang lain menduduki hierarkhi rendah.
Kebutuhan fisiologis (The physiological
needs) adalah kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan
dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan papan tempat berteduh.
Kebutuhan rasa aman (The safety needs) adalah kebutuhan atas perlindungan dari
gangguan fihak lain baik yang berasal dari manusia lain maupun dari makhluk
lain seperti binatang buas dan sebagainya.
Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa
pemilikan alat-alat perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat
tanda bahaya, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan
fisiologis terpenuhi. Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa
aman terpenuhi maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan akan
dicintai (The love needs).
Kebutuhan yang bersifat sosial ini adalah
berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota masyarakat yang
lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta kasih, rasa
diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan, rasa berteman atau
bekerja sama.
Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah
terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan
penghargaan (The esteem needs). Kebutuhan ini dapat berupa tuntutan atau
keinginan untuk diakui sebagai siswa yang baik,rajin, berprestasi dan
sebagainya.
Kebutuhan pada urutan terakhir adalah
kebutuhan atas aktualisasi diri (The needs for self actualization) yaitu suatu
kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan
seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum bahwa hasil
karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang lain.
Dari beberapa urutan kebutuhan manusia
tersebut di atas apabila kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka
kebutuhan tingkat berikutnya menjadi dominan dan kebutuhan yang lain akan
menjadi kurang dominan atau pada hierarkhi yang rendah.
Berdasarkan teori kebutuhan tadi
selanjutnya guru dapat mengimplementasikan teori tersebut untuk menumbuhkan
minat baca siswa. Tugas guru adalah menjadikan membaca sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan siswa kebutuhan siswa. Berbagai tugas bisa diberikan pada
siswa pada siswa sehingga dengan membaca siswa memjadi terpenuhi kebutuhannya. Secara
lebih rinci adalah sebagai berikut.
Pertama, Membaca untuk menimbulkan rasa cinta dan dicintai. Mencintai dan
dicintai adalah kebutuhan dasar ketiga. Siswa butuh dicintai selain mencintai.
Guru hendaknya mampu memanipulasi kegiatan membaca untuk menanamkan rasa cinta.
Guru mencintai siswa yang rajin membaca.
Dan mengajarkan rasa cinta itu pada siswanya. Anak yang rajin membaca akan
dicintai oleh guru dan teman-temannya. Wujudkan rasa cinta itu secara tulus,
dengan memberikan pujian pada anak yang rajin membaca.
Kedua, Membaca untuk menumbuhkan rasa dihargai. Kegiatan membaca bisa
juga dijadikan alat untuk menumbuhkan harga diri. Guru memberikan tugas membaca
pada siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, guru
dapat menyebutkan beberapa buku yang harus dibaca oleh siswa, kemudian siswa
menceritakan kembali isi buku itu dalam beberapa kalimat.
Guru memberikan penghargaan kepada siswa
yang membaca buku dengan rajin dan mengerjakan tugas yang diberikan.
Penghargaan yang tulus dan spontan dari guru akan menguatkan motivasi siswa
untuk membaca.
Secara tidak langsung, guru dapat
memberikan tugas pada anak yang tugas itu terkait dengan bebeberapa buku.
Sehingga siswa harus membaca beberapa buku tersebut. Setelah selesai, guru
memberikan penghargaan yang tulus dan spontan pada anak yang telah mengerjakan
tugas dengan baik. Penghargaan dari guru ini akan menjadi motivasi yang kaut
bagi anak untuk rajin membaca.
Ketiga, Membaca untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Setiap orang
mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri. Ini adalah kebutuhan dasar yang
paling puncak setelah segala kebutuhan dasar lainnya terpenuhi. Guru hendaknya
mampu memanipulasi kegiatan membaca sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri.
Banyak cara yang bisa dilakukan guru dalam
hal ini, misalnya: Guru memfasilitasi terbitnya majalah dinding. Siswa sangat
dianjurkan untuk menampilkan karya-karyanya di mading tersebut. Maka siswa akan
berusaha menulis dan untuk bisa menulis dengan baik, mau tidak mau siswa harus
membaca. Lama-kelamaan siswa terbiasa membaca karena ingin menulis di mading.
Selain mading, guru dapat pula memfasilitasi penerbitan buletin sekolah.
Agar tujuan ini tercapai secara maksimal
tentunya harus didukung oleh sarana perpustakaan. Perpustakaan hendaknya
menyediakan buku-buku yang relevan dengan tingakat perkembangan dan minat
siswa. Kalau perlu, guru mencari data mengenai buku-buku apa saja yang diminati
oleh siswa. Atau guru memberi tugas untuk membaca beberapa buku, dan siswa
diminta untuk membuat resensi buku tersebut.
Dengan begitu siswa mengaktualisasikan
dirinya lewat karya tulis berupa resensi tadi. Pemberian unpan balik dari guru
sangat diperlukan dalam hal ini karena siswa akan merasa karya tulisnya
memperoleh penghargaan. Lebih baik lagi bila guru menyelenggarakan kompetisi.
Semakin sering siswa membuat karya tulis maka akan semakin banyak ia membaca
buku.
Lama-kelamaan akan tumbuh minat baca di
kalangan mereka. Apresiasi yang optimal dari guru akan sangat meningkatkan
motivasi siswa dalam berkarya. Bisa juga guru menyelenggarakan lomba membaca
buku, untuk tingkat kelas maupun antarkelas secara rutin. Peserta diminta untuk
membaca buku-buku tertentu kemudian membuat ringkasan buku tersebut.
Setelah itu peserta diminta untuk
menceritakan isi buku tersebut di depan peserta lainnya. Sebenarnya, lomba
semacam ini sering diselenggarakan oleh perpustakaan daerah. Dengan lomba ini
akan terpupuk minat membaca buku. Lama kelamaan kebiasaan membaca buku akan
mengakar tidak hanya sebatas untuk lomba saja.
Semoga tulisan sederhana ini bisa menggugah
kita untuk menumbuhkan minat baca anak-anak kita di zaman sekarang ini.
Sekarang ini kita lebih betah membaca FB dan WA ketimbang membaca buku, apalagi
ketika bukunya agak tebal halamannya, tentunya akan membuat kita makin malas
untuk membukanya, apalagi membacanya. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat
dan menggugah hati kita semua akan pentingnya membaca.
*)
Penulis adalah Dosen Luar Biasa Ilmu Perpustakaan UIN RF Palembang dan IAIN
Curup. Tutor Jurusan Ilmu Perpustakaan UT UPBJJ Palembang. Information Worker
and Librarian at STAIN Curup. Alumnus Universitas Indonesia.
Oleh:
Rhoni Rodin, M.Hum
KalbarOnline,
Sosbud – Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang
kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyatakan bahwa
kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan.
Berdasarkan studi ‘Most Littered Nation In
the World’ yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret
2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat membaca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand
(59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk
mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Kenyataan itu, menurut Anies, menunjukkan
Indonesia masih sangat minim memanfaatkan infrastruktur. Jadi, menurut dia,
indikator sukses tumbuhnya minat membaca tak selalu dilihat dari berapa banyak
perpustakaan, buku dan mobil perpustakaan keliling.
Lebih lanjut, penggagas gerakan ‘Indonesia
Mengajar’ itu menilai agar membaca bisa menjadi budaya perlu beberapa tahapan.
Pertama mengajarkan anak membaca, lalu membiasakan anak membaca hingga menjadi
karakter, setelah itu barulah menjadi budaya.
Minat
dan Motivasi Membaca
Minat baca sangat dipengaruhi oleh
motivasi. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan.
Rendahnya minat baca berarti rendahnya motivasi anak untuk membaca. Motivasi
tersebut dapat berupa motivasi intrinsik maupun motivasi ekstriksik.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan
penulis selama bertahun-tahun, penulis mengidentifikasikan beberapa hal yang
secara dominan berpengaruh terhadap rendahnya minat baca siswa.
Pertama, membaca belum menjadi kebutuhan. Kegiatan membaca rupanya belum
menjadi kebutuhan bagi siswa. Mereka beranggapan tanpa membaca pun meraka tidak
mengalami kendala yang berarti. Keadaan ini dipengaruhi oleh kenyataan hidup
sehari-hari bahwa mereka jarang dihadapkan pada keharusan membaca untuk
mengatasi suatu masalah.
Kedua, Pengaruh media elektronik. Derasnya arus globalisasi informasi
melalui media masa elektronik juga andil terhadap rendahnya minat baca siswa.
Anak tidak harus membaca untuk memperoleh informasi yang diinginkan. Dengan
menyetel televisi anak dengan mudah memperoleh informasi menarik yang
disuguhkan. Bahkan mereka dengan leluasa bisa memilih informasi apa saja yang
diinginkan.
Ketiga, ketersediaan bahan bacaan di Sekolah. Minimnnya bacaan yang ada di
madrasah baik dari segi jumlah maupun mutu sangat berpengaruh terhadap minat
baca siswa. Hampir di setiap sekolah, apalagi sekolah di bawah lingkungan
Departemen Agama kondisi ini sangat memprihatinkan. Perpustakaan sekolah hanya
penuh dengan buku-buku paket, yang menumpuk dari tahun ke tahun.
Tapi buku-buku yang menjadi minat siswa
justru tidak tersedia. Novel-novel remaja, majalah-majalah remaja, atau
bacaan-bacaan pengetahuan populer justru hampir tidak tersedia. Padahal, siswa
yang masih dalam usia remaja sangat membutuhkan bacaan-bacaan yang sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
Keempat, kurangnya keteladanan membaca dari guru. Adalah suatu hal yang
ironis, bila guru senantiasa menuntut siswa-siswinya untuk rajin membaca,
sementara beliau sendiri tidak rajin membaca. Keteladanan guru dalam kegemaran
membaca sangat besar pengaruhnya terhadap kebiasaan membaca siswa. Apalagi di
sekolah dasar, guru benar-benar menjadi figur sentral. Kebiasaan membaca guru
akan sangat mempengaruhi minat baca siswa.
Kelima, budaya membaca dalam keluarga belum tumbuh. Kondisi ini biasanya
dilatarbelakangi oleh sebagian besar siswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu. Rata-rata pekerjaan orang tua mereka mempunyai pekerjaan bertani dan
buruh.
Kesadaran untuk membeli buku atau
berlangganan koran belum ada. Jangankan untuk berlangganan koran, untuk
kebutuhan hidup sehari-hari saja cukup susah. Sehingga bagi mereka, buku bacaan
atau berlanggganan koran adalah suatu hal yang elite. Hal ini berdampak pada
kebiasaan membaca di kalangan mereka belum kuat.
Menumbuhkan
Minat Baca Siswa
Guru adalah sosok yang paling bertanggung
jawab untuk menumbuhkan minat baca siswa. Oleh karena itu guru harus mencari
upaya untuk menumbuhkan minat baca siswanya. Menumbuhkan minat baca berarti menumbuhkan
motivasi siswa untuk membaca. Untuk itu guru hendaknya menempuh upaya-upaya
sebagai berikut:
Sebelum berbicara lebih lanjut, terlebih
dahulu penulis ingin menguraikan sekilas mengenai teori kebutuhan Maslow.
Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengandung unsur bertingkat atau
memiliki hierarkhi dari kebutuhan yang rendah sampai yang prioritas tinggi.
Kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis seperti makan,
minum dan pakaian. Apabila kebutuhan menduduki hierarkhi yang tertinggi dan
kebutuhan yang lain menduduki hierarkhi rendah.
Kebutuhan fisiologis (The physiological
needs) adalah kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan
dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan papan tempat berteduh.
Kebutuhan rasa aman (The safety needs) adalah kebutuhan atas perlindungan dari
gangguan fihak lain baik yang berasal dari manusia lain maupun dari makhluk
lain seperti binatang buas dan sebagainya.
Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa
pemilikan alat-alat perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat
tanda bahaya, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan
fisiologis terpenuhi. Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa
aman terpenuhi maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan akan
dicintai (The love needs).
Kebutuhan yang bersifat sosial ini adalah
berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota masyarakat yang
lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta kasih, rasa
diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan, rasa berteman atau
bekerja sama.
Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah
terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan
penghargaan (The esteem needs). Kebutuhan ini dapat berupa tuntutan atau
keinginan untuk diakui sebagai siswa yang baik,rajin, berprestasi dan
sebagainya.
Kebutuhan pada urutan terakhir adalah
kebutuhan atas aktualisasi diri (The needs for self actualization) yaitu suatu
kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan
seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum bahwa hasil
karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang lain.
Dari beberapa urutan kebutuhan manusia
tersebut di atas apabila kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka
kebutuhan tingkat berikutnya menjadi dominan dan kebutuhan yang lain akan
menjadi kurang dominan atau pada hierarkhi yang rendah.
Berdasarkan teori kebutuhan tadi
selanjutnya guru dapat mengimplementasikan teori tersebut untuk menumbuhkan
minat baca siswa. Tugas guru adalah menjadikan membaca sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan siswa kebutuhan siswa. Berbagai tugas bisa diberikan pada
siswa pada siswa sehingga dengan membaca siswa memjadi terpenuhi kebutuhannya. Secara
lebih rinci adalah sebagai berikut.
Pertama, Membaca untuk menimbulkan rasa cinta dan dicintai. Mencintai dan
dicintai adalah kebutuhan dasar ketiga. Siswa butuh dicintai selain mencintai.
Guru hendaknya mampu memanipulasi kegiatan membaca untuk menanamkan rasa cinta.
Guru mencintai siswa yang rajin membaca.
Dan mengajarkan rasa cinta itu pada siswanya. Anak yang rajin membaca akan
dicintai oleh guru dan teman-temannya. Wujudkan rasa cinta itu secara tulus,
dengan memberikan pujian pada anak yang rajin membaca.
Kedua, Membaca untuk menumbuhkan rasa dihargai. Kegiatan membaca bisa
juga dijadikan alat untuk menumbuhkan harga diri. Guru memberikan tugas membaca
pada siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, guru
dapat menyebutkan beberapa buku yang harus dibaca oleh siswa, kemudian siswa
menceritakan kembali isi buku itu dalam beberapa kalimat.
Guru memberikan penghargaan kepada siswa
yang membaca buku dengan rajin dan mengerjakan tugas yang diberikan.
Penghargaan yang tulus dan spontan dari guru akan menguatkan motivasi siswa
untuk membaca.
Secara tidak langsung, guru dapat
memberikan tugas pada anak yang tugas itu terkait dengan bebeberapa buku.
Sehingga siswa harus membaca beberapa buku tersebut. Setelah selesai, guru
memberikan penghargaan yang tulus dan spontan pada anak yang telah mengerjakan
tugas dengan baik. Penghargaan dari guru ini akan menjadi motivasi yang kaut
bagi anak untuk rajin membaca.
Ketiga, Membaca untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Setiap orang
mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri. Ini adalah kebutuhan dasar yang
paling puncak setelah segala kebutuhan dasar lainnya terpenuhi. Guru hendaknya
mampu memanipulasi kegiatan membaca sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri.
Banyak cara yang bisa dilakukan guru dalam
hal ini, misalnya: Guru memfasilitasi terbitnya majalah dinding. Siswa sangat
dianjurkan untuk menampilkan karya-karyanya di mading tersebut. Maka siswa akan
berusaha menulis dan untuk bisa menulis dengan baik, mau tidak mau siswa harus
membaca. Lama-kelamaan siswa terbiasa membaca karena ingin menulis di mading.
Selain mading, guru dapat pula memfasilitasi penerbitan buletin sekolah.
Agar tujuan ini tercapai secara maksimal
tentunya harus didukung oleh sarana perpustakaan. Perpustakaan hendaknya
menyediakan buku-buku yang relevan dengan tingakat perkembangan dan minat
siswa. Kalau perlu, guru mencari data mengenai buku-buku apa saja yang diminati
oleh siswa. Atau guru memberi tugas untuk membaca beberapa buku, dan siswa
diminta untuk membuat resensi buku tersebut.
Dengan begitu siswa mengaktualisasikan
dirinya lewat karya tulis berupa resensi tadi. Pemberian unpan balik dari guru
sangat diperlukan dalam hal ini karena siswa akan merasa karya tulisnya
memperoleh penghargaan. Lebih baik lagi bila guru menyelenggarakan kompetisi.
Semakin sering siswa membuat karya tulis maka akan semakin banyak ia membaca
buku.
Lama-kelamaan akan tumbuh minat baca di
kalangan mereka. Apresiasi yang optimal dari guru akan sangat meningkatkan
motivasi siswa dalam berkarya. Bisa juga guru menyelenggarakan lomba membaca
buku, untuk tingkat kelas maupun antarkelas secara rutin. Peserta diminta untuk
membaca buku-buku tertentu kemudian membuat ringkasan buku tersebut.
Setelah itu peserta diminta untuk
menceritakan isi buku tersebut di depan peserta lainnya. Sebenarnya, lomba
semacam ini sering diselenggarakan oleh perpustakaan daerah. Dengan lomba ini
akan terpupuk minat membaca buku. Lama kelamaan kebiasaan membaca buku akan
mengakar tidak hanya sebatas untuk lomba saja.
Semoga tulisan sederhana ini bisa menggugah
kita untuk menumbuhkan minat baca anak-anak kita di zaman sekarang ini.
Sekarang ini kita lebih betah membaca FB dan WA ketimbang membaca buku, apalagi
ketika bukunya agak tebal halamannya, tentunya akan membuat kita makin malas
untuk membukanya, apalagi membacanya. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat
dan menggugah hati kita semua akan pentingnya membaca.
*)
Penulis adalah Dosen Luar Biasa Ilmu Perpustakaan UIN RF Palembang dan IAIN
Curup. Tutor Jurusan Ilmu Perpustakaan UT UPBJJ Palembang. Information Worker
and Librarian at STAIN Curup. Alumnus Universitas Indonesia.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini