KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menegaskan kembali komitmennya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik selama lima tahun memimpin Kalbar.
Salah satunya melalui reformasi birokrasi sebagai dasar untuk menata kembali sumber daya manusia (SDM) aparatur sipil negara (ASN) dalam mengisi jabatan-jabatan pada struktur organisasi yang sesuai dengan kualifikasi dan kompetensinya.
Tak hanya itu, baru-baru ini Sutarmidji juga menegaskan bahwa dirinya secara resmi telah menginstruksikan jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menghentikan rekrutmen honorer atau tenaga kontrak.
Selain sebagai upaya efisiensi dan penertiban tenaga-tenaga kontrak yang telah direkrut pada tahun-tahun sebelumnya, kebijakan ini diambil mengingat tenaga kontrak di lingkungan Pemprov Kalbar sudah mencapai 1.612 orang (belum termasuk guru dengan jumlah 655 orang).
Ribuan tenaga kontrak tersebut sampai saat ini masih bekerja pada perangkat daerah di lingkungan Pemprov Kalbar.
“Stop tenaga kontrak, bukan tidak boleh tapi salah dalam penerapannya. Contoh, cleaning service itu harusnya kita kontrak dengan perusahaan bukan dengan perorangan. Nah salahnya disini itu dikontrak antara yang bersangkutan dengan Kepala SKPD,” tegasnya.
Harusnya, lanjut dia, melalui tender oleh perusahaan yang bergerak di bidang cleaning service atau perusahaan penyedia tenaga kerja (outsourcing) dengan Pemprov Kalbar.
“Harusnya perusahaan yang bergerak di bidang cleaning service. Kita tender, ajukan ke perusahaan yang menang. Itu baru betul. Demikian juga dengan tenaga keamanan,” lanjutnya.
Kemudian, dirinya juga menyoroti masih didapatinya tenaga honor K2 yang dijadikan sebagai tenaga kontrak. Dirinya menegaskan bahwa tenaga honor K2 tidak boleh dijadikan sebagai tenaga kontrak.
“Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 mereka itu tetap K2 dan perlakuannya khusus. Bahkan gaji 13 dan 14, mereka harus dapat. Tapi kalau kontrak tidak boleh,” ujarnya.
“Saya minta ini ditertibkan, tidak boleh menambah. Karena jumlahnya sudah banyak sekitar 1600an atau sekitar 25 persen dari jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Pemprov Kalbar itu tenaga kontrak,” timpalnya.
Orang nomor satu di Bumi Tanjungpura ini menegaskan diterbitkannya kebijakan menghentikan rekrutmen tenaga kontrak lantaran dirinya menilai ada akibat hukum yang dapat ditimbulkan.
“Misalnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tenaga kontrak Satpol PP tidak menggunakan atribut Satpol PP. Karena penegak perda itu harus PNS. Kalau orang yang paham hukum, ketika petugas Pol PP yang melakukan razia itu bukan PNS maka orang yang dirazia bisa menolak. Kemudian, ketika diajukan ke pengadilan dan ditangkap oleh petugas Satpol PP yang bukan PNS, itu juga bisa ditolak. Itu masalahnya, mempertimbangkan akibat hukum yang ditimbulkan,” tegasnya.
Sama halnya dengan yang terjadi di Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD).
“Misalnya tenaga kontrak di BPKPD melakukan razia atau dimasukkan dalam tim, itu juga bisa menimbulkan akibat hukum. Itu tidak boleh, karena itu bagian dari penegakan hukum. Nah, penegakan hukum itu yang memiliki otoritas adalah ASN/PNS,” tegasnya.
Hal-hal seperti inilah, kata dia, yang harus dikembalikan sesuai dengan aturan yang benar.
Bakal Non-Jobkan SKPD yang Masih Rekrut Tenaga Kontrak
Kebijakan ini juga ditegaskan Midji diterapkan di seluruh jajaran Pemprov Kalbar. Untuk itu, dirinya mewarning SKPD di lingkungan Pemprov Kalbar agar patuh terhadap kebijakan tersebut.
“Kalau ada SKPD yang masih menyimpangi surat yang saya berikan. Saya pastikan yang bersangkutan akan saya non-jobkan,” tegasnya.
Kebijakan ini juga, kata dia, berlaku untuk semua formasi di lingkungan Pemprov Kalbar, termasuk tenaga guru dan kesehatan.
“Semuanya tak boleh. Intinya di jajaran Pemerintah Provinsi Kalbar, tidak boleh. Kita masih mau lihat model Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Nanti Januari katanya akan ada P3K. Bentuknya bagaimana kita belum tahu, masih menunggu teknisnya,” tukasnya.
Mantan Wali Kota Pontianak ini turut menyinggung ASN di jajaran Pemerintah Kota Pontianak, sekalipun dengan jumlah SDM sangat minim tapi mampu melahirkan prestasi yang maksimal.
Kembali menyoal tenaga kontrak, dirinya akan melakukan evaluasi, ditegaskan dia, bukan diputus kontrak atau sebagainya.
“Akan dievaluasi. Misalnya yang tak masuk kerje, yang terima gaji butak, berhentikan. Tapi, jangan juga tenaga kontrak jadi ‘umpan aler’ atau dionte,” tukasnya dengan logat Melayu kental.
Ia pun mengaku bahwa dirinya bersama Ria Norsan selalu kepala daerah terpilih ketika hendak memperbaiki atau mengembalikan tata kelola sesuai aturan, ada yang merasa berat atau terbebani.
“Karena yang merasa berat itu selama ini anak-anak honor dan kontrak yang disuruh bekerja. ASN-nya selama ini nonton-nonton saja. Sekarang kita tuntut mereka (ASN), kalau ada yang merasa terbebani, keluar saja dari PNS,” tegasnya.
Kembali ia pertegas bahwa kebijakan menghentikan perekrutan tenaga kontrak ini dilakukan untuk mengembalikan tata kelola pemerintahan sesuai aturan.
“Bukan tidak boleh. Saya minta stop karena ada yang salah dalam penerapannya selama ini. Akan kita tertibkan dulu,” pungkasnya. (Fat)
Comment