Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 10 Februari 2019 |
Oleh : Affriza, SH
KalbarOnline,
Opini – Tahun
2019 akan menjadi salah satu cacatan sejarah baru bagi demokrasi Indonesia, untuk
pertama kalinya pemilihan umum dilakukan serentak. Pemilihan Presiden/Wakil
Presiden dan anggota legislatif dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat pusat akan
dilaksanakan secara bersamaan pada tanggal 17 April 2019 mendatang.
Pelaksanaan
pemilu serentak didasarkan pada putusan MK No 14/PUU-XI/2013 yang
dimohonkan Effendi Gazali bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil. Dalam putusannya, MK membatalkan
Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU
Nomor
42 tahun 2008 tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur tentang pelaksanaan Pilpres
tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak.
Namun,
pelaksaaan pemilu serentak secara murni baru bisa dilaksanakan pada tahun 2019 ini, dikarenakan
keluarnya putusan MK
pada saat itu sudah mendekati waktu pelaksanaan, sehingga Majelis MK dalam amar
putusannya menegaskan ketentuan pelaksaan pemilu serentak tersersebut tidak
serta merta dilaksanakan pada pemilu 2014, melainkan pada tahun 2019.
Pelaksaan
pemilu serentak 2019 terhitung dari sekarang sudah kurang dari 3 bulan. Hampir
di seluruh
wilayah Indonesia seluruh calon legislatif DPR maupun DPD bahkan calon Presiden
dan Wakil Presiden masing-masing sudah ‘mengangkat senjata’ mempersiapkan diri masuk
dalam ‘arena
pertarungan’.
Tidak
terkecuali senator handal dari Kalbar, Oesman Sapta Odang atau yang biasa disapa OSO. Berbeda dengan calon-calon lainnya, jika calon lain sudah masuk dalam arena perang
di lingkungan masyarakat atau konstituen dan bertarung dengan caleg-caleg yang lain,
Senator handal Kalbar tersebut masih bertarung dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pertarungan
OSO
dengan KPU bermula saat Mahkamah
Konstitusi memutuskan calon anggota DPD dilarang rangkap jabatan dengan
pengurus Parpol, yang ditindaklanjuti oleh KPU dengan mengeluarkan peraturan
KPU nomor 7 tahun 2017, sehingga nama
Oesman Sapta Odang tidak dapat dimasukkan di dalam daftar calon
tetap (DCT) dikarenakan masih tercatat
sebagai Ketua Umum Partai.
Bukan
tanpa perlawanan, OSO sempat menggugat dengan melaporkan KPU ke Bawaslu terkait
dugaan pelanggaran administrasi pemilu mengenai syarat anggota calon DPD.
Namun, dalam putusan sidang ajudikasi, Bawaslu memutuskan KPU tidak melanggar
administrasi.
Tak menyerah
sampai disitu saja, OSO kemudian mengajukan gugatan uji materi terkait PKPU No
26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu DPD RI ke Mahkamah Agung
(MA).
Dalam
putusannya, MA mengabulkan permohonan uji materi tersebut dan memutuskan bahwa
Pemilu 2019 bisa diikuti aggota DPD yang juga pengurus partai politik. Selain
mengajukan permohonan uji materi ke MA, OSO juga menempuh upaya hukum lain
yakni dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.
Senada
dengan Putusan MA, PTUN Jakarta memerintahkan KPU untuk memasukkan nama Oesman
Sapta Odang sebagai calon DPD pada Pileg 2019. Namun, harapan OSO untuk kembali
berlaga dalam pertarungan merebutkan kursi DPD RI tampaknya akan kandas. Pasalnya, KPU masih bersikukuh terhadap
putusan Mahkamah Konstitusi No 30/PUU-XVI/2018 yang melarang anggota Parpol
rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Walaupun
dalam Surat KPU No 60/PL.0.1.4 SD/03/KPU/i/2019, KPU telah memberikan toleransi
kepada OSO untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya dari partai hingga
tanggal 22 Januari 2019. OSO tetap menolak untuk keluar dari partai yang saat
ini di pimpinnya tersebut.
Tidak
dimasukkannya nama OSO dalam
Daftar Tetap Calon (DCT) memastikan bahwa senator asal Kalbar tersebut tidak akan menduduki
kembali kursi sebagai Senator di DPD RI di periode mendatang.
Track
Record OSO di DPD RI tentu tak bisa diragukan dan dipandang sebelah mata, OSO mampu
mengambil peran dan kedudukan yang strategis di DPD maupun di MPR RI. Jabatan
OSO sebagai Ketua di DPD RI dan Wakil Ketua di MPR RI adalah bukti bahwa OSO
mampu memainkan bergaining positionnya sebagai perwakilan dari Kalbar.
Dengan
tidak memungkinkannya OSO menjadi senator perwakilan Kalbar di periode mendatang, maka
tidak salah jika masyarakat Kalbar berharap dan sembari menuntut senator-senator Kalbar terpilih di periode mendatang
untuk bisa menggantikan sosok OSO bahkan lebih dari OSO.
*) Penulis adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas
Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta (Pemuda Ketapang)
Oleh : Affriza, SH
KalbarOnline,
Opini – Tahun
2019 akan menjadi salah satu cacatan sejarah baru bagi demokrasi Indonesia, untuk
pertama kalinya pemilihan umum dilakukan serentak. Pemilihan Presiden/Wakil
Presiden dan anggota legislatif dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat pusat akan
dilaksanakan secara bersamaan pada tanggal 17 April 2019 mendatang.
Pelaksanaan
pemilu serentak didasarkan pada putusan MK No 14/PUU-XI/2013 yang
dimohonkan Effendi Gazali bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil. Dalam putusannya, MK membatalkan
Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU
Nomor
42 tahun 2008 tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur tentang pelaksanaan Pilpres
tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak.
Namun,
pelaksaaan pemilu serentak secara murni baru bisa dilaksanakan pada tahun 2019 ini, dikarenakan
keluarnya putusan MK
pada saat itu sudah mendekati waktu pelaksanaan, sehingga Majelis MK dalam amar
putusannya menegaskan ketentuan pelaksaan pemilu serentak tersersebut tidak
serta merta dilaksanakan pada pemilu 2014, melainkan pada tahun 2019.
Pelaksaan
pemilu serentak 2019 terhitung dari sekarang sudah kurang dari 3 bulan. Hampir
di seluruh
wilayah Indonesia seluruh calon legislatif DPR maupun DPD bahkan calon Presiden
dan Wakil Presiden masing-masing sudah ‘mengangkat senjata’ mempersiapkan diri masuk
dalam ‘arena
pertarungan’.
Tidak
terkecuali senator handal dari Kalbar, Oesman Sapta Odang atau yang biasa disapa OSO. Berbeda dengan calon-calon lainnya, jika calon lain sudah masuk dalam arena perang
di lingkungan masyarakat atau konstituen dan bertarung dengan caleg-caleg yang lain,
Senator handal Kalbar tersebut masih bertarung dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pertarungan
OSO
dengan KPU bermula saat Mahkamah
Konstitusi memutuskan calon anggota DPD dilarang rangkap jabatan dengan
pengurus Parpol, yang ditindaklanjuti oleh KPU dengan mengeluarkan peraturan
KPU nomor 7 tahun 2017, sehingga nama
Oesman Sapta Odang tidak dapat dimasukkan di dalam daftar calon
tetap (DCT) dikarenakan masih tercatat
sebagai Ketua Umum Partai.
Bukan
tanpa perlawanan, OSO sempat menggugat dengan melaporkan KPU ke Bawaslu terkait
dugaan pelanggaran administrasi pemilu mengenai syarat anggota calon DPD.
Namun, dalam putusan sidang ajudikasi, Bawaslu memutuskan KPU tidak melanggar
administrasi.
Tak menyerah
sampai disitu saja, OSO kemudian mengajukan gugatan uji materi terkait PKPU No
26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu DPD RI ke Mahkamah Agung
(MA).
Dalam
putusannya, MA mengabulkan permohonan uji materi tersebut dan memutuskan bahwa
Pemilu 2019 bisa diikuti aggota DPD yang juga pengurus partai politik. Selain
mengajukan permohonan uji materi ke MA, OSO juga menempuh upaya hukum lain
yakni dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.
Senada
dengan Putusan MA, PTUN Jakarta memerintahkan KPU untuk memasukkan nama Oesman
Sapta Odang sebagai calon DPD pada Pileg 2019. Namun, harapan OSO untuk kembali
berlaga dalam pertarungan merebutkan kursi DPD RI tampaknya akan kandas. Pasalnya, KPU masih bersikukuh terhadap
putusan Mahkamah Konstitusi No 30/PUU-XVI/2018 yang melarang anggota Parpol
rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Walaupun
dalam Surat KPU No 60/PL.0.1.4 SD/03/KPU/i/2019, KPU telah memberikan toleransi
kepada OSO untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya dari partai hingga
tanggal 22 Januari 2019. OSO tetap menolak untuk keluar dari partai yang saat
ini di pimpinnya tersebut.
Tidak
dimasukkannya nama OSO dalam
Daftar Tetap Calon (DCT) memastikan bahwa senator asal Kalbar tersebut tidak akan menduduki
kembali kursi sebagai Senator di DPD RI di periode mendatang.
Track
Record OSO di DPD RI tentu tak bisa diragukan dan dipandang sebelah mata, OSO mampu
mengambil peran dan kedudukan yang strategis di DPD maupun di MPR RI. Jabatan
OSO sebagai Ketua di DPD RI dan Wakil Ketua di MPR RI adalah bukti bahwa OSO
mampu memainkan bergaining positionnya sebagai perwakilan dari Kalbar.
Dengan
tidak memungkinkannya OSO menjadi senator perwakilan Kalbar di periode mendatang, maka
tidak salah jika masyarakat Kalbar berharap dan sembari menuntut senator-senator Kalbar terpilih di periode mendatang
untuk bisa menggantikan sosok OSO bahkan lebih dari OSO.
*) Penulis adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas
Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta (Pemuda Ketapang)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini