Kolom    

Jalan Terjal OSO Menuju Kursi DPD RI

Oleh : Jauhari Fatria
Minggu, 10 Februari 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Oleh : Affriza, SH

KalbarOnline,

Opini – Tahun

2019 akan menjadi salah satu cacatan sejarah baru bagi demokrasi Indonesia, untuk

pertama kalinya pemilihan umum dilakukan serentak. Pemilihan Presiden/Wakil

Presiden dan anggota legislatif dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat pusat akan

dilaksanakan secara bersamaan pada tanggal 17 April 2019 mendatang.

Pelaksanaan

pemilu serentak didasarkan pada putusan MK No 14/PUU-XI/2013 yang

dimohonkan Effendi Gazali bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil. Dalam putusannya, MK membatalkan

Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU

Nomor

42 tahun 2008 tentang Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur tentang pelaksanaan Pilpres

tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak.

Namun,

pelaksaaan pemilu serentak secara murni baru bisa dilaksanakan pada tahun 2019 ini, dikarenakan

keluarnya putusan MK

pada saat itu sudah mendekati waktu pelaksanaan, sehingga Majelis MK dalam amar

putusannya menegaskan ketentuan pelaksaan pemilu serentak tersersebut tidak

serta merta dilaksanakan pada pemilu 2014, melainkan pada tahun 2019.

Pelaksaan

pemilu serentak 2019 terhitung dari sekarang sudah kurang dari 3 bulan. Hampir

di seluruh

wilayah Indonesia seluruh calon legislatif DPR maupun DPD bahkan calon Presiden

dan Wakil Presiden masing-masing sudah ‘mengangkat senjata’ mempersiapkan diri masuk

dalam ‘arena

pertarungan’.

Tidak

terkecuali senator handal dari Kalbar, Oesman Sapta Odang atau yang biasa disapa OSO. Berbeda dengan calon-calon lainnya, jika calon lain sudah masuk dalam arena perang

di lingkungan masyarakat atau konstituen dan bertarung dengan caleg-caleg yang lain,

Senator handal Kalbar tersebut masih bertarung dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pertarungan

OSO

dengan KPU bermula saat Mahkamah

Konstitusi memutuskan calon anggota DPD dilarang rangkap jabatan dengan

pengurus Parpol, yang ditindaklanjuti oleh KPU dengan mengeluarkan peraturan

KPU nomor 7 tahun 2017, sehingga nama

Oesman Sapta Odang tidak dapat dimasukkan di dalam daftar calon

tetap (DCT) dikarenakan masih tercatat

sebagai Ketua Umum Partai.

Bukan

tanpa perlawanan, OSO sempat menggugat dengan melaporkan KPU ke Bawaslu terkait

dugaan pelanggaran administrasi pemilu mengenai syarat anggota calon DPD.

Namun, dalam putusan sidang ajudikasi, Bawaslu memutuskan KPU tidak melanggar

administrasi.

Tak menyerah

sampai disitu saja, OSO kemudian mengajukan gugatan uji materi terkait PKPU No

26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu DPD RI ke Mahkamah Agung

(MA).

Dalam

putusannya, MA mengabulkan permohonan uji materi tersebut dan memutuskan bahwa

Pemilu 2019 bisa diikuti aggota DPD yang juga pengurus partai politik. Selain

mengajukan permohonan uji materi ke MA, OSO juga menempuh upaya hukum lain

yakni dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

Senada

dengan Putusan MA, PTUN Jakarta memerintahkan KPU untuk memasukkan nama Oesman

Sapta Odang sebagai calon DPD pada Pileg 2019. Namun, harapan OSO untuk kembali

berlaga dalam pertarungan merebutkan kursi DPD RI tampaknya akan kandas. Pasalnya, KPU masih bersikukuh terhadap

putusan Mahkamah Konstitusi No 30/PUU-XVI/2018 yang melarang anggota Parpol

rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Walaupun

dalam Surat KPU No 60/PL.0.1.4 SD/03/KPU/i/2019, KPU telah memberikan toleransi

kepada OSO untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya dari partai hingga

tanggal 22 Januari 2019. OSO tetap menolak untuk keluar dari partai yang saat

ini di pimpinnya tersebut.

Tidak

dimasukkannya nama OSO dalam

Daftar Tetap Calon (DCT) memastikan bahwa senator asal Kalbar tersebut tidak akan menduduki

kembali kursi sebagai Senator di DPD RI di periode mendatang.

Track

Record OSO di DPD RI tentu tak bisa diragukan dan dipandang sebelah mata, OSO mampu

mengambil peran dan kedudukan yang strategis di DPD maupun di MPR RI. Jabatan

OSO sebagai Ketua di DPD RI dan Wakil Ketua di MPR RI adalah bukti bahwa OSO

mampu memainkan bergaining positionnya sebagai perwakilan dari Kalbar.

Dengan

tidak memungkinkannya OSO menjadi senator perwakilan Kalbar di periode mendatang, maka

tidak salah jika masyarakat Kalbar berharap dan sembari menuntut senator-senator Kalbar terpilih di periode mendatang

untuk bisa menggantikan sosok OSO bahkan lebih dari OSO.

*) Penulis adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas

Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta (Pemuda Ketapang)

Artikel Selanjutnya
Perpustakaan dan Era Industri 4.0
Minggu, 10 Februari 2019
Artikel Sebelumnya
Silaturahim dengan Relawan, Meyzar Rakarinda: Saya akan Lakukan Apa yang Dibutuhkan Masyarakat Saat Ini
Minggu, 10 Februari 2019

Berita terkait