Pontianak    

Mengaku Tak Kecewa Soal WDP oleh BPK, Ini Penjelasan Lengkap Gubernur Sutarmidji

Oleh : Jauhari Fatria
Kamis, 30 Mei 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengaku tidak kecewa

terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Kalbar tahun

anggaran 2018 yang mendapat predikat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) oleh

Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Pasalnya, ditegaskan Midji, dirinya tidak terlibat langsung

ketika penyusunan APBD 2018 dan baru dilantik sebagai Gubernur terpilih hasil Pilkada

2018 pada 5 September 2018.

“Tidak WTP, ya sudah lah. Toh, saya tidak terlibat langsung

ketika penyusunan APBD 2018 dan saya kan

dilantik pada September 2018,” ujarnya.

Meski demikian, sebagai Gubernur Sutarmidji mengaku heran

dengan keputusan BPK. Pasalnya, tegas Midji, seluruh hasil audit BPK telah

ditindaklanjuti oleh pihaknya. Bahkan telah dilakukan penyusunan action plan (rencana aksi).

“Hasil audit itu ada 26 temuan. Semuanya sudah kita

tindaklanjuti bahkan action plan-nya

juga sudah waktu pembahasan sama BPK,” jelasnya.

Midji : Tidak WTP Karena

Tidak Ada Perubahan Anggaran

Kemudian, empat hari sebelum tanggal 27 Mei, hari di mana

penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPD, tiba-tiba BPK menyampaikan

tidak bisa WTP karena tidak ada perubahan anggaran.

“Seakan-akan perubahan anggaran itu jadi suatu hal yang

wajib. Kalau memang sudah begitu, kenapa dari awal kita disuruh buat action plan dan sebagainya

begini-begitu. Kalau saye, saye bilang, kenapa tidak diberikan disclaimer karena itu menyalahi aturan,”

tukasnya.

“Sedangkan materiilnya hampir tidak ada, kecuali GOR

(Gelanggang Olahraga),” ucapnya.

Tantang BPK Serahkan

Temuan Penyimpangan Pembangunan GOR ke Aparat Penegak Hukum

Karena itu, secara tegas Midji menantang keberanian BPK untuk

menyerahkan temuan penyimpangan pembangunan GOR ke aparat penegak hukum

lantaran jelas-jelas menyalahi aturan.

“Saye tunggu berani ndak

BPK menyerahkan masalah temuan penyimpangan pembangunan GOR itu yang harusnya ditender

tapi tidak ditender ke aparat penegak hukum. Karena itu jelas menyalahi aturan

yang seharusnya ditender tapi tidak ditender. Saya tunggu keberanian BPK,”

tegasnya.

APBD 2017 dan 2018 Defisit

serta Amburadul

Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini menilai penyusunan

APBD tahun 2018 betul-betul amburadul. Pasalnya, anggaran yang seharusnya

dianggarkan justru tidak dianggarkan.

“Yang jadi pertanyaan saya, ketika penyusunan APBD 2018,

gaji 13 dan 14 itu tidak dianggarkan. Satu rupiah pun tidak dianggarkan. Padahal

pengesahannya November, kenapa tidak dianggarkan. Saya pertanyakan, kenapa Pak

Sekda (M Zeet Hamdy Assovie) sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah

(TAPD) waktu itu tidak memasukkan itu,” imbuhnya.

Bahkan, kata mantan Wali Kota Pontianak ini, APBD tahun 2017

lalu juga mengalami banyak masalah. Hal ini lantaran Pemprov Kalbar saat itu,

ungkap Midji, secara real mengalami defisit

anggaran mencapai Rp165 miliar.

“Silpanya Rp207 miliar. Kewajiban kepada daerah tingkat II (Dana

Bagi Hasil Pajak) itu sebesar Rp172 miliar. Artinya, minus Rp165 miliar. Harusnya

itu digambarkan oleh BPK, tapi tidak digambarkan dan tetap saja WTP. Itu tahun

2017,” jelasnya.

2018 Defisit, Midji

Ambil Langkah-langkah : Batalkan Proyek dan Segera Bayar Hak Daerah Tingkat II

Masalahnya, kata Midji, tahun 2018 terjadi defisit yang

lebih besar. Bahkan, lanjut Midji, Pj Gubernur Kalbar, Dodi Riyadmadji waktu

itu menyebutkan defisit anggaran mencapai Rp691 miliar. Tentu sebagai Gubernur,

Midji harus mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Langkah-langkah yang dilakukan Midji di antaranya membatalkan

sebanyak-banyaknya belanjar modal untuk pembangunan. Kemudian, mengurangi biaya

perjalanan dinas dan melakukan berbagai penghematan. Selain itu, Pemprov juga

melakukan berbagai upaya meningkatkan potensi-potensi pendapatan daerah. Sehingga

APBD 2018 yang semula defisit, mengalami surplus Rp335 miliar dan dana bagi

hasil pajak daerah tingkat II berhasil dibayarkan.

“Langkah pertama itu, membatalkan sebanyak-banyaknya belanja

modal untuk pembangunan. Karena kita harus membayar daerah tingkat II (Dana

Bagi Hasil Pajak),” tegasnya.

Sebab, kata Midji, hak daerah tingkat II dari dua triwulan

tahun 2017 dan dua triwulan di tahun 2018 mencapai Rp600 miliar yang belum

dibayarkan. Dirinya khawatir dengan tidak dibayarkannya Dana Bagi Hasil Pajak

tersebut, 14 daerah tingkat II se-Kalbar kolaps

alias gagal bayar.

“Kalau dua triwulan tahun 2017 sebesar Rp372 miliar kemudian

dua triwulan tahun 2018 sebesar Rp260 miliar artinya lebih Rp600 miliar hak daerah

tingkat II tidak dibayar, maka 14 daerah tingkat II di Kalbar saya pastikan kolaps atau gagal bayar,” jelasnya lagi.

“Itu masalah sebenarnya. Jadi betul-betul amburadul. Tapi dari

sisi penggunaan, saya pastikan hampir tak ada temuan yang berarti. Kerugian negara

tidak ada. Semuanya sudah dikembalikan, seperti temuan yang Akper dan BOS

terkait administrasi di sekolah,” timpal Midji.

Temuan Akper dan BOS ini diketahui terjadi sebelum Midji

menjabat sebagai Gubernur. Tapi, seperti yang diketahui yang dipersoalkan BPK yakni

tidak adanya perubahan anggaran pada APBD tahun 2018 bukan karena tidak ada

tindak lanjut atas dua temuan tersebut.

Hal itu lantas membuat Midji menjadi bingung. Namun, Midji

tak mempersoalkan hal tersebut. Mengingat BPK memiliki kewenangan, namun,

ditegaskan Midji, hal tersebut seharusnya memiliki standar.

“Itu yang saya bingung. Tapi apapun dilakukan BPK silahkan. Suka-suka

dia jak, dia (BPK) punya kewenangan. Tapi harusnya punya standar,” ujarnya.

Minta Koordinasi

Agar hal membingungkan ini tak terjadi ke depannya, Midji

meminta agar BPK melakukan koordinasi sebelum mengeluarkan predikat opini.

“Kalau mau koordinasi dengan saya, sesuaikanlah waktu saya. Masak saya sudah di Sambas harus kembali

untuk menerima Kepala BPK, kan lucu

juga, nanti balik lagi ke Sambas. Kemudian (kemarin) ada warga demo, masak saya harus terima dia (Kepala BPK)

dulu, tidak terima orang demo. Itu bah masalahnye, lebay amat bah,” tukas

Midji.

Midji juga menegaskan bahwa komunikasi pihaknya dengan BPK sejauh

ini berjalan baik.

“Biasa saja sebenarnya. Dia (BPK) ngundang ke sana, saya

pergi. Cuma, kadang beliau (Kepala BPK) tak mau, sekarang ini koordinasinya

harus Gubernur atau Wakil Gubernur, kalau bukan, (Kepala BPK) tidak mau, kalau (Kepala

BPK) yang lama-lama biasa saja,” tuturnya.

“Saya tidak ada kecewa. Karena saya sudah maksimal. APBD 2018

pun disusun kondisinya tidak ngerti juga saya nyusun APBD seperti itu. Kok gaji 13 dan 14 yang sudah pasti tahu

sebesar Rp114 miliar, satu rupiah pun tidak dianggarkan. Kemudian ada beberapa

yang tidak dianggarkan, kadang melakukan perubahan-perubahan tanpa memberi tahu

dewan, itu salah juga, tapi sudah terbiasa selama ini. Kadang Gubernur pun

tidak tahu BPKPD melakukan itu,” timpalnya.

Perbaiki Sistem Transparansi

Anggaran Secara Total

Ke depan, semuanya, tegas Midji, akan dibuat betul-betul transparan

melalui suatu sistem yang dapat diakses masyarakat.

“Semua akan kita buat transparan. Apapun yang kita buat pada

APBD tahun berjalan, semua masyarakat harus bisa mengakses. Termasuk berapa keuangan

Pemerintah Daerah. Saya akan buat sistem itu,” tegasnya.

Dirinya bahkan menargetkan, sistem transparansi anggaran tersebut

selesai pada tahun 2020.

“Sistem IT kita harus diperbaiki secara total. Sehingga

tidak ada lagi yang disembunyi-bunyikan dari masyarakat. Sehingga masyarakat dapat

mengetahui apa saja yang akan dibangun di daerahnya. Termasuk apa-apa saja yang

akan dibangun di desa-desa. Tidak ada lagi yang boleh diubah-ubah,” pungkasnya.

(Fat)

Artikel Selanjutnya
Pastikan Predikat WDP Bukan Karena Penyimpangan Pengelolaan Keuangan, Pj Sekda Kalbar : 2018 Masa Transisi Pemerintahan
Kamis, 30 Mei 2019
Artikel Sebelumnya
Sidak Pasar, TPID Sebut Harga Relatif Stabil
Kamis, 30 Mei 2019

Berita terkait