Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 30 Mei 2019 |
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengaku tidak kecewa
terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Kalbar tahun
anggaran 2018 yang mendapat predikat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) oleh
Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Pasalnya, ditegaskan Midji, dirinya tidak terlibat langsung
ketika penyusunan APBD 2018 dan baru dilantik sebagai Gubernur terpilih hasil Pilkada
2018 pada 5 September 2018.
“Tidak WTP, ya sudah lah. Toh, saya tidak terlibat langsung
ketika penyusunan APBD 2018 dan saya kan
dilantik pada September 2018,” ujarnya.
Meski demikian, sebagai Gubernur Sutarmidji mengaku heran
dengan keputusan BPK. Pasalnya, tegas Midji, seluruh hasil audit BPK telah
ditindaklanjuti oleh pihaknya. Bahkan telah dilakukan penyusunan action plan (rencana aksi).
“Hasil audit itu ada 26 temuan. Semuanya sudah kita
tindaklanjuti bahkan action plan-nya
juga sudah waktu pembahasan sama BPK,” jelasnya.
Midji : Tidak WTP Karena
Tidak Ada Perubahan Anggaran
Kemudian, empat hari sebelum tanggal 27 Mei, hari di mana
penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPD, tiba-tiba BPK menyampaikan
tidak bisa WTP karena tidak ada perubahan anggaran.
“Seakan-akan perubahan anggaran itu jadi suatu hal yang
wajib. Kalau memang sudah begitu, kenapa dari awal kita disuruh buat action plan dan sebagainya
begini-begitu. Kalau saye, saye bilang, kenapa tidak diberikan disclaimer karena itu menyalahi aturan,”
tukasnya.
“Sedangkan materiilnya hampir tidak ada, kecuali GOR
(Gelanggang Olahraga),” ucapnya.
Tantang BPK Serahkan
Temuan Penyimpangan Pembangunan GOR ke Aparat Penegak Hukum
Karena itu, secara tegas Midji menantang keberanian BPK untuk
menyerahkan temuan penyimpangan pembangunan GOR ke aparat penegak hukum
lantaran jelas-jelas menyalahi aturan.
“Saye tunggu berani ndak
BPK menyerahkan masalah temuan penyimpangan pembangunan GOR itu yang harusnya ditender
tapi tidak ditender ke aparat penegak hukum. Karena itu jelas menyalahi aturan
yang seharusnya ditender tapi tidak ditender. Saya tunggu keberanian BPK,”
tegasnya.
APBD 2017 dan 2018 Defisit
serta Amburadul
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini menilai penyusunan
APBD tahun 2018 betul-betul amburadul. Pasalnya, anggaran yang seharusnya
dianggarkan justru tidak dianggarkan.
“Yang jadi pertanyaan saya, ketika penyusunan APBD 2018,
gaji 13 dan 14 itu tidak dianggarkan. Satu rupiah pun tidak dianggarkan. Padahal
pengesahannya November, kenapa tidak dianggarkan. Saya pertanyakan, kenapa Pak
Sekda (M Zeet Hamdy Assovie) sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) waktu itu tidak memasukkan itu,” imbuhnya.
Bahkan, kata mantan Wali Kota Pontianak ini, APBD tahun 2017
lalu juga mengalami banyak masalah. Hal ini lantaran Pemprov Kalbar saat itu,
ungkap Midji, secara real mengalami defisit
anggaran mencapai Rp165 miliar.
“Silpanya Rp207 miliar. Kewajiban kepada daerah tingkat II (Dana
Bagi Hasil Pajak) itu sebesar Rp172 miliar. Artinya, minus Rp165 miliar. Harusnya
itu digambarkan oleh BPK, tapi tidak digambarkan dan tetap saja WTP. Itu tahun
2017,” jelasnya.
2018 Defisit, Midji
Ambil Langkah-langkah : Batalkan Proyek dan Segera Bayar Hak Daerah Tingkat II
Masalahnya, kata Midji, tahun 2018 terjadi defisit yang
lebih besar. Bahkan, lanjut Midji, Pj Gubernur Kalbar, Dodi Riyadmadji waktu
itu menyebutkan defisit anggaran mencapai Rp691 miliar. Tentu sebagai Gubernur,
Midji harus mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan Midji di antaranya membatalkan
sebanyak-banyaknya belanjar modal untuk pembangunan. Kemudian, mengurangi biaya
perjalanan dinas dan melakukan berbagai penghematan. Selain itu, Pemprov juga
melakukan berbagai upaya meningkatkan potensi-potensi pendapatan daerah. Sehingga
APBD 2018 yang semula defisit, mengalami surplus Rp335 miliar dan dana bagi
hasil pajak daerah tingkat II berhasil dibayarkan.
“Langkah pertama itu, membatalkan sebanyak-banyaknya belanja
modal untuk pembangunan. Karena kita harus membayar daerah tingkat II (Dana
Bagi Hasil Pajak),” tegasnya.
Sebab, kata Midji, hak daerah tingkat II dari dua triwulan
tahun 2017 dan dua triwulan di tahun 2018 mencapai Rp600 miliar yang belum
dibayarkan. Dirinya khawatir dengan tidak dibayarkannya Dana Bagi Hasil Pajak
tersebut, 14 daerah tingkat II se-Kalbar kolaps
alias gagal bayar.
“Kalau dua triwulan tahun 2017 sebesar Rp372 miliar kemudian
dua triwulan tahun 2018 sebesar Rp260 miliar artinya lebih Rp600 miliar hak daerah
tingkat II tidak dibayar, maka 14 daerah tingkat II di Kalbar saya pastikan kolaps atau gagal bayar,” jelasnya lagi.
“Itu masalah sebenarnya. Jadi betul-betul amburadul. Tapi dari
sisi penggunaan, saya pastikan hampir tak ada temuan yang berarti. Kerugian negara
tidak ada. Semuanya sudah dikembalikan, seperti temuan yang Akper dan BOS
terkait administrasi di sekolah,” timpal Midji.
Temuan Akper dan BOS ini diketahui terjadi sebelum Midji
menjabat sebagai Gubernur. Tapi, seperti yang diketahui yang dipersoalkan BPK yakni
tidak adanya perubahan anggaran pada APBD tahun 2018 bukan karena tidak ada
tindak lanjut atas dua temuan tersebut.
Hal itu lantas membuat Midji menjadi bingung. Namun, Midji
tak mempersoalkan hal tersebut. Mengingat BPK memiliki kewenangan, namun,
ditegaskan Midji, hal tersebut seharusnya memiliki standar.
“Itu yang saya bingung. Tapi apapun dilakukan BPK silahkan. Suka-suka
dia jak, dia (BPK) punya kewenangan. Tapi harusnya punya standar,” ujarnya.
Minta Koordinasi
Agar hal membingungkan ini tak terjadi ke depannya, Midji
meminta agar BPK melakukan koordinasi sebelum mengeluarkan predikat opini.
“Kalau mau koordinasi dengan saya, sesuaikanlah waktu saya. Masak saya sudah di Sambas harus kembali
untuk menerima Kepala BPK, kan lucu
juga, nanti balik lagi ke Sambas. Kemudian (kemarin) ada warga demo, masak saya harus terima dia (Kepala BPK)
dulu, tidak terima orang demo. Itu bah masalahnye, lebay amat bah,” tukas
Midji.
Midji juga menegaskan bahwa komunikasi pihaknya dengan BPK sejauh
ini berjalan baik.
“Biasa saja sebenarnya. Dia (BPK) ngundang ke sana, saya
pergi. Cuma, kadang beliau (Kepala BPK) tak mau, sekarang ini koordinasinya
harus Gubernur atau Wakil Gubernur, kalau bukan, (Kepala BPK) tidak mau, kalau (Kepala
BPK) yang lama-lama biasa saja,” tuturnya.
“Saya tidak ada kecewa. Karena saya sudah maksimal. APBD 2018
pun disusun kondisinya tidak ngerti juga saya nyusun APBD seperti itu. Kok gaji 13 dan 14 yang sudah pasti tahu
sebesar Rp114 miliar, satu rupiah pun tidak dianggarkan. Kemudian ada beberapa
yang tidak dianggarkan, kadang melakukan perubahan-perubahan tanpa memberi tahu
dewan, itu salah juga, tapi sudah terbiasa selama ini. Kadang Gubernur pun
tidak tahu BPKPD melakukan itu,” timpalnya.
Perbaiki Sistem Transparansi
Anggaran Secara Total
Ke depan, semuanya, tegas Midji, akan dibuat betul-betul transparan
melalui suatu sistem yang dapat diakses masyarakat.
“Semua akan kita buat transparan. Apapun yang kita buat pada
APBD tahun berjalan, semua masyarakat harus bisa mengakses. Termasuk berapa keuangan
Pemerintah Daerah. Saya akan buat sistem itu,” tegasnya.
Dirinya bahkan menargetkan, sistem transparansi anggaran tersebut
selesai pada tahun 2020.
“Sistem IT kita harus diperbaiki secara total. Sehingga
tidak ada lagi yang disembunyi-bunyikan dari masyarakat. Sehingga masyarakat dapat
mengetahui apa saja yang akan dibangun di daerahnya. Termasuk apa-apa saja yang
akan dibangun di desa-desa. Tidak ada lagi yang boleh diubah-ubah,” pungkasnya.
(Fat)
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengaku tidak kecewa
terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Kalbar tahun
anggaran 2018 yang mendapat predikat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) oleh
Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Pasalnya, ditegaskan Midji, dirinya tidak terlibat langsung
ketika penyusunan APBD 2018 dan baru dilantik sebagai Gubernur terpilih hasil Pilkada
2018 pada 5 September 2018.
“Tidak WTP, ya sudah lah. Toh, saya tidak terlibat langsung
ketika penyusunan APBD 2018 dan saya kan
dilantik pada September 2018,” ujarnya.
Meski demikian, sebagai Gubernur Sutarmidji mengaku heran
dengan keputusan BPK. Pasalnya, tegas Midji, seluruh hasil audit BPK telah
ditindaklanjuti oleh pihaknya. Bahkan telah dilakukan penyusunan action plan (rencana aksi).
“Hasil audit itu ada 26 temuan. Semuanya sudah kita
tindaklanjuti bahkan action plan-nya
juga sudah waktu pembahasan sama BPK,” jelasnya.
Midji : Tidak WTP Karena
Tidak Ada Perubahan Anggaran
Kemudian, empat hari sebelum tanggal 27 Mei, hari di mana
penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPD, tiba-tiba BPK menyampaikan
tidak bisa WTP karena tidak ada perubahan anggaran.
“Seakan-akan perubahan anggaran itu jadi suatu hal yang
wajib. Kalau memang sudah begitu, kenapa dari awal kita disuruh buat action plan dan sebagainya
begini-begitu. Kalau saye, saye bilang, kenapa tidak diberikan disclaimer karena itu menyalahi aturan,”
tukasnya.
“Sedangkan materiilnya hampir tidak ada, kecuali GOR
(Gelanggang Olahraga),” ucapnya.
Tantang BPK Serahkan
Temuan Penyimpangan Pembangunan GOR ke Aparat Penegak Hukum
Karena itu, secara tegas Midji menantang keberanian BPK untuk
menyerahkan temuan penyimpangan pembangunan GOR ke aparat penegak hukum
lantaran jelas-jelas menyalahi aturan.
“Saye tunggu berani ndak
BPK menyerahkan masalah temuan penyimpangan pembangunan GOR itu yang harusnya ditender
tapi tidak ditender ke aparat penegak hukum. Karena itu jelas menyalahi aturan
yang seharusnya ditender tapi tidak ditender. Saya tunggu keberanian BPK,”
tegasnya.
APBD 2017 dan 2018 Defisit
serta Amburadul
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini menilai penyusunan
APBD tahun 2018 betul-betul amburadul. Pasalnya, anggaran yang seharusnya
dianggarkan justru tidak dianggarkan.
“Yang jadi pertanyaan saya, ketika penyusunan APBD 2018,
gaji 13 dan 14 itu tidak dianggarkan. Satu rupiah pun tidak dianggarkan. Padahal
pengesahannya November, kenapa tidak dianggarkan. Saya pertanyakan, kenapa Pak
Sekda (M Zeet Hamdy Assovie) sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) waktu itu tidak memasukkan itu,” imbuhnya.
Bahkan, kata mantan Wali Kota Pontianak ini, APBD tahun 2017
lalu juga mengalami banyak masalah. Hal ini lantaran Pemprov Kalbar saat itu,
ungkap Midji, secara real mengalami defisit
anggaran mencapai Rp165 miliar.
“Silpanya Rp207 miliar. Kewajiban kepada daerah tingkat II (Dana
Bagi Hasil Pajak) itu sebesar Rp172 miliar. Artinya, minus Rp165 miliar. Harusnya
itu digambarkan oleh BPK, tapi tidak digambarkan dan tetap saja WTP. Itu tahun
2017,” jelasnya.
2018 Defisit, Midji
Ambil Langkah-langkah : Batalkan Proyek dan Segera Bayar Hak Daerah Tingkat II
Masalahnya, kata Midji, tahun 2018 terjadi defisit yang
lebih besar. Bahkan, lanjut Midji, Pj Gubernur Kalbar, Dodi Riyadmadji waktu
itu menyebutkan defisit anggaran mencapai Rp691 miliar. Tentu sebagai Gubernur,
Midji harus mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan Midji di antaranya membatalkan
sebanyak-banyaknya belanjar modal untuk pembangunan. Kemudian, mengurangi biaya
perjalanan dinas dan melakukan berbagai penghematan. Selain itu, Pemprov juga
melakukan berbagai upaya meningkatkan potensi-potensi pendapatan daerah. Sehingga
APBD 2018 yang semula defisit, mengalami surplus Rp335 miliar dan dana bagi
hasil pajak daerah tingkat II berhasil dibayarkan.
“Langkah pertama itu, membatalkan sebanyak-banyaknya belanja
modal untuk pembangunan. Karena kita harus membayar daerah tingkat II (Dana
Bagi Hasil Pajak),” tegasnya.
Sebab, kata Midji, hak daerah tingkat II dari dua triwulan
tahun 2017 dan dua triwulan di tahun 2018 mencapai Rp600 miliar yang belum
dibayarkan. Dirinya khawatir dengan tidak dibayarkannya Dana Bagi Hasil Pajak
tersebut, 14 daerah tingkat II se-Kalbar kolaps
alias gagal bayar.
“Kalau dua triwulan tahun 2017 sebesar Rp372 miliar kemudian
dua triwulan tahun 2018 sebesar Rp260 miliar artinya lebih Rp600 miliar hak daerah
tingkat II tidak dibayar, maka 14 daerah tingkat II di Kalbar saya pastikan kolaps atau gagal bayar,” jelasnya lagi.
“Itu masalah sebenarnya. Jadi betul-betul amburadul. Tapi dari
sisi penggunaan, saya pastikan hampir tak ada temuan yang berarti. Kerugian negara
tidak ada. Semuanya sudah dikembalikan, seperti temuan yang Akper dan BOS
terkait administrasi di sekolah,” timpal Midji.
Temuan Akper dan BOS ini diketahui terjadi sebelum Midji
menjabat sebagai Gubernur. Tapi, seperti yang diketahui yang dipersoalkan BPK yakni
tidak adanya perubahan anggaran pada APBD tahun 2018 bukan karena tidak ada
tindak lanjut atas dua temuan tersebut.
Hal itu lantas membuat Midji menjadi bingung. Namun, Midji
tak mempersoalkan hal tersebut. Mengingat BPK memiliki kewenangan, namun,
ditegaskan Midji, hal tersebut seharusnya memiliki standar.
“Itu yang saya bingung. Tapi apapun dilakukan BPK silahkan. Suka-suka
dia jak, dia (BPK) punya kewenangan. Tapi harusnya punya standar,” ujarnya.
Minta Koordinasi
Agar hal membingungkan ini tak terjadi ke depannya, Midji
meminta agar BPK melakukan koordinasi sebelum mengeluarkan predikat opini.
“Kalau mau koordinasi dengan saya, sesuaikanlah waktu saya. Masak saya sudah di Sambas harus kembali
untuk menerima Kepala BPK, kan lucu
juga, nanti balik lagi ke Sambas. Kemudian (kemarin) ada warga demo, masak saya harus terima dia (Kepala BPK)
dulu, tidak terima orang demo. Itu bah masalahnye, lebay amat bah,” tukas
Midji.
Midji juga menegaskan bahwa komunikasi pihaknya dengan BPK sejauh
ini berjalan baik.
“Biasa saja sebenarnya. Dia (BPK) ngundang ke sana, saya
pergi. Cuma, kadang beliau (Kepala BPK) tak mau, sekarang ini koordinasinya
harus Gubernur atau Wakil Gubernur, kalau bukan, (Kepala BPK) tidak mau, kalau (Kepala
BPK) yang lama-lama biasa saja,” tuturnya.
“Saya tidak ada kecewa. Karena saya sudah maksimal. APBD 2018
pun disusun kondisinya tidak ngerti juga saya nyusun APBD seperti itu. Kok gaji 13 dan 14 yang sudah pasti tahu
sebesar Rp114 miliar, satu rupiah pun tidak dianggarkan. Kemudian ada beberapa
yang tidak dianggarkan, kadang melakukan perubahan-perubahan tanpa memberi tahu
dewan, itu salah juga, tapi sudah terbiasa selama ini. Kadang Gubernur pun
tidak tahu BPKPD melakukan itu,” timpalnya.
Perbaiki Sistem Transparansi
Anggaran Secara Total
Ke depan, semuanya, tegas Midji, akan dibuat betul-betul transparan
melalui suatu sistem yang dapat diakses masyarakat.
“Semua akan kita buat transparan. Apapun yang kita buat pada
APBD tahun berjalan, semua masyarakat harus bisa mengakses. Termasuk berapa keuangan
Pemerintah Daerah. Saya akan buat sistem itu,” tegasnya.
Dirinya bahkan menargetkan, sistem transparansi anggaran tersebut
selesai pada tahun 2020.
“Sistem IT kita harus diperbaiki secara total. Sehingga
tidak ada lagi yang disembunyi-bunyikan dari masyarakat. Sehingga masyarakat dapat
mengetahui apa saja yang akan dibangun di daerahnya. Termasuk apa-apa saja yang
akan dibangun di desa-desa. Tidak ada lagi yang boleh diubah-ubah,” pungkasnya.
(Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini