Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 18 Agustus 2019 |
KalbarOnline, Nasional
– Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengkritisi
ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
dan meningkatnya polusi udara di Ibu Kota.
Dia menganggap pemerintah gagal menjalankan Undang-Undang
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menugaskan pemerintah merawat dan
melindungi hutan.
Berdasarkan data Walhi, terdapat lebih dari 4.258 titik
panas (hotspot) yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama Sumatera dan
Kalimantan, selama Januari-Juli tahun ini. Dari jumlah itu, 2.087 hotspot
berada di kawasan konsesi dan lahan gambut.
Akibat karhutla, kata Bambang Haryo, masyarakat terpapar
polusi asap sehingga kesehatan mereka terganggu dan menjadi tidak produktif.
Kerugian lain, rusaknya ekosistem flora dan fauna hutan tropis Indonesia yang
khas.
“Kerugian karhutla sangat besar, baik dari ekonomi,
pariwisata, kesehatan, hingga pendidikan. Dampaknya juga dirasakan warga DKI
Jakarta karena polusi di Ibu Kota diduga berasal dari karhutla, terutama di
Sumatera dan Kalimantan,” ungkapnya, Sabtu (17/8/2019).
Dia tidak sependapat jika dikatakan polusi udara di DKI
terutama diakibatkan oleh sektor transportasi dan industri. Pasalnya, kasus
polusi asap seperti ini pernah dialami Ibu Kota pada musim kemarau tahun 2015.
“Ketika itu DKI dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Polusi asap hilang sendiri karena karhutla padam saat tiba musim hujan,” ujar
politisi Partai Gerindra ini.
Dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan DKI lebih cermat
membuat kebijakan dalam merespons polusi di Ibu Kota. Salah satu kebijakan yang
dianggapnya kurang tepat, yakni pembatasan usia kendaraan bermotor di DKI.
“Jangan tergesa-gesa membuat kebijakan. Tolong dianalisis
dulu, sebab musim hujan nanti karhutla akan padam sendiri dan polusi asap di
DKI otomatis berkurang,” kata Bambang Haryo.
Menurutnya, pembatasan usia kendaraan bermotor akan
menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan menaikkan impor. Sebab kebijakan ini akan
mendorong masyarakat membeli mobil baru, yang produsennya masih didominasi
asing.
Meskipun demikian, dia mengapresiasi Pemprov DKI yang
semakin terbuka dan cepat menyajikan data polusi udara, sehingga masyarakat
memperoleh informasi secara transparan.
Selain akibat karhutla, Bambang Haryo juga menyoroti polusi
akibat kembali masifnya penggunaan batu bara untuk pembangkit tenaga listrik
dalam proyek listrik 35.000 Megawatt.
Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak konsisten dengan
upaya mengurangi polusi, termasuk rencana pengembangan mobil listrik.
“Percuma kembangkan mobil listrik, tetapi polusi dari
pembangkit batu bara justru makin besar,” tegasnya.
Dia mendorong masyarakat melakukan class action terhadap pemerintah karena dianggap tidak mampu
menjaga lingkungan hidup sehingga merugikan masyarakat. (Fai)
KalbarOnline, Nasional
– Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengkritisi
ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
dan meningkatnya polusi udara di Ibu Kota.
Dia menganggap pemerintah gagal menjalankan Undang-Undang
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menugaskan pemerintah merawat dan
melindungi hutan.
Berdasarkan data Walhi, terdapat lebih dari 4.258 titik
panas (hotspot) yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama Sumatera dan
Kalimantan, selama Januari-Juli tahun ini. Dari jumlah itu, 2.087 hotspot
berada di kawasan konsesi dan lahan gambut.
Akibat karhutla, kata Bambang Haryo, masyarakat terpapar
polusi asap sehingga kesehatan mereka terganggu dan menjadi tidak produktif.
Kerugian lain, rusaknya ekosistem flora dan fauna hutan tropis Indonesia yang
khas.
“Kerugian karhutla sangat besar, baik dari ekonomi,
pariwisata, kesehatan, hingga pendidikan. Dampaknya juga dirasakan warga DKI
Jakarta karena polusi di Ibu Kota diduga berasal dari karhutla, terutama di
Sumatera dan Kalimantan,” ungkapnya, Sabtu (17/8/2019).
Dia tidak sependapat jika dikatakan polusi udara di DKI
terutama diakibatkan oleh sektor transportasi dan industri. Pasalnya, kasus
polusi asap seperti ini pernah dialami Ibu Kota pada musim kemarau tahun 2015.
“Ketika itu DKI dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Polusi asap hilang sendiri karena karhutla padam saat tiba musim hujan,” ujar
politisi Partai Gerindra ini.
Dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan DKI lebih cermat
membuat kebijakan dalam merespons polusi di Ibu Kota. Salah satu kebijakan yang
dianggapnya kurang tepat, yakni pembatasan usia kendaraan bermotor di DKI.
“Jangan tergesa-gesa membuat kebijakan. Tolong dianalisis
dulu, sebab musim hujan nanti karhutla akan padam sendiri dan polusi asap di
DKI otomatis berkurang,” kata Bambang Haryo.
Menurutnya, pembatasan usia kendaraan bermotor akan
menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan menaikkan impor. Sebab kebijakan ini akan
mendorong masyarakat membeli mobil baru, yang produsennya masih didominasi
asing.
Meskipun demikian, dia mengapresiasi Pemprov DKI yang
semakin terbuka dan cepat menyajikan data polusi udara, sehingga masyarakat
memperoleh informasi secara transparan.
Selain akibat karhutla, Bambang Haryo juga menyoroti polusi
akibat kembali masifnya penggunaan batu bara untuk pembangkit tenaga listrik
dalam proyek listrik 35.000 Megawatt.
Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak konsisten dengan
upaya mengurangi polusi, termasuk rencana pengembangan mobil listrik.
“Percuma kembangkan mobil listrik, tetapi polusi dari
pembangkit batu bara justru makin besar,” tegasnya.
Dia mendorong masyarakat melakukan class action terhadap pemerintah karena dianggap tidak mampu
menjaga lingkungan hidup sehingga merugikan masyarakat. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini