Nasional    

Polusi di DKI akibat Karhutla, Pembatasan Usia Kendaraan Bukan Solusi

Oleh : Jauhari Fatria
Minggu, 18 Agustus 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline, Nasional

Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengkritisi

ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla)

dan meningkatnya polusi udara di Ibu Kota.

Dia menganggap pemerintah gagal menjalankan Undang-Undang

No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menugaskan pemerintah merawat dan

melindungi hutan.

Berdasarkan data Walhi, terdapat lebih dari 4.258 titik

panas (hotspot) yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama Sumatera dan

Kalimantan, selama Januari-Juli tahun ini. Dari jumlah itu, 2.087 hotspot

berada di kawasan konsesi dan lahan gambut.

Akibat karhutla, kata Bambang Haryo, masyarakat terpapar

polusi asap sehingga kesehatan mereka terganggu dan menjadi tidak produktif.

Kerugian lain, rusaknya ekosistem flora dan fauna hutan tropis Indonesia yang

khas.

“Kerugian karhutla sangat besar, baik dari ekonomi,

pariwisata, kesehatan, hingga pendidikan. Dampaknya juga dirasakan warga DKI

Jakarta karena polusi di Ibu Kota diduga berasal dari karhutla, terutama di

Sumatera dan Kalimantan,” ungkapnya, Sabtu (17/8/2019).

Dia tidak sependapat jika dikatakan polusi udara di DKI

terutama diakibatkan oleh sektor transportasi dan industri. Pasalnya, kasus

polusi asap seperti ini pernah dialami Ibu Kota pada musim kemarau tahun 2015.

“Ketika itu DKI dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Polusi asap hilang sendiri karena karhutla padam saat tiba musim hujan,” ujar

politisi Partai Gerindra ini.

Dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan DKI lebih cermat

membuat kebijakan dalam merespons polusi di Ibu Kota. Salah satu kebijakan yang

dianggapnya kurang tepat, yakni pembatasan usia kendaraan bermotor di DKI.

“Jangan tergesa-gesa membuat kebijakan. Tolong dianalisis

dulu, sebab musim hujan nanti karhutla akan padam sendiri dan polusi asap di

DKI otomatis berkurang,” kata Bambang Haryo.

Menurutnya, pembatasan usia kendaraan bermotor akan

menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan menaikkan impor. Sebab kebijakan ini akan

mendorong masyarakat membeli mobil baru, yang produsennya masih didominasi

asing.

Meskipun demikian, dia mengapresiasi Pemprov DKI yang

semakin terbuka dan cepat menyajikan data polusi udara, sehingga masyarakat

memperoleh informasi secara transparan.

Selain akibat karhutla, Bambang Haryo juga menyoroti polusi

akibat kembali masifnya penggunaan batu bara untuk pembangkit tenaga listrik

dalam proyek listrik 35.000 Megawatt.

Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak konsisten dengan

upaya mengurangi polusi, termasuk rencana pengembangan mobil listrik.

“Percuma kembangkan mobil listrik, tetapi polusi dari

pembangkit batu bara justru makin besar,” tegasnya.

Dia mendorong masyarakat melakukan class action terhadap pemerintah karena dianggap tidak mampu

menjaga lingkungan hidup sehingga merugikan masyarakat. (Fai)

Artikel Selanjutnya
HUT RI ke-74, Sutarmidji : Isi Kemerdekaan Dengan Pembangunan
Minggu, 18 Agustus 2019
Artikel Sebelumnya
81 Hektar Lahan di Matan Hilir Selatan Terbakar, Ketapang ‘Diselimuti’ Asap
Minggu, 18 Agustus 2019

Berita terkait