Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 04 September 2019 |
KalbarOnline,
Nasional – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria
Panjaitan membenarkan bahwa pihaknya melakukan operasi tangkap tangan terhadap
Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot pada Selasa (3/9/2019) kemarin.
Hal itu disampaikan Basaria didampingi Juru Bicara KPK, Febri
Diansyah saat memimpin konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan Bupati
Bengkayang di Gedung KPK, Rabu (4/9/2019) sore tadi.
“Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK mengamankan tujuh orang
di Bengkayang dan Pontianak. Satu di antaranya adalah Bupati Bengkayang, SG (Suryadman
Gidot) beserta ajudannya RIS (Risen Sitompul), kemudian AKS (Aleksius) selaku Kepala
Dinas PUPR Bengkayang dan Staf Dinas PUPR Bengkayang FJ (Fitri Julihardi), O
(Obaja) Sekda Pemerintah Bengkayang dan YN (Agustinus Yan) selaku Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang serta RD (Rodi) selaku pihak swasta,”
ujarnya.
Basaria menjelaskan operasi tangkap tangan terhadap
Suryadman Gidot dan sejumlah orang lainnya tersebut lantaran diduga menerima
suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang.
“KPK mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya
permintaan dana dari Bupati melalui Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan kepada
rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang. Setelah melakukan
penelusuran, tim KPK mendapat informasi tentang akan adanya pemberian uang
kepada Bupati,” terangnya.
Kemudian, lanjut dia, pada Selasa 3 September 2019 sekitar
pukul 10.00 WIB, tim melihat AKS dan FJ di Mess Pemkab Bengkayang di Pontianak.
Tak lama kemudian, tim melihat mobil Bupati datang dan yang bersangkutan masuk
ke mess tersebut.
“Tim menduga pemberian uang, terjadi saat itu, yaitu di mess
tersebut. Tim kemudian masuk ke mess dan mengamankan SG, AKS dan beberapa orang
lainnya serta sejumlah uang Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100 ribu,”
tukasnya.
Tak berhenti di situ, pihaknya juga langsung memburu pihak
pemberi (swasta) dan berhasil mengamankan RD di sebuah hotel di Pontianak
sekitar pukul 21.00 WIB. Kemudian pada pukul 22.30 WIB, KPK mengamankan YN di
sebuah hotel di Bengkayang.
“Tujuh orang tersebut kemudian diterbangkan secara bertahap
dari Pontianak ke kantor KPK di Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan,” imbuh
Basaria.
Basaria juga menjelaskan konstruksi kasus yang menjerat
Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot. Diketahui bahwa pada Jumat 30 Agustus 2019,
Bupati Bengkayang meminta uang kepada AKS dan YN.
“Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas pemberian
anggaran penunjukan langsung APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar
Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp6 miliar. Lalu AKS
dan YN diminta menghadap Bupati pada pukul 08.00 WIB. Pada pertemuan tersebut,
SG diduga meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp300 juta, uang
tersebut diduga diperlukan SG untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya dan
SG meminta untuk disiapkan pada hari Senin dan diserahkan kepada SG di
Pontianak,” jelas Basaria.
Menindaklanjuti permintaan itu, jelas Basaria lagi, AKS
lantas menghubungi beberapa rekanan pada 1 September 2019 untuk menawarkan
proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat dapat memenuhi setoran di
awal. Hal ini dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk
memenuhi permintaan Bupati.
“Untuk 1 paket pekerjaan penunjukan langsung, diminta
setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal 10 persen dari nilai maksimal
pekerjaan penunjukan langsung yaitu 200 juta. Kemudian pada Senin 2 September
2019, AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepekati
setoran di awal yaitu terkait dengan pekerjaan penujukan langsung melalui FJ
dengan rincian dari BF diterima sebesar Rp120 juta, dari PS, YF dan RD sebesar
Rp160 juta serta dari NM sebesar Rp60 juta,” jelasnya.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa
handphone, buku tabungan, uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100
ribu.
Basaria menjelaskan setelah dilakukan pemeriksaan awal,
sebagaimana diatur dalam KUHAP dilanjutkan dengan gelar perkara dengan batas
waktu 24 jam, maka disimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi pemberian
hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya terkait
pembagian proyek pekerjaan di lingkungan Pemkab Bengkayang tahun 2019.
“Kemudian KPK meningkatkan status penanganan perkara ke
penyidikan dan menetapkan tujuh orang tersangka yaitu RD (Rodi) YF (Yosef), NM
(Nelly Margaretha), BF (Bun Si Fat), PS (Pandus) sebagai pemberi atau pihak
swasta. Kemudian SG (Suryadman Gidot) Bupati Bengkayang, AKS (Aleksius) Kadis
PUPR) sebagai pihak penerima,” terangnya.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti
berupa handphone, buku tabungan, uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan
100 ribu.
Akibat perbuatannya, kelima pihak swasta tersebut disangkakan
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor
31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Suryadman Gidot dan Aleksius dijerat sebagai
penerima dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
“KPK menegaskan kepada penyelenggara negara di manapun harus
segera mengakhiri praktik curang meminta commitment
fee terkait pekerjaan pemerintahan. Perbuatan yang jelas bertentangan dengan
hukum ini sangat merugikan masyarakat sebagai pengguna infrastuktur. Kualitas pekerjaan
proyek yang dikerjakan oleh kontraktor akan berpengaruh akibat fee yang diminta oleh penyelenggara
negara,” pungkasnya. (Fai)
KalbarOnline,
Nasional – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria
Panjaitan membenarkan bahwa pihaknya melakukan operasi tangkap tangan terhadap
Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot pada Selasa (3/9/2019) kemarin.
Hal itu disampaikan Basaria didampingi Juru Bicara KPK, Febri
Diansyah saat memimpin konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan Bupati
Bengkayang di Gedung KPK, Rabu (4/9/2019) sore tadi.
“Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK mengamankan tujuh orang
di Bengkayang dan Pontianak. Satu di antaranya adalah Bupati Bengkayang, SG (Suryadman
Gidot) beserta ajudannya RIS (Risen Sitompul), kemudian AKS (Aleksius) selaku Kepala
Dinas PUPR Bengkayang dan Staf Dinas PUPR Bengkayang FJ (Fitri Julihardi), O
(Obaja) Sekda Pemerintah Bengkayang dan YN (Agustinus Yan) selaku Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang serta RD (Rodi) selaku pihak swasta,”
ujarnya.
Basaria menjelaskan operasi tangkap tangan terhadap
Suryadman Gidot dan sejumlah orang lainnya tersebut lantaran diduga menerima
suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang.
“KPK mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya
permintaan dana dari Bupati melalui Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan kepada
rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang. Setelah melakukan
penelusuran, tim KPK mendapat informasi tentang akan adanya pemberian uang
kepada Bupati,” terangnya.
Kemudian, lanjut dia, pada Selasa 3 September 2019 sekitar
pukul 10.00 WIB, tim melihat AKS dan FJ di Mess Pemkab Bengkayang di Pontianak.
Tak lama kemudian, tim melihat mobil Bupati datang dan yang bersangkutan masuk
ke mess tersebut.
“Tim menduga pemberian uang, terjadi saat itu, yaitu di mess
tersebut. Tim kemudian masuk ke mess dan mengamankan SG, AKS dan beberapa orang
lainnya serta sejumlah uang Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100 ribu,”
tukasnya.
Tak berhenti di situ, pihaknya juga langsung memburu pihak
pemberi (swasta) dan berhasil mengamankan RD di sebuah hotel di Pontianak
sekitar pukul 21.00 WIB. Kemudian pada pukul 22.30 WIB, KPK mengamankan YN di
sebuah hotel di Bengkayang.
“Tujuh orang tersebut kemudian diterbangkan secara bertahap
dari Pontianak ke kantor KPK di Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan,” imbuh
Basaria.
Basaria juga menjelaskan konstruksi kasus yang menjerat
Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot. Diketahui bahwa pada Jumat 30 Agustus 2019,
Bupati Bengkayang meminta uang kepada AKS dan YN.
“Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas pemberian
anggaran penunjukan langsung APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar
Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp6 miliar. Lalu AKS
dan YN diminta menghadap Bupati pada pukul 08.00 WIB. Pada pertemuan tersebut,
SG diduga meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp300 juta, uang
tersebut diduga diperlukan SG untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya dan
SG meminta untuk disiapkan pada hari Senin dan diserahkan kepada SG di
Pontianak,” jelas Basaria.
Menindaklanjuti permintaan itu, jelas Basaria lagi, AKS
lantas menghubungi beberapa rekanan pada 1 September 2019 untuk menawarkan
proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat dapat memenuhi setoran di
awal. Hal ini dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk
memenuhi permintaan Bupati.
“Untuk 1 paket pekerjaan penunjukan langsung, diminta
setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal 10 persen dari nilai maksimal
pekerjaan penunjukan langsung yaitu 200 juta. Kemudian pada Senin 2 September
2019, AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepekati
setoran di awal yaitu terkait dengan pekerjaan penujukan langsung melalui FJ
dengan rincian dari BF diterima sebesar Rp120 juta, dari PS, YF dan RD sebesar
Rp160 juta serta dari NM sebesar Rp60 juta,” jelasnya.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa
handphone, buku tabungan, uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100
ribu.
Basaria menjelaskan setelah dilakukan pemeriksaan awal,
sebagaimana diatur dalam KUHAP dilanjutkan dengan gelar perkara dengan batas
waktu 24 jam, maka disimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi pemberian
hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya terkait
pembagian proyek pekerjaan di lingkungan Pemkab Bengkayang tahun 2019.
“Kemudian KPK meningkatkan status penanganan perkara ke
penyidikan dan menetapkan tujuh orang tersangka yaitu RD (Rodi) YF (Yosef), NM
(Nelly Margaretha), BF (Bun Si Fat), PS (Pandus) sebagai pemberi atau pihak
swasta. Kemudian SG (Suryadman Gidot) Bupati Bengkayang, AKS (Aleksius) Kadis
PUPR) sebagai pihak penerima,” terangnya.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti
berupa handphone, buku tabungan, uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan
100 ribu.
Akibat perbuatannya, kelima pihak swasta tersebut disangkakan
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor
31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Suryadman Gidot dan Aleksius dijerat sebagai
penerima dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
“KPK menegaskan kepada penyelenggara negara di manapun harus
segera mengakhiri praktik curang meminta commitment
fee terkait pekerjaan pemerintahan. Perbuatan yang jelas bertentangan dengan
hukum ini sangat merugikan masyarakat sebagai pengguna infrastuktur. Kualitas pekerjaan
proyek yang dikerjakan oleh kontraktor akan berpengaruh akibat fee yang diminta oleh penyelenggara
negara,” pungkasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini