KalbarOnline, Pontianak – Selain menyerahkan Surat Keputusan (SK) Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) Hutan dan Hutan Adat seluas 133 ribu hektar kepada 5.200 warga se-Kalimantan, dalam agenda kunjungannya ke Pontianak, Kalimantan Barat itu Presiden Joko Widodo turut menyerahkan 3.000 sertifikat tanah kepada warga Kalimantan Barat (Kalbar), di Rumah Radakng, Pontianak, Kamis (5/9/2019).
Dari sebanyak 3.000 sertifikat tersebut, 300 di antaranya merupakan tanah bagi warga transmigran yang sudah menempati tanah tersebut sejak 2007 silam.
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote harusnya bidang tanah yang bersertifikat ini ada 126 juta. Tetapi pada tahun 2015 baru selesai sebanyak 46 juta yang artinya masih kurang 80 juta sertifikat yang belum terselesaikan.
“Kenapa? Karena setiap tahun itu hanya diproduksi kurang lebih 500 ribu sampai 600 ribu sertifikat. Artinya apa, kalau diteruskan itu setahun 500 ribu sertifikat, nunggunya sampai 160 tahun,” kata Presiden.
Oleh sebab itu, di tahun 2016, Presiden Jokowi memerintahkan jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar bekerja cepat. Akhirnya pada tahun 2017 berhasil diproduksi sebanyak 5 juta, 2018 sebanyak 7 juta.
“Nyatanya bisa 7 juta. Keluar lagi. 2019 saya minta 9 juta, Insya Allah juga selesai, selesai. Memang kalau bekerja diberi target juga rampung. Tapi kalau enggak ada targetnya, ya 500 ribu tadi, harus nunggu 160 tahun jadi sertifikat,” ujarnya.
Itulah, kata Presiden, pentingnya bekerja cepat. Karena ke depan, kata dia, tidak ada negara kaya mengalahkan negara miskin atau negara besar mengalahkan negara miskin.
“Negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, kuncinya itu,” tegasnya.
“Sehingga saya sampaikan ke jajaran enggak ada lagi bekerja itu enggak ada target, enggak ada lagi kerja itu lamban-lamban, enggak. Hati-hati, karena masyarakat menunggu pelayanan ini,” tegasnya lagi.
Orang nomor wahid di Indonesia ini juga menyampaikan, kalau sertifikat warga tidak jadi, maka yang terjadi adalah konflik tanah, konflik lahan, sengketa tanah, sengketa lahan. Tetangga dengan tetangga, masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah berkonflik.
“Inilah tanggung jawab besar Pak Menteri BPN sekarang dan bersyukur dalam 3 tahun ini semuanya terkejar dengan sangat baik sekali,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, Jokowi turut mempersilahkan para penerima sertifikat untuk ‘disekolahkan’ alias dijadikan agunan pinjaman. Namun diingatkannya, agar pinjaman tersebut digunakan untuk hal-hal yang produktif.
“Biasanya kalau sudah pegang sertifikat itu pengennya disekolahkan, tidak apa-apa. Tapi harus jelas, dikalkulasi, dihitung, bisa ngangsur pinjaman atau tidak. Pinjam uang untuk apa. Harus dirinci. Jangan pinjam uang ke bank untuk beli mobil baru. Banyak hal yang harus kita ingatkan mengenai kegunaan sertifikat, boleh dijadikan agunan pinjaman bank, tapi harus digunakan untuk yang produktif,” pungkasnya.
Turut hadir dalam kesempatan itu Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Jalil, Kepal Staf Kepresidenan, Moeldoko, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dan Gubernur Kalbar, Sutarmidji. (Fai)
Comment