Nasional    

Soal Kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan, Bambang Haryo : Jangan Ditunda!

Oleh : Jauhari Fatria
Sabtu, 19 Oktober 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Nasional – Pemerintah akan menaikkan tarif angkutan penyeberangan sebesar

28 persen. Untuk memuluskan skema itu, Kemenhub membuat uji publik untuk segera

memberlakukan kebijakan tersebut.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono

mengatakan, kenaikan rata-rata 28 persen itu tidak sesuai dengan kesepakatan

dengan Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan

(Gapasdap) yakni 38 persen. Angka itu pun masih di bawah kebutuhan operator

penyeberangan sebab menggunakan asumsi utilisasi operasi kapal 70 persen.

“Padahal, kondisi riil utilisasi kapal saat ini hanya 55

persen sehingga kenaikan tarif seharusnya minimal 50 persen. Gapasdap rupanya

mengalah tetapi mereka minta kenaikannya jangan dicicil, kalau pun bertahap

maka tahap pertama harus signifikan,” ujarnya, Rabu (19/10/2019).

Seperti diketahui tarif angkutan penyeberangan di Indonesia

adalah yang terendah diseluruh dunia, bahkan di Asia Tenggara, tarif

penyeberangan di Philipina sekitar Rp 4000/mil dan di Thailand sekitar Rp

3500/mil. Sedangkan di Indonesia berkisar Rp 700/mil. Karena total biaya

operasional kapal di seluruh negara di dunia relatif sama dengan di Indonesia

yang mengacu pada komponen nilai mata uang asing (dollar), maka tarif di

Indonesia cenderung mengakibatkan iklim usaha angkutan penyeberangan menjadi

tidak kondusif.

Wakil Rakyat yang pernah mendapat penghargaan terapresiatif

2019 dari media parlemen ini, mengklaim usaha penyeberangan saat ini

berdarah-darah dan hanya bertahan hidup.

“Banyak perusahaan yang kesulitan keuangan, tidak sanggup

membayar gaji berbulan-bulan dan mencicil tagihan. Ini akibat pemerintah kurang

perhatian, termasuk menunda-nunda kenaikan tarif,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Bambang Haryo, pemerintah tidak

mempolitisasi tarif angkutan penyeberangan dengan menunda lagi kenaikannya.

Apabila ditunda, pemerintah dianggap mempertaruhkan keselamatan nyawa publik.

“Pemerintah harus bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan,”

ucapnya.

Dia juga meminta agar kenaikan tarif sesuai dengan

kesepakatan dengan Gapasdap, yakni minimal 38 persen dan tidak dinaikkan secara

bertahap atau dicicil.

“Keselamatan publik tidak bisa ditawar-tawar atau dicicil,

Jangan pertaruhkan nyawa publik dengan kepentingan politik,” tegas Bambang.

Tidak berdampak pada

harga barang

Dirinya juga memperkirakan dampak kenaikan tarif angkutan

penyeberangan laut tidak signifikan terhadap harga barang yang diangkut

sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

“Sebagai gambaran, apabila sebuah truk mengangkut 30 ton

beras atau senilai Rp300 juta (30 ton x harga beras Rp10.000 per kg) membayar

tarif Rp150.000 lebih tinggi dari sebelumnya, berarti dampak kenaikan tarif itu

terhadap harga beras hanya Rp5 per kg atau 0,005 persen,” jelasnya.

“Kenaikan itu mungkin sangat kecil bagi pemilik barang, tetapi

bagi operator angkutan penyeberangan sangat besar artinya untuk menjaga

kelangsungan usaha dan keselamatan nyawa publik,” timpalnya.

Untuk itu ia mendesak pemerintah menutupi kekurangan biaya

operasional penyeberangan dengan menyuntikkan subsidi atau PSO (public service

obligation) apabila kenaikan tarif di bawah kesepakatan dengan Gapasdap.

Dia menilai subsidi tersebut merupakan hal wajar dan sudah

seharusnya sebab angkutan penyeberangan merupakan bagian dari infrastruktur

layaknya jalan atau jembatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Angkutan penyeberangan sangat vital, bukan hanya sebagai

infrastruktur, tetapi juga sekaligus alat angkutnya. Pelaku usaha sektor ini sesungguhnya

telah membantu pemerintah menyediakan infrastruktur,” tandasnya. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Polres Sekadau Gelar Doa Bersama Jelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Sabtu, 19 Oktober 2019
Artikel Sebelumnya
Tim Buser Polres Ketapang Ringkus Residivis Pelaku Curat
Sabtu, 19 Oktober 2019

Berita terkait