Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 06 November 2019 |
KalbarOnline,
Pontianak – Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia Penghubung Wilayah
Kalimantan Barat mengajak para wartawan dan mahasiswa untuk mengawasi hakim.
Ajakan tersebut disampaikan Koordinator Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia
Penghubung Wilayah Kalimantan Barat, Budi Darmawan dalam kegiatan Edukasi
Publik tentang Peran Media dan Mahasiswa Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih di
salah sebuah kedai kopi di Pontianak, Rabu (6/11/2019).
Budi Darmawan mengaku, lembaganya saat ini keterbatasan
personel dalam mengawasi hakim. Bukan hanya di Kalbar, bahkan secara nasional
personel KY yang jumlahnya kurang dari 500 orang tidak sebanding dengan jumlah
hakim yang harus diawasi, yakni berjumlah lebih dari delapan ribu.
“Tidak hanya di Kalbar dan daerah lain, di Jakarta juga
seperti itu. Kenapa, karena jumlah hakim dari peradilan tingkat pertama, mulai
dari Papua sampai Aceh jumlahnya delapan ribu lebih. Sementara kapasitas KY
sendiri kan terbatas. Di pusat, jumlah personelnya tidak sampai 500,” ujarnya.
Di Kalbar sendiri, lanjut Budi, KY hanya beranggotakan lima orang.
Sementara jumlah total yang harus diawasi mencapai 250 hakim, yang tersebar di
14 kabupaten/kota.
“Di daerah misalnya, kita di Kalbar ada 10 pengadilan negeri
dan sembilan pengadilan agama. Itu belum termasuk militer dan PTUN. Kalau
ditotalkan itu kurang lebih 250-an hakim di Kalbar yang harus kita awasi,”
terangnya.
“Ini (pengawasan hakim) tentu harus mendapat dukungan dan
support dari teman-teman, terutama teman-teman media nih karena teman-teman
media ini kan jaringannya luar biasa. Ke pengadilan misalnya, pada saat liputan
apabila mendapat informasi ada pelanggaran etik, tolong cepatlah sampaikan ke
kita supaya bisa kita tindaklanjuti,” timpalnya.
Budi juga menekankan pentingnya keterlibatan wartawan dan
mahasiswa dalam mengawasi hakim. Sebab menurut dia, laporan dari masyarakat
yang diterima KY terhadap pelanggaran etik hakim kebanyakan berasal dari
informasi yang didapat dari wartawan.
“Kalaupun tidak, coba disampaikan misalnya ada pihak yang
berperkara, sampaikanlah kepada mereka ‘Pak, Bu, ini ada hakim yang berperkara
seperti ini. Coba ibu lapor saja ke KY’. Karena dulu, tahun pertama 2016 kami
mulai efektif, kebanyakan yang datang ke kami itu saya selalu nanya 'Ibu tahu
dari mana nih? Oh, dari kawan-kawan media pak. Kawan-kawan media yang
menginformasikan ke kita,” tukasnya.
Lebih jauh Budi menerangkan bahwa sepanjang tahun 2019, KY
RI sudah menerima seribu lebih laporan yang berkenaan dengan pelanggaran etik
hakim. Sementara di wilayah Kalbar, sambung dia, terdapat empat laporan yang
diterima dan keempatnya sudah disampaikan ke KY RI.
“Secara global seribu lebih secara nasional. Kalau di
Kalbar, kita masuk lima besar pelaporan. Jumlahnya ada empat dan sudah kita
sampaikan ke pusat,” terangnya.
“Kebanyakan biasanya di perkara perdata. Di perkara perdata
itu, kalau ada putusan yang tidak memihak mereka, mereka selalu mencari usaha
katakanlah mereka merasa pertimbangan hakim itu tidak layak. Tapi, kalau kami
kan tidak boleh. Biasanya laporan itu kita terima dulu putusan itu. Makanya,
setiap pengaduan yang disampaikan ke KY, wajib menyampaikan salinan putusan.
Dari situlah kita bisa menganalisa ada atau tidaknya dugaan pelanggaran. Tenaga
ahli kita adalah mantan-mantan hakim dan mantan-mantan jaksa, mereka lah yang
menganalisa. Mereka yang tahu ada rasa asin dan rasa manis,” tandasnya. (Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia Penghubung Wilayah
Kalimantan Barat mengajak para wartawan dan mahasiswa untuk mengawasi hakim.
Ajakan tersebut disampaikan Koordinator Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia
Penghubung Wilayah Kalimantan Barat, Budi Darmawan dalam kegiatan Edukasi
Publik tentang Peran Media dan Mahasiswa Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih di
salah sebuah kedai kopi di Pontianak, Rabu (6/11/2019).
Budi Darmawan mengaku, lembaganya saat ini keterbatasan
personel dalam mengawasi hakim. Bukan hanya di Kalbar, bahkan secara nasional
personel KY yang jumlahnya kurang dari 500 orang tidak sebanding dengan jumlah
hakim yang harus diawasi, yakni berjumlah lebih dari delapan ribu.
“Tidak hanya di Kalbar dan daerah lain, di Jakarta juga
seperti itu. Kenapa, karena jumlah hakim dari peradilan tingkat pertama, mulai
dari Papua sampai Aceh jumlahnya delapan ribu lebih. Sementara kapasitas KY
sendiri kan terbatas. Di pusat, jumlah personelnya tidak sampai 500,” ujarnya.
Di Kalbar sendiri, lanjut Budi, KY hanya beranggotakan lima orang.
Sementara jumlah total yang harus diawasi mencapai 250 hakim, yang tersebar di
14 kabupaten/kota.
“Di daerah misalnya, kita di Kalbar ada 10 pengadilan negeri
dan sembilan pengadilan agama. Itu belum termasuk militer dan PTUN. Kalau
ditotalkan itu kurang lebih 250-an hakim di Kalbar yang harus kita awasi,”
terangnya.
“Ini (pengawasan hakim) tentu harus mendapat dukungan dan
support dari teman-teman, terutama teman-teman media nih karena teman-teman
media ini kan jaringannya luar biasa. Ke pengadilan misalnya, pada saat liputan
apabila mendapat informasi ada pelanggaran etik, tolong cepatlah sampaikan ke
kita supaya bisa kita tindaklanjuti,” timpalnya.
Budi juga menekankan pentingnya keterlibatan wartawan dan
mahasiswa dalam mengawasi hakim. Sebab menurut dia, laporan dari masyarakat
yang diterima KY terhadap pelanggaran etik hakim kebanyakan berasal dari
informasi yang didapat dari wartawan.
“Kalaupun tidak, coba disampaikan misalnya ada pihak yang
berperkara, sampaikanlah kepada mereka ‘Pak, Bu, ini ada hakim yang berperkara
seperti ini. Coba ibu lapor saja ke KY’. Karena dulu, tahun pertama 2016 kami
mulai efektif, kebanyakan yang datang ke kami itu saya selalu nanya 'Ibu tahu
dari mana nih? Oh, dari kawan-kawan media pak. Kawan-kawan media yang
menginformasikan ke kita,” tukasnya.
Lebih jauh Budi menerangkan bahwa sepanjang tahun 2019, KY
RI sudah menerima seribu lebih laporan yang berkenaan dengan pelanggaran etik
hakim. Sementara di wilayah Kalbar, sambung dia, terdapat empat laporan yang
diterima dan keempatnya sudah disampaikan ke KY RI.
“Secara global seribu lebih secara nasional. Kalau di
Kalbar, kita masuk lima besar pelaporan. Jumlahnya ada empat dan sudah kita
sampaikan ke pusat,” terangnya.
“Kebanyakan biasanya di perkara perdata. Di perkara perdata
itu, kalau ada putusan yang tidak memihak mereka, mereka selalu mencari usaha
katakanlah mereka merasa pertimbangan hakim itu tidak layak. Tapi, kalau kami
kan tidak boleh. Biasanya laporan itu kita terima dulu putusan itu. Makanya,
setiap pengaduan yang disampaikan ke KY, wajib menyampaikan salinan putusan.
Dari situlah kita bisa menganalisa ada atau tidaknya dugaan pelanggaran. Tenaga
ahli kita adalah mantan-mantan hakim dan mantan-mantan jaksa, mereka lah yang
menganalisa. Mereka yang tahu ada rasa asin dan rasa manis,” tandasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini