Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Senin, 02 Desember 2019 |
KalbarOnline, Pontianak – Sebagai wujud keseriusan dalam menangani dan mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di tahun-tahun mendatang, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggelar Rapat Evaluasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2019 yang dilangsungkan di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Senin (2/12/2019).
Rapat yang dipimpin Gubernur Kalbar, Sutarmidji itu turut
dihadiri Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana RI, Letnan Jenderal (Letjen)
TNI Doni Monardo, Pangdam XII/Tanjungpura, Kapolda Kalbar serta jajaran
forkopimda Kalbar lainnya. Hadir pula Sekda Provinsi Kalbar, para Bupati/Wali
Kota se-Kalbar, sejumlah pengusaha perkebunan serta para tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Gubernur Sutarmidji menegaskan bahwa
rapat yang digelar itu merupakan upaya melakukan evaluasi sedini mungkin
sebagai bentuk keseriusan menangani karhutla yang kerap kali terjadi di Kalbar.
“Ini rangkaian keseriusan kita bersama BNPB untuk menangani
dan antisipasi karhutla ke depan, dengan melakukan evaluasi sejak dini. Di sini
juga hadir para pelaku usaha yang sudah diberikan sanksi teguran, administrasi dan
sebagainya. Saya minta dicatat, kalau ada yang diundang tapi tak datang,
berarti dia tak serius bersama-sama menangani karhutla,” ujar Midji mengawali
sambutannya.
Di kesempatan itu, Midji juga mengapresiasi Kepala BNPB RI
yang telah seringkali hadir di Kalbar. Menurut Midji, kehadiran Letjen TNI Doni
Monardo di Kalbar sebagai wujud perhatiannya yang sangat luar biasa terhadap
Kalbar.
“Ini yang kesekian kali beliau hadir di Kalbar, ini patut
diapresiasi dan kita patut berbangga hati, artinya perhatian beliau terhadap
Kalbar sangat luar biasa. Ini juga harus dibarengi dengan kerja kita
menanggulangi karhutla, jangan sampai tidak seimbang dengan seringnya beliau ke
sini. Harus betul-betul serius kita tangani karhutla ini,” tegasnya.
Dalam paparannya, Midji menyampaikan sedikitnya tiga poin utama menangani karhuta di antaranya soal kelembaban atau persedian air di permuakaan tanah dan jarak antara lahan perkebunan dan pertanian, desa mandiri serta penertiban atau evaluasi lahan-lahan yang sengaja dikuasai namun dibiarkan.
Minta pakar lakukan pengkajian
“Pertama, yang harus dikaji oleh pakar, antara perkebunan
dengan pertanian. Pertanian terutama padi itu ketinggian air harus 10
centimeter sampai 20 centimeter dari padi yang ada di permukaan. Sedangkan
sawit, kalau 20 centimeter ketinggian airnya, bisa-bisa busuk kalau terendam
air terus. Sehingga perlu 75 centimeter. Ketika ini semua 75 centimeter, maka
kebakaran lahan di pertanian rawan, karena tingkat kekeringannya sangat tinggi,
nah ini harus diselesaikan oleh pakar. Bagaimana solusinya, makanya tak boleh
dekat jarak antara lahan pertanian dengan perkebunan,” tukasnya.
“Kalau lahan pertanian betul-betul airnya bisa diatur seperti itu, maka tak akan ada kebakaran di situ. Kenapa sekarang lahan petani banyak terbakar, karena keringnya luar biasa. Karena sawit tidak mau 20 centimeter, maunya 75 centimeter,” timpalnya.
Desa mandiri
Poin kedua yang disampaikan Midji yakni desa mandiri yang
diyakininya mampu mengatasi persoalan karhutla.
“Kedua, saya tawarkan konsep membangun desa, bagaimana desa
itu harus mandiri. Ini juga berkaitan dengan perusahaan-perusahaan, jangan
sampai ada di suatu desa banyak perusahaan sawit, tapi desa itu jadi desa
sangat tertinggal. Ini masalah, banyak kerawanan dalam hal-hal lain selain
karhutla,” tukasnya.
Midji mengungkapkan bahwa berdasarkan data, Indonesia
terdapat sebanyak 74.954 desa. Kemeterian Desa, lanjutnya, mengklasifikasikan
desa menjadi lima klasifikasi, yaitu desa mandiri, desa maju, desa berkembang,
desa tertinggal dan desa sangat tertinggal. Dari jumlah tersebut, hanya ada 834
desa mandiri. Kemudian ada sebanyak 8.621 desa maju, 38 ribuan desa berkembang,
21 ribuan desa tertinggal dan sekitar enam ribuan desa sangat tertinggal.
“Kalbar waktu itu hanya punya satu desa mandiri, berkat
sinergitas kita dengan TNI-Polri, dalam satu tahun ini bisa melahirkan 86 desa
mandiri baru, jadi ada 87 sekarang, artinya sudah lebih 10 persen desa mandiri
yang ada di Indonesia itu di Kalbar,” ungkapnya.
Desa mandiri, dijelaskan Midji, terdapat 52 indikator di dalamnya,
termasuk masalah lingkungan seperti penanaman pohon, penanganan bencana dan
sebagainya.
“Sehingga jika suatu desa menjadi mandiri, saya pastikan
kerawanan bencana akan sangat kecil. Masalahnya, kalau desa sudah menjadi
mandiri, alokasi dana desa atau dana desa menjadi kecil. Harusnya jika
klasifikasi suatu desa semakin bagus, maka semakin besar. Harusnya dibalik,
sehingga yang ada sekarang, banyak yang ingin tetap menjadi desa sangat
tertinggal, karena alokasinya anggarannya banyak. Itu masalahnya,” jelasnya.
“Pemerintah juga ketika memberikan alokasi dana desa/dana
desa tidak pernah menuntun untuk apa. Untuk mengubah satu desa sangat
tertinggal menjadi desa mandiri, paling kurang investasinya Rp20-30 miliar,
tapi kalau cuma Rp1,5 miliar dan tidak terarah, maka apa yang mau dibuat, perlu
waktu 20 tahun baru selesai. Tak mungkin kita menunggu waktu 20 tahun, akhirnya
kita lakukan sinergi bersama TNI-Polri, Pangdam dan Kapolda semangat sehingga
bisa lahir 87 desa mandiri di Kalbar,” timpalnya.
Menurut Midji, menyelesaikan 52 indikator desa mandiri bukan
merupakan hal sulit. Langkahnya menyelesaikan 52 indikator tersebut dengan cara
membagi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dan kewenangan masing-masing dalam
menangani indikator-indikator desa mandiri.
“Kalau menyelesaikan 52 indikator desa mandiri berharap dari dana desa tidak akan mungkin selesai. Sehingga dana desa itu kita arahkan untuk menyelesaikan 17 indikator, pemerintah kabupaten menyelesaikan 15 indikator, sisanya yang berat-berat ditangani Pemerintah Provinsi. Sehingga bisa cepat menjadi desa mandiri. Ketika desa itu sudah mandiri, gampang semuanya,” tegasnya.
Evaluasi lahan yang dikuasai korporasi namun tak diurus
Poin ketiga yang disampaikan Midji, juga tak kalah
pentingnya yakni banyak perusahaan yang terindikasi menguasai lahan lebih dari
satu juta hektar namun yang ditanam hanya 30 persen dari luas lahan.
“Ini juga masalah, satu perusahaan bisa menguasai lahan
lebih dari 1 juta hektar, tapi yang ditanam hanya 30 persen, sisanya alasan
bermasalah dengan masyarakat, tapi sebenarnya mereka nunggu investor lain untuk
dipindahtangankan. Saya mau usulkan ke Presiden, supaya tak dibolehkan lagi
pindahtangankan itu lahan. Menguasai lahan tambang, nanti tunggu investor
datang baru dialihkan, dijual. Menguasai lahan, baru dijual. Sehingga para
Bupati saya harap ini dievaluasi yang sudah sekian tahun tak melaksanakan
penanaman, usulkan cabut. Karena lahannya tidak diurus, ditinggal saja begitu,
yang repot kan BPBD, kalau sudah kebakaran hutan dan lahan,” tegasnya.
“Kalau yang jadi kewenangan saya, soal pengalihan atau
pemindahan lahan, saya tak mau tanda tangan. Enak-enak aja. Percaya lah. Tak
tahu Pak Bupati bagaimana, karena perkebunan itu kan izinnya dari Bupati. Tapi
yang dimarah, Gubernur, Pangdam, Kapolda. Padahal kita tahu pun tidak,”
timpalnya.
Ia memastikan, kalau tiga hal tersebut dikakukan secara
benar, maka kecil kemungkinan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Di kesempatan itu, Midji turut menyampaikan hal yang lebih
bahaya mengenai sumber daya alam Kalbar.
“Sekarang ini bauksit mentah yang diekspor sebanyak 20 juta
ton, lima perusahaan. Kalau dia gali satu meter, artinya ada 20 juta lahan yang
turun satu meter. Dari 262 perusahaan tambang di Kalbar, hanya dua yang
melakukan reklamasi. Sisanya, setor dana jaminan reklamasi. Ada perusahaan
tambang yang jaminannya hanya Rp8 juta. Untuk apa. Berarti ada yang tak betul
dari inspektur tambang atau di jajaran ESDM. Sama dengan perkebunan itu ada di
KPH-nya (Kesatuan Pengelola Hutan). Jadi itu masalah kita,” tukasnya.
Menurutnya, cara-cara Indonesia menangani sumber daya alam
hanya membuat negara lain kaya raya.
“Kita bikin kaya negara lain. Yang dijual bauksit, padahal
ada kandungan yang lebih mahal dari bauksit. Karena ada tujuh mineral lain dari
bauksit yang tak pernah kita hitung. Kalau di Indonesia disebut tanah jarang.
Ini biasa digunakan untuk industri seperti batrai mobil listrik dan sebagainya.
Ini salah satu penyebab perang dagang China dan Amerika. China tak mau jual,
sementara industri Amerika perlu. Akhirnya ada gugatan di WTO, nah kita sebagai
negara penyuplai tak tahu ada komponen mineral ini dan harganya lebih mahal
dari bauksit. Tanah jarang kalau dirupiahkan perkilonya luar biasa harganya,
kalau Kalbar dijaga betul, kaya kita," imbuhnya.
Masalah lain soal tambang ini, kata Midji yakni ada di
Kementerian.
“Pertama, yang menentukan kuota bukan kita, tapi Kementerian
ESDM. Sayangnya lagi, ESDM tak pernah beri sanksi kepada perusahaan
pertambangan ilegal maupun perusahaan yang tak penuhi aturan. Kita tinggal
tunggu waktu saja. Sandai saja sudah terjadi, karena diekploitasi di sana,
sekarang banjir, dulu tak banjir. Bapak/ibu yang hadir di sini kelolalah hutan
dan lahan dengan hati, bukan seenak-enak bapak/ibu. Saya tetap sanksi, biar
siapapun. Apapun resikonya,” tegasnya.
Dibeberkannya pula bahwa sudah ada 157 perusahaan yang
diberi peringatan, 53 perusahaan sudah disegel lantaran terdapat titik api.
“Nanti hasil akhirnya lahan yang terbakar itu tak boleh
digunakan selama lima tahun, itu nanti akan dituangkan dalam Perda. Nanti dalam
Perda itu, pemadaman api di lahan perkebunan yang terbakar, biayanya ditanggung
oleh pihak perusahaan perkebunan yang terdapat koordinat api, saya tidak mau
tahu. Makanya saudara kalau sudah diberi 100 ribu hektar lahan, jaga
betul-betul. Kita sudah buat Perda, ini bukan gertak, pasti saya terapkan.
Supaya bapak/ibu hati-hati juga dan supaya peduli,” pungkasnya. (Fai)
KalbarOnline, Pontianak – Sebagai wujud keseriusan dalam menangani dan mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di tahun-tahun mendatang, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggelar Rapat Evaluasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2019 yang dilangsungkan di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Senin (2/12/2019).
Rapat yang dipimpin Gubernur Kalbar, Sutarmidji itu turut
dihadiri Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana RI, Letnan Jenderal (Letjen)
TNI Doni Monardo, Pangdam XII/Tanjungpura, Kapolda Kalbar serta jajaran
forkopimda Kalbar lainnya. Hadir pula Sekda Provinsi Kalbar, para Bupati/Wali
Kota se-Kalbar, sejumlah pengusaha perkebunan serta para tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Gubernur Sutarmidji menegaskan bahwa
rapat yang digelar itu merupakan upaya melakukan evaluasi sedini mungkin
sebagai bentuk keseriusan menangani karhutla yang kerap kali terjadi di Kalbar.
“Ini rangkaian keseriusan kita bersama BNPB untuk menangani
dan antisipasi karhutla ke depan, dengan melakukan evaluasi sejak dini. Di sini
juga hadir para pelaku usaha yang sudah diberikan sanksi teguran, administrasi dan
sebagainya. Saya minta dicatat, kalau ada yang diundang tapi tak datang,
berarti dia tak serius bersama-sama menangani karhutla,” ujar Midji mengawali
sambutannya.
Di kesempatan itu, Midji juga mengapresiasi Kepala BNPB RI
yang telah seringkali hadir di Kalbar. Menurut Midji, kehadiran Letjen TNI Doni
Monardo di Kalbar sebagai wujud perhatiannya yang sangat luar biasa terhadap
Kalbar.
“Ini yang kesekian kali beliau hadir di Kalbar, ini patut
diapresiasi dan kita patut berbangga hati, artinya perhatian beliau terhadap
Kalbar sangat luar biasa. Ini juga harus dibarengi dengan kerja kita
menanggulangi karhutla, jangan sampai tidak seimbang dengan seringnya beliau ke
sini. Harus betul-betul serius kita tangani karhutla ini,” tegasnya.
Dalam paparannya, Midji menyampaikan sedikitnya tiga poin utama menangani karhuta di antaranya soal kelembaban atau persedian air di permuakaan tanah dan jarak antara lahan perkebunan dan pertanian, desa mandiri serta penertiban atau evaluasi lahan-lahan yang sengaja dikuasai namun dibiarkan.
Minta pakar lakukan pengkajian
“Pertama, yang harus dikaji oleh pakar, antara perkebunan
dengan pertanian. Pertanian terutama padi itu ketinggian air harus 10
centimeter sampai 20 centimeter dari padi yang ada di permukaan. Sedangkan
sawit, kalau 20 centimeter ketinggian airnya, bisa-bisa busuk kalau terendam
air terus. Sehingga perlu 75 centimeter. Ketika ini semua 75 centimeter, maka
kebakaran lahan di pertanian rawan, karena tingkat kekeringannya sangat tinggi,
nah ini harus diselesaikan oleh pakar. Bagaimana solusinya, makanya tak boleh
dekat jarak antara lahan pertanian dengan perkebunan,” tukasnya.
“Kalau lahan pertanian betul-betul airnya bisa diatur seperti itu, maka tak akan ada kebakaran di situ. Kenapa sekarang lahan petani banyak terbakar, karena keringnya luar biasa. Karena sawit tidak mau 20 centimeter, maunya 75 centimeter,” timpalnya.
Desa mandiri
Poin kedua yang disampaikan Midji yakni desa mandiri yang
diyakininya mampu mengatasi persoalan karhutla.
“Kedua, saya tawarkan konsep membangun desa, bagaimana desa
itu harus mandiri. Ini juga berkaitan dengan perusahaan-perusahaan, jangan
sampai ada di suatu desa banyak perusahaan sawit, tapi desa itu jadi desa
sangat tertinggal. Ini masalah, banyak kerawanan dalam hal-hal lain selain
karhutla,” tukasnya.
Midji mengungkapkan bahwa berdasarkan data, Indonesia
terdapat sebanyak 74.954 desa. Kemeterian Desa, lanjutnya, mengklasifikasikan
desa menjadi lima klasifikasi, yaitu desa mandiri, desa maju, desa berkembang,
desa tertinggal dan desa sangat tertinggal. Dari jumlah tersebut, hanya ada 834
desa mandiri. Kemudian ada sebanyak 8.621 desa maju, 38 ribuan desa berkembang,
21 ribuan desa tertinggal dan sekitar enam ribuan desa sangat tertinggal.
“Kalbar waktu itu hanya punya satu desa mandiri, berkat
sinergitas kita dengan TNI-Polri, dalam satu tahun ini bisa melahirkan 86 desa
mandiri baru, jadi ada 87 sekarang, artinya sudah lebih 10 persen desa mandiri
yang ada di Indonesia itu di Kalbar,” ungkapnya.
Desa mandiri, dijelaskan Midji, terdapat 52 indikator di dalamnya,
termasuk masalah lingkungan seperti penanaman pohon, penanganan bencana dan
sebagainya.
“Sehingga jika suatu desa menjadi mandiri, saya pastikan
kerawanan bencana akan sangat kecil. Masalahnya, kalau desa sudah menjadi
mandiri, alokasi dana desa atau dana desa menjadi kecil. Harusnya jika
klasifikasi suatu desa semakin bagus, maka semakin besar. Harusnya dibalik,
sehingga yang ada sekarang, banyak yang ingin tetap menjadi desa sangat
tertinggal, karena alokasinya anggarannya banyak. Itu masalahnya,” jelasnya.
“Pemerintah juga ketika memberikan alokasi dana desa/dana
desa tidak pernah menuntun untuk apa. Untuk mengubah satu desa sangat
tertinggal menjadi desa mandiri, paling kurang investasinya Rp20-30 miliar,
tapi kalau cuma Rp1,5 miliar dan tidak terarah, maka apa yang mau dibuat, perlu
waktu 20 tahun baru selesai. Tak mungkin kita menunggu waktu 20 tahun, akhirnya
kita lakukan sinergi bersama TNI-Polri, Pangdam dan Kapolda semangat sehingga
bisa lahir 87 desa mandiri di Kalbar,” timpalnya.
Menurut Midji, menyelesaikan 52 indikator desa mandiri bukan
merupakan hal sulit. Langkahnya menyelesaikan 52 indikator tersebut dengan cara
membagi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dan kewenangan masing-masing dalam
menangani indikator-indikator desa mandiri.
“Kalau menyelesaikan 52 indikator desa mandiri berharap dari dana desa tidak akan mungkin selesai. Sehingga dana desa itu kita arahkan untuk menyelesaikan 17 indikator, pemerintah kabupaten menyelesaikan 15 indikator, sisanya yang berat-berat ditangani Pemerintah Provinsi. Sehingga bisa cepat menjadi desa mandiri. Ketika desa itu sudah mandiri, gampang semuanya,” tegasnya.
Evaluasi lahan yang dikuasai korporasi namun tak diurus
Poin ketiga yang disampaikan Midji, juga tak kalah
pentingnya yakni banyak perusahaan yang terindikasi menguasai lahan lebih dari
satu juta hektar namun yang ditanam hanya 30 persen dari luas lahan.
“Ini juga masalah, satu perusahaan bisa menguasai lahan
lebih dari 1 juta hektar, tapi yang ditanam hanya 30 persen, sisanya alasan
bermasalah dengan masyarakat, tapi sebenarnya mereka nunggu investor lain untuk
dipindahtangankan. Saya mau usulkan ke Presiden, supaya tak dibolehkan lagi
pindahtangankan itu lahan. Menguasai lahan tambang, nanti tunggu investor
datang baru dialihkan, dijual. Menguasai lahan, baru dijual. Sehingga para
Bupati saya harap ini dievaluasi yang sudah sekian tahun tak melaksanakan
penanaman, usulkan cabut. Karena lahannya tidak diurus, ditinggal saja begitu,
yang repot kan BPBD, kalau sudah kebakaran hutan dan lahan,” tegasnya.
“Kalau yang jadi kewenangan saya, soal pengalihan atau
pemindahan lahan, saya tak mau tanda tangan. Enak-enak aja. Percaya lah. Tak
tahu Pak Bupati bagaimana, karena perkebunan itu kan izinnya dari Bupati. Tapi
yang dimarah, Gubernur, Pangdam, Kapolda. Padahal kita tahu pun tidak,”
timpalnya.
Ia memastikan, kalau tiga hal tersebut dikakukan secara
benar, maka kecil kemungkinan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Di kesempatan itu, Midji turut menyampaikan hal yang lebih
bahaya mengenai sumber daya alam Kalbar.
“Sekarang ini bauksit mentah yang diekspor sebanyak 20 juta
ton, lima perusahaan. Kalau dia gali satu meter, artinya ada 20 juta lahan yang
turun satu meter. Dari 262 perusahaan tambang di Kalbar, hanya dua yang
melakukan reklamasi. Sisanya, setor dana jaminan reklamasi. Ada perusahaan
tambang yang jaminannya hanya Rp8 juta. Untuk apa. Berarti ada yang tak betul
dari inspektur tambang atau di jajaran ESDM. Sama dengan perkebunan itu ada di
KPH-nya (Kesatuan Pengelola Hutan). Jadi itu masalah kita,” tukasnya.
Menurutnya, cara-cara Indonesia menangani sumber daya alam
hanya membuat negara lain kaya raya.
“Kita bikin kaya negara lain. Yang dijual bauksit, padahal
ada kandungan yang lebih mahal dari bauksit. Karena ada tujuh mineral lain dari
bauksit yang tak pernah kita hitung. Kalau di Indonesia disebut tanah jarang.
Ini biasa digunakan untuk industri seperti batrai mobil listrik dan sebagainya.
Ini salah satu penyebab perang dagang China dan Amerika. China tak mau jual,
sementara industri Amerika perlu. Akhirnya ada gugatan di WTO, nah kita sebagai
negara penyuplai tak tahu ada komponen mineral ini dan harganya lebih mahal
dari bauksit. Tanah jarang kalau dirupiahkan perkilonya luar biasa harganya,
kalau Kalbar dijaga betul, kaya kita," imbuhnya.
Masalah lain soal tambang ini, kata Midji yakni ada di
Kementerian.
“Pertama, yang menentukan kuota bukan kita, tapi Kementerian
ESDM. Sayangnya lagi, ESDM tak pernah beri sanksi kepada perusahaan
pertambangan ilegal maupun perusahaan yang tak penuhi aturan. Kita tinggal
tunggu waktu saja. Sandai saja sudah terjadi, karena diekploitasi di sana,
sekarang banjir, dulu tak banjir. Bapak/ibu yang hadir di sini kelolalah hutan
dan lahan dengan hati, bukan seenak-enak bapak/ibu. Saya tetap sanksi, biar
siapapun. Apapun resikonya,” tegasnya.
Dibeberkannya pula bahwa sudah ada 157 perusahaan yang
diberi peringatan, 53 perusahaan sudah disegel lantaran terdapat titik api.
“Nanti hasil akhirnya lahan yang terbakar itu tak boleh
digunakan selama lima tahun, itu nanti akan dituangkan dalam Perda. Nanti dalam
Perda itu, pemadaman api di lahan perkebunan yang terbakar, biayanya ditanggung
oleh pihak perusahaan perkebunan yang terdapat koordinat api, saya tidak mau
tahu. Makanya saudara kalau sudah diberi 100 ribu hektar lahan, jaga
betul-betul. Kita sudah buat Perda, ini bukan gertak, pasti saya terapkan.
Supaya bapak/ibu hati-hati juga dan supaya peduli,” pungkasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini