KalbarOnline, Pontianak – Polemik dalam Musyawarah Daerah (Musda) X DPD Partai Golkar Kalbar ternyata masih berlanjut. Bahkan sudah sampai ke Mahkamah Partai Golkar. Padahal sebelumnya diketahui perselisihan internal itu disebut-sebut sudah selesai.
Polemik ini antara Ria Norsan dan Maman Abdurahman. Berkaitan dengan perselisihan internal Partai Golkar tentang Musda yang berlangsung pada Sabtu (29/2/2020) lalu. Dalam Musda ke-10 ini, Maman Abdurrahman terpilih sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kalbar periode 2020-2025.
Adanya perselisihan internal itu, akhirnya membuat Ria Norsan mengajukan permohonan gugatan ke Mahkamah Partai Golkar. Permohonan gugatan itu diterima oleh Didik Prihantono, Sekretariat Mahkamah Partai Golkar pada Rabu (11/3/2020) sore.
Sementara itu, Kamis (12/3/2020) malam, saat didatangi di kediamannya, Norsan belum berkenan memberikan tanggapan. Ajudannya menyampaikan permohonan maaf Ria Norsan yang tidak bisa diwawancarai karena harua segera membesuk pasien di RSUD dr Soedarso.
Roliansyah, Kuasa Hukum Ria Norsan pun hingga kini belum merespon ketika dihubungi nomor kontaknya 0895601111****.
Sebelumnya, diketahui Ria Norsan ingin menyudahi polemik ini dengan membatalkan gugatan tersebut. Sebagaimana dalam pemberitaan di salah satu media online. Ia juga menyatakan akan memberikan kesempatan kepada yang muda untuk memimpin Partai Golkar.
Namun, sikap itu bertolak belakang. Ria Norsan justru mengajukan permohonan ke Mahkamah Partai Golkar.
Pengamat Politik yang juga Akademisi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Jumadi berpandangan, dinamika dalam menghadapi proses konsolidasi berbentuk musda memang sering terjadi. Namun, tak sedikit yang mencair.
“Terkait soal gugatan, itu sah-sah saja, karena ada ruang. Yang terpenting di tengah perbedaan itu saling menghargai. Karena kalau misalnya dinamika perbedaan itu tidak selesai, hingga berlarut, yang rugi juga partai,” jelasnya.
Terpenting, menurut Jumadi, sikap tegas dan siap untuk menyikapi hasil itu harus ada. Karena, kata dia, yang dipegang orang adalah pernyataan. Tapi, jika di kemudian hari pernyataan itu berubah, tentu ada dasar argumentasinya.
“Kalau dianggap misalnya sebagai sebuah dinamika, terlepas puas atau tidak puas (terhadap hasil musda), kemudian ada satu pernyataan menerima (hasil musda), tentu ada argumentasinya,” katanya.
Terkait berubahnya sikap Ria Norsan atas hasil Musda ke-10 itu, menurut Jumadi, tentu ada hal yang melandasi langkahnya untuk membuat permohonan gugatan. Barangkali, kata Jumadi, ada ketidakpuasan pendukung terhadap mekanisme tersebut.
“Saya melihat karena di belakang Norsan juga ada pendukung dan barang kali aspirasi para pendukung ini membuat Pak Norsan berubah pikiran,” ungkapnya.
Menurutnya, mahkamah partai dan DPP mempunyai penilaian sendiri. Biasanya, apapun laporan ke mahkamah partai itu pasti diproses. Tinggal keputusannya diterima atau tidak. Terhadap Maman pun, kata Jumadi, tinggal menunggu proses. Karena pasti ada proses klarifikasi baik terhadap Maman yang terpilih maupun pengurus DPP yang hadir dalam Musda ke-10 itu.
“Tentu akan diminta keterangan terhada pihak-pihak terkait penyelenggaraan yang hadir dalam musda itu. Mahkamah partai harus bersikap adil, meminta keterangan baik dari Pak Norsan dan Pak Maman serta DPP yang menghadiri. Mahkamah partai yang lebih paham dengan internal partai,” terangnya.
Tidak bermaksud memilah, kata Jumadi, yang terpenting sekarang ini adalah siapa pun yang memimpin partai, mesti mampu menangkap perubahan perilaku pemilih.
“Tentu diperlukan strategi. Kita sudah memasuki dengan cara-cara era demokrasi digital, tak bisa lagi dilakukan secara konvensional cara politiknya,” tuturnya.
Yang tak kalah penting, sambung Jumadi, adalah kepanjangan partai di parlemen bisa atau tidak berbuat terbaik untuk rakyat.
“Tentu sebagai anak muda, pasti ada energi Golkar kemudian secara dinamik itu mampu membangun konsolidasi yang baik. Sehingga mesin politik dan jaringan partai terbangun dengan baik,” ucapnya. (Fai/ril)
Comment