KalbarOnline.com – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyesalkan imbas dari revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang menjadikan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Akibatnya, kini KPK menurutnya akan mudah diintervensi oleh kepentingan politik.
“Karena KPK telah menjadi lembaga di bawah Presiden. Sehingga mudah diintervensi kepentingan politik yang bisa menyandera agenda pemberantasan korupsi,” kata Samad kepada KalbarOnline.com, Minggu (9/8).
Samad khawatir, ke depan lembaga yang pernah dipimpinnya tidak lagi melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Terlebih, pimpinan KPK saat ini selalu menggaungkan pencegahan korupsi.
“Yang paling kita khawatirkan, tidak akan ada lagi kerja-kerja penindakan Tipikor. Yang ada cuma pencegahan, kampanye dan sosialisasi,” ujar Samad.
Samad pun menilai, dampak dari pegawai KPK menjadi ASN mengurangi keberanian pegawai lembaga antirasuah menyuarakan isu pemberantasan korupsi. Menurutnya, pegawai KPK memiliki militansi ideologis yang semula diangkat dan diberhentikan oleh KPK, kini berpotensi diberhentikan instansi lain, karena status ASN.
“Alih status ini membuat mereka bukan lagi orang KPK, meskipun statusnya pegawai KPK,” cetus Samad.
Samad berpendapat, KPK tidak bisa lagi menerima pegawai dengan model merit system yang selama ini telah dijalankan. Pasalnya, penerimaan pegawai KPK sejak awal didirikan menggunakan program ‘Indonesia Memanggil’.
“Model merit system selama ini dengan program ‘Indonesia Memanggil’ adalah bentuk dari kekhususan KPK. Tapi sebtulnya kekhususan KPK sudah mati ketika UU No 19/2019 diberlakukan dengan menempatkan KPK di bawah presiden,” tandas Samad.
Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Tindak Pidana Korupsi Menjadi Aparatur Sipil Negara. Kini, pegawai KPK resmi beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Peraturan Pemerintah 41/2020 terdiri dari 12 Pasal yang ditandatangani pada Jumat, 24 Juli 2020 dan diundangkan pada Senin, 27 Juli 2020. Merujuk pasal 1 ayat (7) maka pegawai KPK yang berstatus ASN akan berpedoman perundang-undangan mengenai ASN.
“Pegawai KPK adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN,” sebagaimana dikutip dalam PP 41/2020, Minggu (9/8).
Pasal 2 dalam beleid itu menyebut ruang lingkup pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN meliputi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. Proses pengalihan sebagaimana tertuang pada Pasal 3, pegawai mesti memiliki kualifikasi, kompetensi, integritas dan moral yang baik.
PP juga mengatur tahapan pengalihan pegawai yang memperhatikan struktur organisasi dan tata kerja KPK. Proses ini selanjutnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan KPK sesuai Pasal 6.
Pegawai KPK berstatus ASN nantinya memperoleh gaji dan tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 9. Gaji dan tunjangan juga dapat diberikan khusus sesuai ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Sistem penggajian KPK pun akan mengikuti sistem yang diadopsi ASN, penggajian tidak lagi menggunakan sistem single salary.
“Penghasilan yang diterima pegawai KPK saat ini tetap diberikan sampai dengan seluruh proses pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN selesai dilaksanakan,” bunyi Pasal 11.
Baca juga: KPK Pelajari PP 41/2020 Terkait Alih Status Pegawai Menjadi ASN
Comment