KalbarOnline.com – Pemerintah membutuhkan pembiayaan Rp 1.439,8 triliun untuk menambal defisit APBN 5,07%. Dalam strategi pembiayaan di tengah pandemi Corona, Bank Indonesia (BI) menjadi last resort atau cara terakhir pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan penanggulangan COVID-19.
Pembiayaan tersebut antara lain akan dipenuhi dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 506,8 triliun hingga akhir 2020, dan Rp 300 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah dan Global Bond.
Dari surat utang Rp 506,8 triliun tersebut, 25% nya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI). Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 1/2020, BI memang diizinkan untuk membeli surat utang pemerintah di pasar lelang. BI mencatat total pembelian Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp125,06 triliun per 18 Agustus 2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo merinci pembelian tersebut terdiri dari Rp42,96 triliun sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) per 16 April 2020 dan Rp82,1 triliun sesuai SKB per tanggal 7 Juli 2020. Pembelian surat utang sesuai SKB 16 April menggunakan skema pembelian oleh BI bila hasil lelang tidak sepenuhnya terserap pasar.
“Dengan komitmen BI dalam pembelian SBN dari pasar perdana tersebut, pemerintah dapat lebih memfokuskan pada upaya akselerasi realisasi APBN untuk mendorong PEN,” ungkap Perry saat konferensi pers virtual, Rabu (19/8/2020).
Perry memastikan bank sentral nasional siap melakukan pembelian SBN pada tahun depan. Namun, kesiapan itu berdasarkan skema pembelian bila hasil lelang tidak sepenuhnya terserap pasar alias standby buyer.
“Tentu saja pada waktunya, Ibu Menteri Keuangan akan diskusi dengan kami melihat kapasitas pasar tahun depan, berapa dan pembiayaan APBN dari global berapa, dari dalam negeri berapa, kapasitas pasar berapa, dan itu akan saya diskusikan,” katanya.
Sedangkan skema pembelian langsung di pasar perdana tidak dilanjutkan pada tahun depan. Hal ini sesuai dengan kesepakatan yang sudah dilangsungkan dengan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Dalam konteks ini sekali lagi mekanisme pembelian langsung berdasarkan SKB 7 Juli hanya berlaku untuk tahun ini, tidak berlaku untuk tahun depan,” jelasnya.
Di sisi lain, ia menjamin pembelian SBN oleh BI secara jor-joran pada tahun ini tidak akan memberi dampak pada kenaikan tingkat inflasi nasional. Sebab, permintaan dari dalam negeri yang mempengaruhi tingkat inflasi masih terbilang rendah.
Perry menambahkan, inflasi tahun berjalan saat ini sebesar 0,98 persen dan inflasi tahunan 1,54 persen pada Juli 2020. Sementara secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi 0,1 persen pada bulan lalu.
Bank sentral nasional sendiri memperkirakan inflasi hanya akan berada di batas bawah dari target sebesar 2 persen sampai 4 persen. Namun, BI memandang memang ada indikasi inflasi meningkat pada tahun depan.
“Tahun depan, kalau ada indikasi kenaikan inflasi, BI punya kerangka kebijakan moneter yang sudah prudent dan kami terapkan setiap tahun, setiap RDG (Rapat Dewan Gubernur) bulanan, akan kami pantau,” pungkasnya. [rif]
Comment