Meski Sempat Tuai Kritik, DPR Tetap Sahkan RUU MK

KalbarOnline.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi UU. Palu tetap diketok meski sepanjang pembahasan DPR dihujani kritik sejumlah kalangan.

Pengesahan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (1/9/2020).

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Apakah pembicaraan tingkat II tentang RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU MK dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan Rapat Paripurna kepada anggota dewan yang hadir.

“Setuju,” jawab anggota dewan yang hadiri yang kemudian disambut oleh Dasco dengan mengetuk palu.

Sebelumnya, Ketua Panja pembahasan RUU MK Adies Kadir mengatakan secara umum ada lima substansi dalam revisi UU MK yang saat ini dibahas oleh DPR dan pemerintah.

Baca Juga :  Seperempat Penduduk Italia Mulai Dikarantina Paksa Imbas Meluasnya Wabah Korona

Pertama, terkait kedudukan, susunan, dan kewenangan MK. Kedua, pengangkatan dan pemberhentian hakim MK dan perubahan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK. Ketiga, kata politikus Partai Golkar itu, perubahan usia minimal, syarat, dan tata cara seleksi hakim MK. Keempat, penambahan ketentuan baru mengenai unsur majelis kehormatan MK. Terakhir, tentang pengaturan peraturan peralihan.

Revisi UU MK ini menuai kritik dari sejumlah kalangan. Salah satu yang disorot adalah revisi pasal usia hakim MK. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Agil Oktrayal, menduga pasal ini berpotensi dijadikan barter di kemudian hari lantaran menguntungkan hakim yang kini sedang menjabat. Dengan penambahan usia hakim MK, otomatis masa jabatan mereka diperpanjang.

Baca Juga :  Benarkah Rizieq Shihab itu Habib? Ini Pendapat Cak Nun dan Habib Zen Umar bin Smith

“Nah pada akhirnya kami lihat bahwa ini akan jadi barter. Jadi sekarang sangat banyak UU kontroversial dan diuji di MK. Ini yang menjadi kehawatiran akan terjadi barter dari UU MK dan perkara yang sedang berjalan di MK,” ujarnya.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz sebelumnya juga menegaskan, pembahasan RUU yang dipercepat dinilai sebagai manuver politik dari anggota dewan. Menurutnya, anggota dewan “melobi” para hakim MK apabila RUU kontroversial lain seperti RUU Cipta Kerja, RUU KUHP, atau RUU Pemasyarakatan akan digugat ke MK. [rif]

Comment