KalbarOnline.com – Menerapkan protokol kesehatan mencegah penularan Covid-19 di pesantren penuh tantangan. Mulai dari jumlah santri yang besar, fasilitas yang terbatas, dan tentunya budaya di lingkungan pesantren itu sendiri.
Dengan jumlah total santri mencapai 4.000 orang, tentu tidak mudah bagi pengasuh dan para pimpinan Pondok Pesantren (PP) Assuniyah di Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, Jawa Timur untuk menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Khususnya untuk menjalankan jaga jarak atau physical distancing.
Pengasuh PP Assuniyah KH Ghonim Jauhari mengatakan pesantrennya kembali menerima santri tidak lama setelah lebaran 2020 lalu. Dia mengaku saat itu momentumnya tepat. Yaitu ketika kasus Covid-19 di masyarakat masih belum terlalu meluas. Sehingga potensi adanya santri membawa virus Covid-19 ke dalam lingkungan pondok menjadi lebih kecil.
Ketika mulai menerima santri saat itu, seluruhnya menjalani rapid test yang difasilitasi pemerintah daerah setempat. Semula yang mendapatkan fasilitas rapid test gratis hanya santri dari Kabupaten Jember saja. Tetapi kemudian seluruh santri, termasuk yang berasal dari luar Kabupaten Jember juga dirapid test.
’’Alhamdulillah sampai sekarang santri sehat-sehat semuanya,’’ kata pria yang akrab disapa Gus Ghonim itu kepada Jawa Pos beberapa waktu lalu. Dia menerangkan di tengah pandemi ini berupaya keras menerapkan protokol kesehatan. Diantaranya adalah akses ketat bagi yang mau keluar-masuk pesantren.
Untungnya hampir seluruh ustad dan ustadzah bermukim di dalam lingkungan pesantren. Sehingga tidak berpotensi menjadi pembawa virus dari luar pondok. Kemudian setiap kegiatan pendidikan, para santri dan satriwati diminta jaga jarak serta menggunakan masker.
Contohnya ketika pelaksanaan pengajian. Sehari ada tiga kali pengajian. Pagi, sore, dan malam. Pada pagi hari itu misalnya, para santri sudah berjajar rapi dengan menjaga jarak dari santri lainnya. Selain itu mereka disiplin menggunakan masker. Gus Ghonim mengatakan para santri dan satriwati sekarang sudah mulai terbiasa menjalankan protokol kesehatan.
Menurut dia yang paling berat adalah menerapkan protokol kesehatan di kamar. Rata-rata setiap kamar dihuni 15 orang. Gus Ghonim mengatakan pesantaren menerapkan kebijakan khusus. Yaitu jika ada santri yang menunjukkan gejala flu seperti demam, pilek, atau batuk, langsung diambil dari kamarnya. ’’Kemudian diisolasi di ruangan khusus. Antisipasi supaya tidak menular ke yang lainnya,’’ katanya.
Dia berharap pandemi Covid-19 cepat berlalu. Pandemi Covid-19 yang belum kunjung hilang, membuat jadwal pesantren berbeda dengan situasi normal. Diantaranya adalah tidak ada lagi libur. Seperti libur Maulid Nabi, libur Ramadan, dan lainnya. Gus Ghonim memperkirakan para santri saat ini akan terus di pondok dan baru libur nanti pada saat lebaran 2021.
Ketentuan lainnya adalah orang tua atau wali santri kini tidak bisa bertemu dengan anak-anaknya. Kecuali ada kondisi darurat. Bisanya seminggu tiga kali orang tua santri bisa melepas kangen di pesantren. Tetapi sekarang orang tua santri hanya bisa mengantar barang keperluan anak-anak saja. Tidak ada pertemuan langsung.
Peraturan itu dikecualikan untuk santri-santri baru. Tetapi meskipun masih diberi kesempatan bertemu, tetapi pertemuannya di ruangan khusus. Kemudian diberi pembatas dengan plastik bening. Sehingga tidak tatap muka secara langsung.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment