KalbarOnline.com – Kerukunan dan persatuan yang dicitakan seluruh bangsa Indonesia masih kerap terganggu. Penyebabnya, ada sebagian masyarakat yang masih terus menyimpan sikap Islamophobia dan Indonesiaphobia di dalam hati mereka. Padahal, baik Islamophobia maupun Indonesiaphobia masing-masing berpotensi mencabik kerukunan dan persatuan.
Kriminalisasi yang sering menimpa para ulama, adalah salah satu bukti bahwa Islamophobia masih tumbuh subur di bumi Indonesia. Mereka beranggapan bahwa Islam dan Indonesia tidak ada hubungannya. Mereka juga berkeyakinan bahwa para tokoh umat Islam diuntungkan karena kapasitasnya sebagai kelompok mayoritas. Padahal peran dan jasanya tidak sepadan dengan keistimewaan yang dinikmati.
“Ini adalah penilaian yang keliru, lantaran kurang mempelajari sejarah. Akibatnya mereka tidak mengetahui betapa besar pengorbanan dan keterlibatan ulama serta umat Islam dalam perjuangan Indonesia. Ketidak tahuan terhadap sejarah, serta jasa para ulama pada NKRI harus segera diluruskan, agar kebencian itu tidak semakin berbahaya, menjadi bara dalam sekam,” kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
Pelurusan, kata HNW, juga perlu dilakukan terhadap umat Islam yang masih memelihara sikap Indonesiaphobia. Seperti Islamophobia, Indonesiaphobia juga muncul karena ketidakpahaman pada sejarah. Juga keterbatasannya dalam memahami ajaran agama yang benar. Itu membuatnya beranggapan bahwa kelompok lain yang tidak sependapat sebagai kafir, bidah dan thagut.
Padahal, NKRI adalah hasil jihad dan ijtihad para ulama. Karena itu, sudah seharusnya jika umat Islam menjaga dan mempertahankan NKRI dengan baik. Bukan malah mengabaikan apalagi merusaknya.
“Baik kelompok yang Islamophobia maupun Indonesiaphobia, keduanya harus diluruskan agar tidak mengulangi kesalahan. Sebagai mualaf Pancasila dan mualaf NKRI, keduanya patut dituntun, agar bisa lebih memahami Islam dan Indonesia dengan baik dan benar,” kata Hidayat menambahkan.
Jelang Pilkada serentak Desember nanti, HNW tak lupa mengingatkan agar masyarakat turut menggunakan hak pilihnya secara bijaksana. Pilihlah calon yang jelas asal-usul, dan pemikirannya. Jangan memilih calon pemimpin yang tidak jelas kemampuan dan rekam jejaknya. Dan jangan menukar hak pilih dengan sesuatu yang murah, karena kerugian dan penyesalannya harus ditanggung selama lima tahun
Comment