KalbarOnline.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) agar tidak memberi kado buruk bagi umat Islam. Apalagi bangsa ini baru saja merayakan peringatan HUT Kemerdekaan RI dan tahun baru Islam/hijriah 1442 H.
Peringatan itu disampaikan HNW, terkait rencana penerapan sertifikasi penceramah hanya untuk umat Islam. Ia menyebut, sertifikasi penceramah yang hanya diperuntukan bagi umat Islam, merupakan tindakan yang tidak adil dan diskriminatif.
Padahal, sesuai fakta sejarah, umat Islam sangat berjasa dalam menyelamatkan keutuhan NKRI. Khususnya ketika umat Islam mau berkorban, untuk memenuhi tuntutan mengubah sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga selamatlah keutuhan RI yang baru saja diproklamasikan tgl 17-8-1945.
- Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Cuti Bersama Idul Fitri di Akhir Tahun 2020
Karena itu, rencana Menag Fachrul Razi yang akan melakukan sertifikasi bagi penceramah Agama Islam dan telah ditolak dan dikritisi oleh tokoh Non Muslim, seperti Christ Wamena justru hanya akan memicu munculnya polemik baru.
Menurut HNW, jika pun sertifikasi diadakan, penerapannya harus ditujukan untuk penceramah dari semua agama, agar tegaklah keadilan, tidak saling mencurigai, agar prinsip beragama yang moderat, toleran, inklusif itu betul-betul menjadi komitmen bagi semua penceramah dari semua Agama.
“Menteri Agama jangan diskriminatif terhadap umat Islam, dan harus berlaku adil sesuai sila ke-2 dan ke-5 Pancasila. Bila program sertifikasi itu akan dilaksanakan juga, haruslah profesional, amanah, adil dan tidak diskriminatif, apalagi dengan politisasi,” ujar Hidayat kepada wartawan, Rabu (19/8).
“Karena program pemerintah harusnya untuk penceramah semua agama secara adil dan amanah. Apalagi pak Menteri Agama pernah menyatakan bahwa dirinya bukan Menteri Agama Islam, melainkan Menteri semua Agama,” tambahnya..
HNW yang juga anggota Komisi VIII DPR RI dan bermitra dengan Kemenag itu menyampaikan, bahwa sekalipun mendukung Islam wasathiyah (moderat), tasamuh (toleran), dan menolak radikalisme, wacana sertifikasi da’i yang diskriminatif dan tidak profesional yang sudah bergulir sejak 2015 adalah wacana yang berlebihan. Malah bisa menjadi tidak moderat dan tidak toleran juga.
Lebih baik, saran HNW, hadirkan keteladanan soal toleransi dan moderasi antara lain dengan kebijakan membuka ruang dialog, jika tujuannya memang ingin mencegah radikalisme dan hadirkan ceramah serta penceramah Agama yang moderat, toleran dan tidak radikal.
Kalaupun program tersebut hendak diterapkan, menurut Hidayat maka aturan tersebut harus diberlakukan kepada juru dakwah dari semua agama.
“Seleksinya dilakukan secara transparan, menggunakan ukuran-ukuran yang dibenarkan oleh ajaran masing-masing Agama, serta ketentuan hukum yang berlaku di NKRI,” katanya.
HNW juga bahkan mengaku heran dengan ‘ngototnya’ Kemenag, sebab program sertifikasi penceramah sejatinya tidak ada dalam Janji Kampanye Presiden Jokowi dan juga tidak menjadi Kegiatan Prioritas Rencana Kerja Pemerintah/Kemenag 2020 sebagaimana yang sudah disampaikan ke DPR baik pada akhir 2019 maupun pada April 2020 setelah refocussing kegiatan akibat Covid-19.
Dirinya justru khawatir program yang diskriminatif ini bisa menimbulkan kecurigaan kepada pemerintah, saling curiga dikalangan penyebar Agama, juga meresahkan kalangan dai Islam, apalagi bila program itu bisa ditunggangi untuk menyulitkan da’i dan Umat Islam.
Padahal mereka dahulu justru sangat berjasa untuk memperjuangkan kemerdekaan RI sekalipun dituduh sebagai kelompok radikal oleh penjajah Belanda. Umat Islam bahkan sangat toleran, memenuhi tuntutan kalangan minoritas, dengan persetujuan mengubah sila ke-1 menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Kini, masih dalam momentum peringati HUT Kemerdekaan RI ke-75, dan menyambut tahun baru Islam 1442H, sangat disayangkan, apalagi di tengah belum mampunya pemerintah laksanakan kewajiban terkait covid-19, Menag tidak memberikan kebijakan yang menenteramkan sebagai salah satu therapi atasi Covid-19,” ungkapnya.
Menteri Agama malah akan membalas hadiah dan pengorbanan umat Islam dulu itu, dengan akan memberikan “hadiah” yang justru meresahkan. Karena program sertifikasi yang sudah diumumkan itu diskriminatif dan tidak adil, sekalipun dengan dalih untuk cegah radikalisme dan intoleransi.
“Tetapi hanya diwacanakan pemberlakuannya bagi dai Muslim, apalagi bila itu juga dilakukan dengan cara-cara yang intoleran dan diskriminatif”, tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Agama pada Kamis (13/8) yang menggulirkan kembali wacana program sertifikasi da’i dengan alasan sudah dibahas bersama dengan Wakil Presiden.
Wacana ini sudah muncul sejak Kementerian Agama periode sebelumnya dan ditolak oleh berbagai kalangan Umat Islam karena diskriminatif, tidak adil dan tendensius. Dan yang sekarangpun juga ditolak, bahkan oleh sebagian kalangan Non Muslim.
Comment