Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Jumat, 20 November 2020 |
KalbarOnline.com – Sebanyak 80 persen penderita Covid-19 diperkirakan mengalami gangguan penciuman, kehilangan bau. Lebih dari itu, banyak yang mengalami dysgeusia atau ageusia, gangguan atau hilangnya rasa. Atau dalam kalimat lain perubahan kemampuan untuk merasakan iritasi kimiawi yang juga dikenal sebagai chemesthesis.
Selain itu, hilangnya bau sangat khas pada orang dengan infeksi Covid-19. Sehingga beberapa peneliti merekomendasikan gejala tersebut sebagai tes diagnostik alternatif paling khas sebagai penanda pasien Covid-19 dibandingkan dengan demam atau gejala lainnya.
Dokter dan peneliti khawatir bahwa anosmia pada pasien Covid-19 mungkin mengindikasikan bahwa infeksi tersebut masuk ke otak melalui hidung, di mana hal itu dapat menyebabkan kerusakan parah dan berkepanjangan. Kondisi ini ternyata ada kaitannya dengan saraf otak.
Menurut penelitian, virus Korona menyerang melalui neuron penciuman, merasakan bau di udara dan mengangkutnya ke otak. Dalam studi tentang otak, perilaku, dan imunitas, ilmuwan saraf Nicolas Meunier dari Universitas Paris-Saclay yang berbasis di Prancis menggunakan penelitian pada hamster.
Peneliti sengaja menginfeksi hidung hamster dengan SARS-CoV-2. Beberapa hari kemudian, sekitar setengah dari sel hamster yang bertahan hidup, akhirnya terinfeksi. Namun, neuron penciuman tidak terinfeksi bahkan setelah dua minggu.
Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian, meski neuron penciuman tidak terinfeksi, sel silia mereka benar-benar hilang. “Sehingga menghilangkan reseptor penciuman, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi bau,” kata peneliti seperti dilansir Science Times.
Pada dasarnya, gangguan epitel olfaktorius dapat menjelaskan hilangnya bau. Namun, masih belum jelas apakah kerusakan disebabkan oleh virus itu sendiri, atau menyerang sel kekebalan, seperti yang diamati oleh Meunier setelah infeksi.
Laporan tentang temuan ini menjelaskan bahwa para peneliti juga telah menemukan beberapa petunjuk tentang hilangnya bau, meskipun mereka kurang yakin tentang bagaimana SARS-CoV-2 menyebabkan hilangnya rasa. Sel pendukung lain di lidah memiliki reseptor yang mungkin memberikan beberapa tanda mengapa indera perasa menghilang. Meski begitu peneliti masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com – Sebanyak 80 persen penderita Covid-19 diperkirakan mengalami gangguan penciuman, kehilangan bau. Lebih dari itu, banyak yang mengalami dysgeusia atau ageusia, gangguan atau hilangnya rasa. Atau dalam kalimat lain perubahan kemampuan untuk merasakan iritasi kimiawi yang juga dikenal sebagai chemesthesis.
Selain itu, hilangnya bau sangat khas pada orang dengan infeksi Covid-19. Sehingga beberapa peneliti merekomendasikan gejala tersebut sebagai tes diagnostik alternatif paling khas sebagai penanda pasien Covid-19 dibandingkan dengan demam atau gejala lainnya.
Dokter dan peneliti khawatir bahwa anosmia pada pasien Covid-19 mungkin mengindikasikan bahwa infeksi tersebut masuk ke otak melalui hidung, di mana hal itu dapat menyebabkan kerusakan parah dan berkepanjangan. Kondisi ini ternyata ada kaitannya dengan saraf otak.
Menurut penelitian, virus Korona menyerang melalui neuron penciuman, merasakan bau di udara dan mengangkutnya ke otak. Dalam studi tentang otak, perilaku, dan imunitas, ilmuwan saraf Nicolas Meunier dari Universitas Paris-Saclay yang berbasis di Prancis menggunakan penelitian pada hamster.
Peneliti sengaja menginfeksi hidung hamster dengan SARS-CoV-2. Beberapa hari kemudian, sekitar setengah dari sel hamster yang bertahan hidup, akhirnya terinfeksi. Namun, neuron penciuman tidak terinfeksi bahkan setelah dua minggu.
Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian, meski neuron penciuman tidak terinfeksi, sel silia mereka benar-benar hilang. “Sehingga menghilangkan reseptor penciuman, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi bau,” kata peneliti seperti dilansir Science Times.
Pada dasarnya, gangguan epitel olfaktorius dapat menjelaskan hilangnya bau. Namun, masih belum jelas apakah kerusakan disebabkan oleh virus itu sendiri, atau menyerang sel kekebalan, seperti yang diamati oleh Meunier setelah infeksi.
Laporan tentang temuan ini menjelaskan bahwa para peneliti juga telah menemukan beberapa petunjuk tentang hilangnya bau, meskipun mereka kurang yakin tentang bagaimana SARS-CoV-2 menyebabkan hilangnya rasa. Sel pendukung lain di lidah memiliki reseptor yang mungkin memberikan beberapa tanda mengapa indera perasa menghilang. Meski begitu peneliti masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini