Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Minggu, 27 Desember 2020 |
KalbarOnline.com – Sepasang suami-istri di Kabupaten Anyue, Provinsi Sichuan, Tiongkok dikenai hukuman denda sebesar 718.080 yuan atau sekitar Rp 1,5 miliar. Denda dijatuhkan karena keduanya memiliki tujuh anak sehingga dituduh melanggar kebijakan dua anak di Tiongkok.
Namun pasangan tersebut kesulitan membayar denda karena untuk menghidupi keluarga hanya tergantung dari sang suami yang diketahui bermarga Liu, demikian menurut media lokal yang dipantau ANTARA dari Beijing, Minggu (27/12).
Liu memohon kepada pihak berwajib agar pembayaran denda tersebut bisa dilakukan dengan cara mengangsur, namun tetap saja tidak mampu. Pasutri tersebut tinggal di daerah yang dikenal penduduknya memiliki anak lebih dari satu.
Pasutri itu memiliki anak pertama berjenis kelamin perempuan pada 1990. Lalu dalam sepuluh tahun berikutnya anaknya bertambah enam dan yang terakhir berjenis kelamin laki-laki lahir pada 2009.
Pihak berwajib lalu melakukan penyelidikan pada 2018 atas dugaan persalinan ilegal dan memutuskan pembebasan biaya jaminan sosial pada pasutri itu.
Otoritas kesehatan setempat lalu mengajukan permohonan ke pengadilan agar membatalkan putusan denda. Permohonan diajukan karena dianggap tidak sesuai dengan keadaan saat ini ketika kebijakan dua anak tidak mampu mendongkrak angka kelahiran di negara berpenduduk terbanyak di dunia yang dalam beberapa tahun terakhir ekonominya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat itu.
Warganet di Tiongkok juga menilai hukuman denda terhadap pasutri tersebut bertentangan dengan perubahan struktur kependudukan di sana. Mereka menyarankan agar pasutri tersebut mendapatkan penghargaan bukan hukuman karena angka kelahiran baru di Tiongkok menurun dalam beberapa dasawarsa.
KalbarOnline.com – Sepasang suami-istri di Kabupaten Anyue, Provinsi Sichuan, Tiongkok dikenai hukuman denda sebesar 718.080 yuan atau sekitar Rp 1,5 miliar. Denda dijatuhkan karena keduanya memiliki tujuh anak sehingga dituduh melanggar kebijakan dua anak di Tiongkok.
Namun pasangan tersebut kesulitan membayar denda karena untuk menghidupi keluarga hanya tergantung dari sang suami yang diketahui bermarga Liu, demikian menurut media lokal yang dipantau ANTARA dari Beijing, Minggu (27/12).
Liu memohon kepada pihak berwajib agar pembayaran denda tersebut bisa dilakukan dengan cara mengangsur, namun tetap saja tidak mampu. Pasutri tersebut tinggal di daerah yang dikenal penduduknya memiliki anak lebih dari satu.
Pasutri itu memiliki anak pertama berjenis kelamin perempuan pada 1990. Lalu dalam sepuluh tahun berikutnya anaknya bertambah enam dan yang terakhir berjenis kelamin laki-laki lahir pada 2009.
Pihak berwajib lalu melakukan penyelidikan pada 2018 atas dugaan persalinan ilegal dan memutuskan pembebasan biaya jaminan sosial pada pasutri itu.
Otoritas kesehatan setempat lalu mengajukan permohonan ke pengadilan agar membatalkan putusan denda. Permohonan diajukan karena dianggap tidak sesuai dengan keadaan saat ini ketika kebijakan dua anak tidak mampu mendongkrak angka kelahiran di negara berpenduduk terbanyak di dunia yang dalam beberapa tahun terakhir ekonominya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat itu.
Warganet di Tiongkok juga menilai hukuman denda terhadap pasutri tersebut bertentangan dengan perubahan struktur kependudukan di sana. Mereka menyarankan agar pasutri tersebut mendapatkan penghargaan bukan hukuman karena angka kelahiran baru di Tiongkok menurun dalam beberapa dasawarsa.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini