Hujan, Secangkir Kopi Hitam dan Semangat Tim Penyelam

Proses evakuasi pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang diduga jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta terpaksa ditunda karena perairan Kepulauan Seribu diguyur hujan deras. Tetapi, hal ini tidak menyurutkan tim search and rescue (SAR) gabungan, untuk melakukan proses pencarian korban hingga bangkai pesawat Boeing 737-500. Secangkir kopi hitam pun menjadi penyemangat para tim SAR yang berada di Kapal Basudewa milik Basarnas. Relawan penyelam dari Indonesia Divers Rescue Team (IDRT) merelakan hari liburnya untuk membantu proses evakuasi.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Muhammad Ridwan, Kepulauan Seribu, Jakarta

Hujan deras mengguyur perairan Kepulauan Seribu, Minggu (10/1) selepas Ba’da Ashar. Sejumlah tim search and rescue (SAR) gabungan yang berada di Kapal Basudewa Milik Basarnas langsung menepi di deck kapal. Mereka berjajar mencari tempat perlindungan dari guyuran air hujan yang tak berhenti sejak pukul 15.40 WIB.

Untuk menghangatkan badan, sejumlah personel gabungan ini pun berlomba menyeruput Secangkir kopi hitam. Tak terkecuali dengan Bayu Wardoyo,49, Ketua Tim Indonesia Divers Rescue Team (IDRT). Meski usianya mulai senja, namun semangatnya tetap membara. Panggilan hati dan rasa kemanusiaannya menjadi pelecut semangatnya bergabung mengevakuasi pesawat Sriwijaya Air SJ-182, yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta pada Sabtu (9/1) sekitar pukul 14.40 WIB

Baca Juga :  Penerima Vaksin Bicara Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Tanah Abang

“Sudah 15 tahun bantu Basarnas. Ini yang ketiga kali proses evakuasi pesawat,” kata Bayu sembari menyeruput kopi, kepada KalbarOnline.com di Kapal Negara SAR Basudewa.

Adapun proses evakuasi penyelaman yang dilakukan Bayu, mulai dari pencarian pesawat Air Asia QZ8501 yang jatuh di sekitar Laut Jawa pada 28 Desember 2014, kemudian Lion Air JT610 yang jatuh di laut Jawa pada 29 Oktober 2018 dan Sriwijaya Air SJ128 jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021.

Sebagai buktinya, Bayu lantas menunjukkan rekaman video saat timnya berhasil menemukan serpihan bangkai pesawat Lion Air JT-610 di Laut Jawa. Namun kini, dia belum mengetahui lokasi pasti jatuhnya pesawat Sriwijaya Air.

“Kita belum tahu kondisinya seperti apa,” ungkap instruktur selam tersebut.

Sementara itu, untuk membantu proses evakuasi korban hingga bangkai pesawat Boeing 737-500, Bayu mengungkapkan jika dirinya membawa 10 orang rekannya sesama penyelam. Mereka merupakan relawan yang mempunyai jam terbang tinggi untuk melakukan penyelaman.

Bahkan para rekannya itu merupakan pelatih menyelam. Sehingga kuat menyelaman ke dalaman laut hingga 30 meter dengan waktu paling lama 45 menit.

Baca Juga :  23 Nakes Gugur karena Covid-19 Dapat Bintang Jasa Pratama dan Nararya

“Tim saat ini hampir semuanya instruktur selam, rata-rata pengalaman menyelam 15 tahun. Saya sendiri sudah 25 tahun,” ujar Bayu.

Bayu menjelaskan, butuh kemampuan lebih untuk bisa menyelam pada kedalaman laut hingga 30 meter. Terlebih harus membawa perlangkan hingga 15 kilogram. Dia mengaku, risiko tertinggi melakukan penyelaman adalah kematian.

Baca juga: Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air di Laut Jawa Jadi Sorotan Dunia

“Kematian risiko paling tinggi, waktu Lion Air teman kita ada almarhum Syahrul Anto mengalami risiko kematian,” beber Bayu.

Karena itu, pengalaman dan kondisi fisik yang sehat harus dimiliki oleh setiap penyelam. Hal ini untuk menghindari setiap risiko yang ada di kedalaman laut.

“Pengalaman dan tentunya kondisi fisik. Makanya saat melakukan operasi kita selalu bergantian,” ucap Bayu mengakhiri.

Untuk diketahui, pesawat Sriwijaya SJ-182 rute Jakarta-Pontianak dilaporkan hilang kontak pada pukul 14.40 WIB, Sabtu (9/1). Pesawat yang bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta tersebut mengangkut penumpang sebanyak 56 penumpang, terdiri dari 46 dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment