KalbarOnline.com-Ganda putra Indonesia gagal memberikan gelar pada tiga ajang pembuka 2021 yakni Thailand Open I, Thailand Open II, dan BWF World Tour Finals (WTF) 2020.
Bahkan, sebelum terbang ke Thailand, tim ganda putra juga mengalami masalah. Pasangan nomor satu dunia Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo tidak bisa berangkat karena Kevin positif Covid-19.
Walau gagal menghadirkan gelar, namun pasangan senior Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan melaju paling jauh di WTF 2020. Ketika semua pemain Indonesia tidak mampu untuk sekadar lolos dari penyisihan grup dan mencapai semifinal, Hendra/Ahsan sukses menembus final.
Melihat kiprah lima ganda putra Indonesia yang bermain di Thailand I dan II tentu saja menghasilkan berbagai macam reaksi. Ada yang mengecewakan. Tetapi, ada juga yang memuaskan dan menerbitkan harapan.
Kepada wartawan Jawa Pos Ainur Rohman, pelatih kepala ganda putra Indonesia Herry Iman Pierngadi merefleksikan kerja pasukannya setelah bertarung selama tiga pekan di Thailand.
Hendra/Ahsan sempat mendapatkan momentum yang sangat baik di final BWF World Tour Finals 2020. Tetapi sayang akhirnya kalah. Bagaimana Coach Herry melihat kekalahan Hendra/Ahsan itu?
Kami sebetulnya sudah menyiapkan Hendra/Ahsan dengan serius sebelum ke Thailand. Tetapi dalam perjalanannya, Ahsan mengalami cedera di betisnya. Jadi, karena itulah akhirnya dia tidak bisa sangat memaksakan.
Sepanjang turnamen, dia menjalani treatment yang bertahap. Memang akhirnya tidak bisa pulih seratus persen. Sebetulnya tidak hanya Ahsan, Hendra juga ada masalah di kakinya.
Karena mereka pemain senior, ada umur juga, jadi tidak bisa semata mengandalkan fisik. Kata orang, umur tidak bisa bohong. Memang realitasnya seperti itu. Termasuk yang terjadi di final.
Soal ganda Taiwan Lee Yang/Wang Chi-lin yang sapu bersih juara tiga kali berutun, menurut Coach Herry, itu adalah fenomena yang mengejutkan?
Kalau melihat para pemain lain, pemain Taiwan itu menurut saya persiapannya yang paling bagus. Kemajuannya sangat terlihat. Fisiknya juga luar biasa. Pertama kali saya nonton itu waktu saya akan mendampingi Fajar (Alfian)/Rian (Ardianto). Saat itu waktu pertandingannya memang berdekatan.
Ketika itu, ganda Taiwan itu melawan (Kim) Astrup/(Anders) Rasmussen. Dalam pertandingan itu saya lihat mereka siap banget, terutama dalam soal power tangan. Mereka muda dan kuat. Dan secara kualitas, mereka ada peningkatan yang signifikan. Konsistensi mereka juga bagus. Stabil banget.
Dari semua ganda putra yang bermain di Thailand, secara keseluruhan mereka yang paling menonjol. Misalnya dibandingkan dengan pasangan Korea (Choi Sol-gyu/Seo Seung-jae) yang pada pekan terakhir menurun. Yang pemain kidal (Seo, Red) kan juga bermain di ganda campuran. Dan memang, sangat berat kalau bermain di dua sektor selama tiga minggu secara beruntun.
Selama turnamen di Thailand, ada pemain yang turun banget. Dan ada yang turunnya tidak banyak. Pada waktu final (WTF, Red) pasangan Taiwan itu sebetulnya turun. Tetapi, lawannya turunnya lebih banyak.
Saat di game kedua final, Hendra/Ahsan punya momentum. Tetapi ya harus diakui secara tenaga tangan, mereka sudah kalah. Pemain Taiwan kenceng dan bagus banget. Pedenya juga luar biasa. Biasanya kan mereka ini ada error-errornya.
Tapi waktu di Thailand, mereka yakin banget dan pede banget. Setelah hasil ini, mereka jelas akan sangat kami perhitungkan di masa depan.
Rekor Marcus/Kevin melawan Lee/Wang bagus sekali. Sejak 2019, mereka bertemu tiga kali dan Marcus/Kevin menang terus dengan straight game. Kalau bertemu lagi, bagaimana kira-kira situasinya?
Soal rekor-rekor yang lalu, sekarang ini nggak bisa lagi jadi patokan. Tiga sampai empat bulan saja, para pemain pasti bisa mengalami perkembangan. Jadi, berubah terus.
Kalau ketemu lagi, tinggal bagaimana kondisi kesiapan Kevin/Gideon. Nggak pasti menang juga. Saya kira masih fifty-fifty. Tetapi, kalau persiapan Kevin/Gideon sudah sangat bagus, masih ada harapan menang. Menurut saya, (kemampuan) mereka berada sedikit di atas pasangan Taiwan itu.
Situasinya begini Mas, kalau levelnya sudah ada di top 10 dunia, siapa yang siap, dia yang menang. Soal teknik kan hampir merata. Sekarang yang menentukan adalah kondisi, tenaga, dan fokus. Persentase menang dan kalah itu sudah tidak relevan.
Kalau sudah pemain level top 10 dunia, keunggulan fisik, tenaga, dan daya otot tangannya akan sangat berpengaruh. Di double (ganda putra) kan istilahnya permainannya langsung ngebunuh. Memang sangat keras dan cepat.
Jadi, soal teknik, kemampuan, bla..bla…bla…itu sudah nggak terlalu berpengaruh besar. Intinya sekarang adalah kekuatan otot tangan dan kaki. Soal kecepatan juga bukan menjadi penentu kemenangan. Olahraga ini kan bukan matematika yang hasilnya dua ditambah dua pasti menjadi empat. Latihannya harus kontinu.
Soal Kevin misalnya. Yang katanya dia punya kecepatan, punya teknik, dan lain-lain, tetapi kalau Kevin nggak siap, persentase kemenangannya ya jelas kecil. Kalau nggak latihan secara bagus, ya peluang menangnya kecil.
Dan soal ganda Taiwan, saya akui mereka punya kemampuan membunuh yang bagus. Jadi sekarang, tugas saya adalah mencari formula, mencari jalan, dan mencari solusi untuk menghentikan mereka.
Sekarang soal Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin yang berhasil mencapai semifinal di Thailand Open 2020 I. Bagi Coach Herry, itu adalah hal yang mengejutkan?
Jujur saja itu di luar ekspektasi saya. Saya kan nggak bisa nilai pemain sebelum mereka menjalani pertandingan. Kalau ada pertandingan, saya bisa melihat apakah pemain itu sudah maju, sudah berkembang, naik, atau malah mundur kemampuannya. Kan saya harus menilai mereka secara riil.
Kalau Leo, saya lihat dia unggul di bola-bola kecil. Leo dan Daniel secara servis cukup konsisten dan bagus. Servis itu sangat penting dalam permainan double. Dan saya melihat, kualitas servis mereka jika dibandingkan umur mereka yang masih sekian (19 tahun, Red) itu sudah cukup bagus.
Mereka juga berani ngelawan ganda yang ada di atas mereka. Cara mereka bermain dan pola mainnya juga konsisten. Satu hal lagi adalah mental bertanding mereka yang menurut saya bagus. Fighting spirit mereka juga cukup bagus.
Leo di sektor depan dan Daniel yang ada di belakang juga menjanjikan. Kalau saya bandingkan, Leo itu seperti Kevin. Dan Daniel di belakang seperti Gideon. Tapi, kalau permainan double era modern, ya satu pemain harus bagus di depan dan belakang. Tidak cuma ahli di satu sisi saja. Daniel harus banyak belajar juga bermain di depan. Inilah yang mereka dibutuhkan untuk maju.
Penampilan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto sangat mengecewakan di Thailand. Apa yang sebetulnya terjadi?
Saya kira memang penurunan mereka cukup banyak. Jujur saja, penampilan mereka tidak sesuai yang saya harapkan. Penurunannya dari mana? Saya belum tahu dan masih harus dicari tahu.
Kalau secara keseluruhan, memang ada handicap. Fajar mengalami masalah, tangannya ada cedera. Tetapi itu bukan alasan utama. Setelah kalah (di babak pertama Thailand Open II), mereka bilang ke saya bahwa kepercayaan diri mereka memang turun.
Masalah masing-masing pemain pasti berbeda. Kalau Fajar/Rian ini apa akar masalahnya?
Betul, masalah setiap pemain berbeda. Kalau Fajar/Rian ini, jika mereka lama nggak tanding, maka touchnya akan hilang. Jadi mungkin dari cara berpikir dan motivasi mereka harus ditata ulang.
Mereka bilang ke saya masalahnya sedang ada penurunan motivasi. Touch pertandingan juga katanya tidak nyaman. Sebetulnya, yang lain juga mengalami masalah yang sama. Tetapi bedanya ada yang bisa cepat dalam melakukan penyesuaian, ada yang lambat.
Saat kalah lawan Leo/Daniel itu, Fajar/Rian kecewa banget. Itu memang di luar perkiraan. Harusnya mereka memang nggak boleh kalah. Mereka kan lebih senior dan punya jam terbang tinggi. Harusnya mereka menang. Tapi inilah plus-minusnya kalau ketemu teman sendiri.
Saya juga awalnya mengira Leo/Daniel ini cuma kebetulan saja bisa menang sama temen sendiri. Tetapi yang mengejutkan, mereka ternyata bisa sampai ke semifinal (Thailand Open I).
Namun saat di semifinal itu, istilahnya baterainya sudah habis. Sebab, sebelumnya, mereka bermain tiga set terus dan semuanya berlangsung di atas satu jam.
Daya tahan mereka masih belum teruji. Mereka belum melewati tahap pertama untuk menjadi ganda top dunia. Leo/Daniel harus melewati proses yang panjang, mungkin sama dengan proses yang dialami Kevin/Gideon pada 2015.
Tahap pertama itu maksudnya seperti apa?
Tahap pertama itu maksud saya adalah Leo/Daniel harus bertemu dengan para pasangan top lebih dulu. Melawan Tiongkok dan Jepang, misalnya. Lawan Lee/Wang saja mereka masih belum ketemu kan?
Dari sanalah, saya akan bisa melihat apakah mereka ini bisa bersaing atau enggak. Ramai atau enggak pertandingannya? Jadi untuk saat ini, soalnya bukan semata kalah atau menang.
Setelah ketemu pasangan-pasangan top dunia itu, nantinya ini bakal menjadi penentuan apakah mereka bisa melewati tahapan pertama atau tidak.
Kalau Fajar/Rian kan sudah masuk ke tahap kedua. Mereka ada di tengah-tengah. Yang bawah mengancam mereka, tetapi mereka mau menyodok ke atas ya sampai sekarang belum tembus-tembus. Kalau yang sudah berhasil melewati tahap kedua itu misalnya Ahsan/Hendra dan Kevin/Gideon.
Sekarang, Leo/Daniel kalah lawan siapa saja bagi saya tidak jadi masalah. Istilahnya, kalau kerja ya mereka masih tahap magang dulu lah. Mereka kan belum ketemu lawan-lawan top lainnya. Latihannya selama ini dengan Kevin/Gideon, Hendra/Ahsan, dan Fajar/Rian.
Mereka harus lebih dulu mencoba melawan semua ganda terbaik di dunia ini. Setelah itu, saya akan bisa melihat pattern dan pola main mereka seperti apa. Jadi saya akan punya bayangannya, saya punya sampelnya. Semuanya kan harus berdasarkan kondisi riil.
Nah, setelah itu, saya sudah punya sketsa permainan mereka dan mengatur bagaimana program latihan berdasarkan hasil pertandingan mereka. Kalau tidak ada masalah, tidak ada cedera, saya baru bisa mengetahui sketsa permainan Leo/Daniel ini selama setahunlah. Lalu, untuk tahu apakah mereka bisa naik level atau tidak, lebih kurang mereka butuh waktu dua tahun.
Sekarang bergeser soal dua ganda muda lain, Bagas Maulana/M. Shohibul Fikri dan Pramudya Kusumawaradana/Yeremia Rambitan. Bagaimana catatan Coach Herry selama di Thailand?
Kalau menurut saya, saat ini, kualitas Leo/Daniel sedikit berada di atas mereka berdua. Tetapi memang di Thailand, saya masih belum bisa menilai bagaimana mental bertanding mereka, bagaimana cara mereka lepas dari tekanan, mukanya saat tertekan seperti apa, atau solusi ketika mereka tertinggal.
Bagas/Fikri misalnya, setelah menang bagus lawan Rusia (Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov) penampilan mereka lawan Jerman Mark Lamsfuss/Marvin Seidel) malah turun. Harusnya mereka mereka bisa menang satu set lah.
Tetapi, secara garis besar, pola main mereka sudah sesuai dengan pola latihan. Cara mereka bermain sudah oke. Mereka meningkat jika dibandingkan masa sebelum pandemi. Jadi sebetulnya sudah sesuai dengan yang saya harapkan. Mereka memang masih banyak salah lempar, salah penempatan, dan bikin error. Tetapi secara garis besar, saya cukup puas dengan pola main dan cara mereka bermain.
Bulan depan, Leo/Daniel, Bagas/Fikri, dan Pramudya/Yeremia akan bermain di Swiss Open, ada target khusus kepada mereka?
Target ke Swiss nggak ada yang spesifik. Saya hanya akan melihat, ketika mereka ketemu pemain top dunia, sampai di mana plus dan minusnya. Pasang target masih terlalu dini buat mereka. Menurut saya juga kurang tepat.
Target itu ya sekarang cuma terkait soal Kevin/Sinyo (Marcus, Red), Hendra/Ahsan, dan Fajar/Rian. Kalau yang muda-muda, hanya di level menambah jam bertanding saja.
Comment