Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Rabu, 17 Februari 2021 |
KalbarOnline.com – Ketentuan mewajibkan over the top (OTT) asing bekerja sama dengan layanan telekomunikasi lokal mendapat penolakan. Disinyalir penolakan itu karena OTT asing tidak mau dikontrol jika berbisnis di Indonesia.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, mewajibkan OTT asing bekerja sama dengan layanan telekomunikasi lokal diatur dalam RPP Postelsiar. Akan tetapi ketentuan itu dilarang pihak tertentu dan OTT asing sendiri karena dianggap bertentangan dengan prinsip net neutrality. “Padahal konsep tersebut sudah tidak berlaku lagi Amerika Serikat,” kata Heru Sutadi kepada wartawan, Rabu (17/2).
Menurut Heru Sutadi, net neutrality yang disuarakan sejumlah LSM merupakan kampanye terselubung yang dilakukan OTT asing yang ingin berbisnis di Indonesia. Sayangnya, mereka ingin berbisnis tanpa diikat aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Strategi OTT asing masuk ke sejumlah negara termasuk Indonesia, tapi tidak mau dikontrol alias mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. OTT asing itu ingin membawakan dan mendistribusikan kontennya secara bebas,” kata Heru
Heru menyebut, Indonesia tidak mengadopsi net neutrality karena tidak sesuai dengan norma dan perundang-undangan yang ada. Dengan menerapkan net neutrality, OTT asing dapat menyalurkan seluruh konten tanpa adanya kontrol dari pemerintah. Padahal kontrol dari pemerintah adalah hal yang mutlak. Kontrol itu selain untuk menjaga kedaulatan negara, juga untuk melindungi warga negara dari konten-konten negatif dan ilegal.
“Saat ini Indonesia hanya mengenal teknologi netral di industri telekomunikasi. Indonesia tak mengenal net neutrality. Masa kita ingin OTT asing menyebarkan konten negatif dan ilegal di Indonesia. Seperti perjudian, pornografi atau LGBT. Penyebaran konten negatif dan ilegal di Indonesia melanggar perundang-undangan yang ada,” terang Heru.
Seperti diketahui Indonesia sangat melarang adanya konten ilegal dan negatif. Contohnya konten yang mengandung pornografi, LGBT, radikalisme, terorisme, serta perjudian. Semua itu merujuk pada UU ITE, UU Pornografi, dan UU Perjudian.
Oleh karena itu, Heru meminta Pemerintah tetap berhati-hati memahami net neutrality yang tengah didengungkan OTT asing. Negara harus berdaulat di ruang digital dan tidak dikontrol OTT asing. Kewajiban OTT asing untuk bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal harus dipertahankan di RPP Postelsiar. “Kewajiban kerja sama ini penting untuk memperkuat ekosistem digital di Indonesia,” katanya.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com – Ketentuan mewajibkan over the top (OTT) asing bekerja sama dengan layanan telekomunikasi lokal mendapat penolakan. Disinyalir penolakan itu karena OTT asing tidak mau dikontrol jika berbisnis di Indonesia.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, mewajibkan OTT asing bekerja sama dengan layanan telekomunikasi lokal diatur dalam RPP Postelsiar. Akan tetapi ketentuan itu dilarang pihak tertentu dan OTT asing sendiri karena dianggap bertentangan dengan prinsip net neutrality. “Padahal konsep tersebut sudah tidak berlaku lagi Amerika Serikat,” kata Heru Sutadi kepada wartawan, Rabu (17/2).
Menurut Heru Sutadi, net neutrality yang disuarakan sejumlah LSM merupakan kampanye terselubung yang dilakukan OTT asing yang ingin berbisnis di Indonesia. Sayangnya, mereka ingin berbisnis tanpa diikat aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Strategi OTT asing masuk ke sejumlah negara termasuk Indonesia, tapi tidak mau dikontrol alias mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. OTT asing itu ingin membawakan dan mendistribusikan kontennya secara bebas,” kata Heru
Heru menyebut, Indonesia tidak mengadopsi net neutrality karena tidak sesuai dengan norma dan perundang-undangan yang ada. Dengan menerapkan net neutrality, OTT asing dapat menyalurkan seluruh konten tanpa adanya kontrol dari pemerintah. Padahal kontrol dari pemerintah adalah hal yang mutlak. Kontrol itu selain untuk menjaga kedaulatan negara, juga untuk melindungi warga negara dari konten-konten negatif dan ilegal.
“Saat ini Indonesia hanya mengenal teknologi netral di industri telekomunikasi. Indonesia tak mengenal net neutrality. Masa kita ingin OTT asing menyebarkan konten negatif dan ilegal di Indonesia. Seperti perjudian, pornografi atau LGBT. Penyebaran konten negatif dan ilegal di Indonesia melanggar perundang-undangan yang ada,” terang Heru.
Seperti diketahui Indonesia sangat melarang adanya konten ilegal dan negatif. Contohnya konten yang mengandung pornografi, LGBT, radikalisme, terorisme, serta perjudian. Semua itu merujuk pada UU ITE, UU Pornografi, dan UU Perjudian.
Oleh karena itu, Heru meminta Pemerintah tetap berhati-hati memahami net neutrality yang tengah didengungkan OTT asing. Negara harus berdaulat di ruang digital dan tidak dikontrol OTT asing. Kewajiban OTT asing untuk bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal harus dipertahankan di RPP Postelsiar. “Kewajiban kerja sama ini penting untuk memperkuat ekosistem digital di Indonesia,” katanya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini