Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Selasa, 23 Februari 2021 |
KalbarOnline.com – Pemerintah memastikan akan membuka ruang diskusi dan masukan publik dalam upaya penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Diskusi publik diperlukan sebagai upaya menyosialisasikan secara luas pentingnya revisi KUHP.
“Pembentukan RUU KUHP yang merupakan produk estafet dari para pendahulu, sebentar lagi akan
mencapai langkah akhirnya yang mutlak harus kita wujudkan sebagai salah satu magnum opus (mahakarya, Red) anak bangsa yang patut kita banggakan,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Benny Rianto, Selasa (23/2).
“Ruang diskusi dan masukan tetap terbuka demi penyempurnaan karya monumental dalam pembangunan hukum nasional kita ini,” sambungnya.
Benny menyebut, diskusi publik terkait RUU KUHP ini sekaligus untuk mensosialisasikan secara luas pentingnya revisi KUHP yang mengedepankan prinsip restorative justice. Menurutnya, sosialisasi ini juga menjadi kunci agar publik mendapatkan informasi yang utuh dan benar soal revisi KUHP.
“RUU KUHP merupakan penal code nasional yang disusun sebagai simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Seyogyanya, ini dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme dan mengapresiasi seluruh partisipasi masyarakat,” ujar Benny.
Benny menuturkan, perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan RUU KUHP tentunya
merupakan kontribusi positif yang perlu disikapi dengan melakukan diskusi yang komprehensif. Dia mengakui, RUU KUHP telah melalui langkah panjang yang dimulai sejak Seminar Hukum Nasional I pada 1963.
“RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum
pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda,” beber Benny.
Dia tak memungkiri, pembaruan KUHP diarahkan pada misi harmonisasi, yaitu menyesuaikan KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal. Selain itu juga sebagai upaya modernisasi.
“Misi modernisasi dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi pada perbuatan semata-mata menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan,” ungkap Benny.
Sebagaimana diketahui, pada September 2019 lalu DPR akhirnya menunda pengesahan RUU KUHP akibat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Keputusan ini menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta Menteri Hukum dan HAM menyampaikan sikap pemerintah, yakni
menunda pengesahan RUU KUHP, kepada DPR.
RUU KUHP juga akhirnya tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. Karena itu pemerintah dan DPR sepakat perlunya dilakukan sosialisasi lebih mendalam dan luas kepada masyarakat terkait RUU KUHP sebelum akhirnya bisa disahkan.
Sumber: JawaPos.com
KalbarOnline.com – Pemerintah memastikan akan membuka ruang diskusi dan masukan publik dalam upaya penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Diskusi publik diperlukan sebagai upaya menyosialisasikan secara luas pentingnya revisi KUHP.
“Pembentukan RUU KUHP yang merupakan produk estafet dari para pendahulu, sebentar lagi akan
mencapai langkah akhirnya yang mutlak harus kita wujudkan sebagai salah satu magnum opus (mahakarya, Red) anak bangsa yang patut kita banggakan,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Benny Rianto, Selasa (23/2).
“Ruang diskusi dan masukan tetap terbuka demi penyempurnaan karya monumental dalam pembangunan hukum nasional kita ini,” sambungnya.
Benny menyebut, diskusi publik terkait RUU KUHP ini sekaligus untuk mensosialisasikan secara luas pentingnya revisi KUHP yang mengedepankan prinsip restorative justice. Menurutnya, sosialisasi ini juga menjadi kunci agar publik mendapatkan informasi yang utuh dan benar soal revisi KUHP.
“RUU KUHP merupakan penal code nasional yang disusun sebagai simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Seyogyanya, ini dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme dan mengapresiasi seluruh partisipasi masyarakat,” ujar Benny.
Benny menuturkan, perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan RUU KUHP tentunya
merupakan kontribusi positif yang perlu disikapi dengan melakukan diskusi yang komprehensif. Dia mengakui, RUU KUHP telah melalui langkah panjang yang dimulai sejak Seminar Hukum Nasional I pada 1963.
“RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum
pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda,” beber Benny.
Dia tak memungkiri, pembaruan KUHP diarahkan pada misi harmonisasi, yaitu menyesuaikan KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal. Selain itu juga sebagai upaya modernisasi.
“Misi modernisasi dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi pada perbuatan semata-mata menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan,” ungkap Benny.
Sebagaimana diketahui, pada September 2019 lalu DPR akhirnya menunda pengesahan RUU KUHP akibat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Keputusan ini menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta Menteri Hukum dan HAM menyampaikan sikap pemerintah, yakni
menunda pengesahan RUU KUHP, kepada DPR.
RUU KUHP juga akhirnya tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. Karena itu pemerintah dan DPR sepakat perlunya dilakukan sosialisasi lebih mendalam dan luas kepada masyarakat terkait RUU KUHP sebelum akhirnya bisa disahkan.
Sumber: JawaPos.com
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini