KalbarOnline, Sambas – Kehadiran Pertashop di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas menjadi jawaban keadilan energi di batas negeri. Enam bulan lalu, 726 Kepala Keluarga di perbatasan Malaysia ini harus mengeluarkan hingga Rp15 ribu untuk satu liter Pertalite. Kini, lewat mitra resmi PT Pertamina Patra Niaga, mereka mendapat harga yang sama dengan warga Kota Pontianak, ibu kota provinsi Kalimantan Barat yang berjarak 401,5 kilometer.
Hatta (67) mau tidak mau harus membeli BBM dari para calo untuk konsumsi kendaraan pribadinya. Dia memesan 35 liter Pertalite. Namun yang datang hanya 30 liter saja.
“Alasannya menyusut di perjalanan. Calo-calo ini membawa BBM dengan jerigen ke Temajuk dan memainkan selisih harga yang cukup tinggi,” ceritanya kemarin.
Pertalite yang harusnya dijual Rp7.850 pun menjadi Rp11 ribu per liter. Bila langka, bisa jadi Rp15 ribu per liter. Namun Hatta tak punya pilihan lain. Jika ingin mengantre sendiri, dia harus ke pusat Kecamatan Paloh atau Kecamatan Sajingan yang berjarak 85 kilometer. Waktu tempuhnya sekitar dua jam dan berpotensi bertambah bila musim penghujan tiba.
“Apalagi dulu itu jalan di Temajuk ini rusak parah, sekarang seiring infrastruktur jalan diperbaiki, kebutuhan energi pelan-pelan juga terpenuhi, tapi ya lewat calo-calo BBM itu,” jelasnya.
Keadaan itu berubah sejak kehadiran Pertashop yang dikelola Agus, salah satu warga Temajuk, enam bulan terakhir. Kebutuhan BBM warga terpenuhi tanpa biaya lebih.
“Sekarang harganya sesuai, di mana untuk Kalbar itu harga Pertamax sebesar Rp9.200, di Temajuk juga segitu,” katanya.
Akan tetapi, saat ini baru tersedia BBM jenis Pertamax saja. Hatta bercerita, warga sudah memohon agar ditambah jenis bahan bakar yang lain seperti solar, Pertalite dan LPG.
“Mudah-mudahan usulan tersebut bisa dipenuhi karena jenis bahan bakar yang lain itu masih cukup mahal ya harganya, karena masih dimanfaatkan oleh calo-calo yang membawa dari Pontianak,” tutupnya.
Kehadiran Pertashop di Temajuk tak lepas dari keinginan dan kepedulian pengusaha setempat, Agus. Sejak program ritel PT Pertamina Patra Niaga ini diluncurkan, dia sudah tertarik ambil bagian. Dia pun mulai mengajukan kerja sama menjadi mitra. Tak sampai dua bulan, pengiriman Pertamax perdana ke Temajuk dilakukan.
“Sebelum adanya Pertashop, masyarakat mendapatkan BBM yang dibawa oleh cangkau dengan harga di tingkat eceran Rp10-13 ribu. Setelah adanya Pertashop, masyarakat lebih mudah dan murah dapat BBM yakni Rp9.200 dengan kualitas yang lebih bagus dan jumlah liter lebih akurat,” jelasnya.
Agus pun merasa usahanya dapat bermanfaat bagi banyak orang. Terlebih warga sekitar yang sudah lama mendambakan satu harga BBM.
“Dengan hadirnya Pertashop ini artinya sejalan dengan keinginan pemerintah mewujudkan keadilan energi. Masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi mendapatkan layanan BBM dari Pertamina, sekarang sudah ada di ujung negara,” katanya.
Di Kalimantan Barat, hingga 14 Oktober 2021 sudah ada 37 unit Pertashop yang beroperasi dan tiga dalam proses verifikasi akhir. Program kemitraan PT Pertamina Patra Niaga ini menambah daftar 14 SPBU BBM 1 Harga sebagai wujud komitmen menghadirkan keadilan energi utamanya di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) di Kalimantan Barat.
“Sebelumnya masyarakat perlu menempuh puluhan kilometer untuk menjangkau SPBU terdekat. Kini energi bisa didapat dengan mudah dan dengan harga yang sama, tentunya turut membantu menggerakan roda perekonomian daerah tersebut,” kata Area Manager Com, Rel, & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Susanto August Satria.
Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Tanjungpura Juanda Astarani menyambut positif kehadiran Pertashop. Pasokan energi masyarakat menjadi setara, bahkan di pelosok dan wilayah perbatasan.
“Dengan adanya Pertashop ini kita harapkan biaya transportasi masyarakat di daerah untuk usaha dan sebagainya bisa semakin kecil. Artinya akan muncul kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Dari pengamatannya, sebelum ada Pertashop, biaya konsumsi energi masyarakat perbatasan sangat besar. Pasalnya, tidak ada SPBU di wilayah mereka. Kebutuhan itu dipenuhi dari para pengecer dengan harga tinggi.
“Kini masyarakat bisa memperbaiki pola konsumsi mereka secara lebih baik, makanan bisa lebih bergizi, atau uang lebih yang selama ini dipakai untuk kebetuhan energi bisa digunakan untuk keperluan pendidikan anak dan sebagainya,” jelasnya.
Namun demikian, Juanda menggarisbawahi agar pemerintah menyiapkan langkah strategis untuk menyediakan energi alternatif. Pertashop diharap tidak jadi solusi jangka panjang.
“Bagaimana kita bisa menyediakan solusi energi jangka panjang dengan memanfaatkan sumber daya kita yang tak terbatas ini. Matahari contohnya, kemudian arus sungai kita. Teknologi itu yang memang kita lihat belum dikembangkan, anak SMK tidak bicara itu, universitas kurang bicara itu,” tutupnya.
Comment