Pemerintah Cabut Konsesi 11 Perusahaan di Kalbar
Kadis LHK: Atas usul Gubernur
KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah mencabut ribuan Izin Usaha Tambang, Kehutanan dan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan di seluruh Indonesia. Di Kalbar sendiri, terdapat 11 perusahaan yang izin konsesi kawasan hutannya dicabut Pemerintah berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di awal tahun 2022 ini. Total luasannya pun tak tanggung-tanggung, mencapai 199.291,94 hektar.
Jumlah sebanyak itu di antaranya PT Nityasa Idola dengan luas 113.196 hektar. PT Rimba Equator Permai seluas 17.068 hektar, PT Kusuma Puspawana seluas 9.614 hektar, PT Graha Agro Nusantara seluas 3.237 hektar, PT Pinang Witmas Abadi seluas 5.676,51 hektar, dan PT Cemaru Lestari seluas 13.241,50 hektar.
Kemudian PT Citra Sawit Cemerlang seluas 15.705,75 hektar, PT Multi Prima Entakai (I) seluas 2.550 hektar, PT Patiware (d/h Perintis Makmur) seluas 6.801,78 hektar, PT Sumatera Jaya Agrolestari seluas 10.935,40 hektar, dan PT Pranaindah Gemilang seluas 1.266 hektar.
Selain itu, terdapat pula izin konsesi kehutanan 15 perusahaan di Kalbar yang masuk daftar evaluasi dalam SK Menteri tersebut. Dalam SK yang sama, terdapat pula dua perusahaan di Kalbar yang izin konsesi kehutannya dicabut pada periode September 2015 sampai Juni 2021.
Hal inipun dibenarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat Adi Yani. Menurut dia, pencabutan konsesi tersebut berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi Kalbar melalui surat Gubernur yang ditujukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Itu (pencabutan) salah satunya berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi Kalbar kepada Kementerian LHK. Ada 11 perusahaan yang dicabut baik HGU, HTI, HPH, dan sebagainya. Sedangkan yang dievaluasi ada 15 perusahaan di Kalbar,” kata Adi Yani, Jumat, 7 Januari 2022.
Adi Yani pun menjelaskan, hal itu berawal dari Gubernur Sutarmidji yang meminta Dinas LHK mengevaluasi semua perizinan kehutanan di Kalbar. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, didapati perusahaan HTI, HPH dan sebagainya yang ternyata tak produktif.
“Tidak produktif itu ditandai dengan mereka tidak membuat RKT (rencana kerja tahunan) dan sebagainya. Atas dasar itulah, Pak Gubernur memerintahkan Dinas LHK menyurati Menteri LHK untuk segera dicabut dan dievaluasi. Intinya pencabutan dan evaluasi yang dilakukan itu berdasarkan usulan daerah kepada KLHK. KLHK juga melihat dari kiprah perusahaan,” jelas Adi Yani.
Bahkan, kata Adi Yani, saat Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar berkunjung ke Kalbar belum lama ini, juga ditindaklanjuti kembali oleh Gubernur.
“Sehingga kemungkinan langkah Bu Menteri itu salah satunya berdasarkan usulan Pak Gubernur. Makanya perusahaan-perusahaan ini dievaluasi, dan ternyata apa yang diusulkan Pak Gubernur itu ditanggapi dengan SK Menteri LHK itu,” kata Adi Yani.
Pihaknya saat ini masih menunggu petunjuk dari Kementerian LHK terkait tindak lanjut pasca terbitnya SK Menteri LHK tersebut. Meski begitu, pihaknya terus menyisir dan mengevaluasi semua kegiatan yang dilakukan oleh semua perusahaan pemegang izin konsesi kehutanan di Kalbar selain dari 11 perusahaan yang dicabut dan 15 perusahaan yang dievaluasi.
Jika ternyata dari evaluasi yang dilakukan pihaknya terhadap semua perusahaan pemegang izin konsesi kehutanan itu banyak ditemukan aktivitas ilegal logging, ilegal mining, dan aktivitas ilegal lainnya yang berada dalam kawasan hutan dan masuk dalam izin konsesi perusahaan, maka akan kembali diusulkan ke Kementerian LHK untuk dievaluasi.
“Ternyata misalnya ditemukan itu ada dalam izin mereka, tapi notabene mereka selalu berkirim surat ke kami bahwa di area mereka terdapat ilegal logging atau ada tanaman-tanaman sawit, kok lapor ke kami, padahal mereka yang diberikan izin. Artinya kewenangan dan tanggung jawab ada di mereka. Ini salah satunya mengapa harus dievaluasi. Artinya menelantarkan areal yang sudah dibebankan izin kepada mereka. Karena kami melakukan evaluasi juga berdasarkan izin yang mereka terima,” kata Adi Yani.
Adi Yani menegaskan bahwa evaluasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalbar bersifat menyeluruh. Berkaitan dengan apa yang menjadi tanggung jawab perusahaan. Seperti misalnya Rencana Kerja Tahunan yang menjadi tanggung jawab perusahaan untuk dilaksanakan setiap tahunnya. Di mana, dalam RKT tersebut, perusahaan diwajibkan menyusun perencanaan dan program, lokasi pembibitan, penanaman, jangka waktu penanaman, luasan tanam dan sebagainya, hingga bagaimana pola kerjasama dengan masyarakat.
“Faktanya yang sampai saat ini kami temukan ada beberapa perusahaan yang tidak menyusun RKT selama lima tahun bahkan lebih. Padahal dalam aturan, tiga tahun saja tidak menyusun RKT maka harus dievaluasi oleh Kementerian LHK. Itu masuk dalam daftar yang diusulkan untuk dicabut. RKT ini sekarang sudah sistem online. Kami sudah membuat ceklis apa yang harus kita evaluasi, tidak hanya pada lokasi yang mau ditanam, tapi lokasi yang tidak ditanam pun akan kami evaluasi,” kata Adi Yani.
“Kemudian bagaimana laporan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) perusahaan, laporan rencana pengelolaan lingkungan, rencana pemantauan lingkunganya. Kemudian bagaimana perusahaan melakukan evaluasi, atau melakukan pengawasan terhadap areal kerjanya, bagaimana mereka melakukan koordinasi dengan masyarakat. Karena setiap izin yang diberikan kan ada namanya kelola sosial. Nah bagaimana mereka melakukan kelola sosial di dalam dan sekitar izin mereka. Jadi banyak hal yang perlu kita lakukan evaluasi lagi,” katanya lagi.
Namun, ditegaskan Adi Yani, konsesi perusahaan yang dicabut oleh Kementerian LHK itu berdasarkan pertimbangan produktivitas perusahaan.
“Ini akan diberikan pengelolaannya kepada masyarakat dengan pola perhutanan sosial. Mungkin dengan diberikan kepada masyarakat melalui perhutanan sosial akan memudahkan Pemerintah juga dalam hal pengawasan. Karena kalau diberikan ke masyarakat, tentu mereka akan menjaga hutannya,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga sedang menginventarisir pendapatan yang dapat diterima negara dari hasil hutan bukan kayu di Kalbar yang dikelola oleh perhutanan sosial. Sebab menurutnya, perhutanan sosial juga diwajibkan mengantongi izin dari pemerintah, yang prosesnya sama dengn perusahaan.
Misalnya, kata dia, hutan desa. Pihak desa melalui badan atau koperasi juga diwajibkan mengurus tata batas, dan menyusun rencana kegiatan tahunan. Seperti misalnya berkegiatan dalam hasil hutan bukan kayu seperti gaharu, madu, rotan, dan lain-lainnya.
“Produk ini kan juga diekspor ke luar Kalbar atau luar negeri. Tentunya dalam aktivitas ekspor itu ada beban pajak. Ini sedang kami inventarisir. Jadi alur distribusi keuangannya (penerimaan pajak) bisa kelihatan. Kita bisa memantaunya melalui BUMDes-nya, sehingga kita bisa mengukur Indeks Desa Membangun-nya (Desa Mandiri) juga,” tutupnya.
Gubernur Usulkan Pemerintah Pusat Evaluasi Izin Konsesi Lahan Perkebunan
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengusulkan agar Pemerintah Pusat melakukan evaluasi perizinan konsesi lahan perkebunan. Hal itu disampaikannya kepada Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono saat kunjungan kerja di Sintang, Kalbar, Kamis, 25 November 2021.
Di Kalimantan Barat sendiri, kata Midji terdapat 2,7 hektar konsesi lahan perkebunan kelapa sawit. Namun, dari luas sebanyak itu, baru satu juta hektar yang dilakukan penanaman.
“Masih ada 1,7 juta hektar yang belum ditanam, dan sudah lama. Ini kan tidak ada hutannya lagi. Nah, ini harus dievaluasi, kalau perlu ya ditarik kembali oleh negara dan dihutankan (lagi),” katanya.
Midji pun menyebut bahwa tak menutup kemungkinan dari luasan tersebut terdapat lahan gambut yang tak bisa dilakukan penanaman.
“Bisa jadi di wilayah-wilayah itu adalah gambut yang tidak bisa ditanam dan sebagainya,” katanya.
Midji pun mendukung penuh upaya perbaikan daerah tangkapan hujan sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa daerah tangkapan hujan sudah rusak. Termasuk perbaikan daerah aliran sungai (DAS) Kapuas yang sudah 70 persen rusak, sehingga penanaman dan pembibitan harus dilakukan. Midji bahkan mengaku siap untuk menyiapkan area pembibitan.
“Sekarang kita percepat penanamannya sebanyak mungkin. Kalau perlu kita pantau dengan aplikasi-aplikasi seperti di Pontianak. Pohon-pohon itu sudah tersistem di dalam aplikasi, semuanya bisa dilihat dalam aplikasi, sehingga untuk lingkungan dan ekosistem kita bisa atur. Ke depan negara memang harus seperti itu. Saya akan terus mendukung apapun kegiatan untuk pemulihan lingkungan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah terus memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. Untuk itu, izin-izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara terus dievaluasi secara menyeluruh.
“Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut,” tegas Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Bogor, pada Kamis, 6 Januari 2022.
Pertama, hari ini pemerintah mencabut sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja.
“Izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.
Kedua, hari ini pemerintah juga mencabut sebanyak 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare. Izin-izin ini dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan.
Ketiga, untuk Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektare, hari ini juga dicabut. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum.
Kepala Negara mengatakan, pembenahan dan penertiban izin ini merupakan bagian integral dari perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan dan kehutanan, serta perizinan yang lainnya. Pemerintah terus melakukan pembenahan dengan memberikan kemudahan-kemudahan izin usaha yang transparan dan akuntabel, tetapi, izin-izin yang disalahgunakan pasti akan dicabut.
“Kita harus memegang amanat konstitusi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Di saat yang sama, pemerintah akan memberikan kesempatan pemerataan pemanfaatan aset bagi kelompok-kelompok masyarakat dan organisasi sosial keagamaan yang produktif (termasuk kelompok petani, pesantren, dll), yang bisa bermitra dengan perusahaan yang kredibel dan berpengalaman.
“Indonesia terbuka bagi para investor yang kredibel, yang memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, serta memiliki komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam,” tandasnya.
Turut mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
Comment