Cerita Aipda Budi Arie Tjahyadi Kembali ke Tanah Air Setelah Jalani Misi Perdamaian di Sudan

Cerita Aipda Budi Arie Tjahyadi Kembali ke Tanah Air Setelah Jalani Misi Perdamaian di Sudan

KalbarOnline.com – Aipda Budi Arie Tjahyadi resmi Kembali ke Tanah Air, setelah genap 15 bulan menjalankan tugas di Darfur, Sudan, Minggu, 9 Januari 2022. Tugas Aipda Budi yang tergabung dalam Satuan Tugas Garuda Bhayangkara (Garbha) II FPU 12 UNAMID/UN Guard Unit (UNGU) berakhir setelah Kontingen Garuda memutuskan mengakhiri misi perdamaian di Sudan lantaran konflik dan penjarahan yang semakin tak terkendali.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Setibanya di Indonesia, Aipda Budi bersama rekannya dalam Satgas Garbha II FPU 12 UNGU langsung menjalani karantina sesuai protokol Covid-19. Selanjutnya Budi akan Kembali menjalankan tugas sebagai anggota Kepolisian di Polres Ketapang.

Ini merupakan kali kedua bagi personel Polres Ketapang tersebut bergabung dalam African Union-United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID) atau Operasi Gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)-Uni Afrika.

Sebelumnya dia pernah bertugas di kawasan Afrika sebagai Formed Police Unit (FPU) Indonesia dalam misi perdamaian dunia di bawah PBB atau United Nations (UN), pada 2014-2015.

Baca Juga :  Panglima TNI Mutasi Jabatan Perwira Tinggi, Ini Daftar Lengkapnya
Cerita Bripka Budi Arie Tjahyadi, Personel Polres Ketapang yang Jadi Pasukan Perdamaian PBB
Bripka Budi Arie Tjahyadi saat menjalankan tugas sebagai pasukan perdamaian PBB di Sudan (Dok. Pribadi)

“Ini adalah misi terakhir. FPU 12 UNAMID Indonesia terakhir yang berada di misi ini. The last peacekeepers standing in UNAMID. Tentu banyak kenangan yang telah kami lalui selama di tempat tugas,” ceritanya, belum lama ini.

Kenangan-kenangan selama bertugas tentu akan menjadi bagian penting dalam perjalanan hidupnya. Dia menyebut, masa-masa bertugas itu menjadi satu di antara guru dalam kehidupan.

“Banyak hal yang didapat. Selain teman, kita juga ikut merasakan bagaimana kehidupan masyarakat setempat selama konflik. Ini menjadi pelajaran berharga yang bisa diambil dan berharap konflik ini tidak pernah terjadi di Indonesia tercinta ini,” kata Budi.

Diakui Budi, kehidupan di tengah konflik tentu memberikan rasa was-was, terutama bagi warga sipil, khususnya perempuan dan anak-anak. Terlebih lagi di lokasi-lokasi pedalaman seperti di Golo, yang tidak memiliki jaringan telekomunikasi dan suara tembakan setiap hari akibat kontak senjata.

Baca Juga :  Kemiskinan Ekstrem, Stunting dan Inflasi Jadi Fokus RKPD Kota Pontianak 2025

“Namun perasaan itu seakan hilang ketika kita bisa berbagi rezeki bersama anak-anak di sana, bermain dan membaur bersama, sehingga kita dikenal dengan keramahan dan kebaikan dan mendapatkan gelar “Indonesia Tammam” (Indonesia baik luar biasa) dari masyarakat setempat,” kata dia.

Budi pun menceritakan bahwa sebelum pulang ke Tanah Air, dia bersama pasukannya sempat merasakan suasana mencekam di Super Camp El Fasher. Hal ini diakibatkan aksi penjarahan oleh masyarakat setempat dan apparat militer yang semakin brutal. Mereka, kata Budi, menggunakan senjata api ringan dan senjata mesin (berat) yang sewaktu-waktu bisa saja mengenai pasukan perdamaian.

Comment