KalbarOnline, Pontianak – Kendati dugaan pelanggaran Perda oleh “Cafe” Win One dianggap sudah cukup jelas. Bahkan sangat benderang, seterang siang–jika mau dilihat dari sisi kedekatan radius antara hiburan “ajeb-ajeb” itu dengan posisi Masjid As-Salam–namun tetap saja, belum ada tanda-tanda nyata dari Pemerintah Kota Pontianak untuk menyelesaikannya.
Dimana jarak antara keduanya–berdasarkan pengukuran secara manual dan melalui aplikasi google map–tak lebih hanya 160 meter, di Jalan Budi Karya, Komplek Villa Gama, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak.
Sebagai informasi, kasus ini mulai ter-blow up ke media setengah bulan yang lalu. Dalam perjalanannya, belum ada satupun etiket yang menjurus pada perbaikan dan penyelesaian masalah. Yang ada hanya saling pimpong antar OPD terkait dan nyaris “sembunyi dibalik meja” ketika hanya sekedar menjawab konfirmasi wartawan.
Sikap “cuek” pemerintah ini pun ditanggapi serius oleh Ketua Harian Pengurus Masjid As-Salam, Syarif Usman, yang mengaku sangat menyayangkan posisi jalan di tempat Pemkot Pontianak atas kasus ini.
“Sampai saat ini belum ada tanggapan atau tindakan dari pemerintah maupun aparat terkait,” ujarnya kepada tim liputan baru-baru ini.
Ia menjelaskan, bahwa pada tanggal 27 Mei 2022, pihaknya telah mengadakan pertemuan di Masjid As-Salam–yang kemudian disambung dengan pertemuan di Kantor Lurah Benua Melayu Darat pada tanggal 2 Juni 2022. Namun pertemuan terakhir diketahui berujung deadlock.
“Jadi kami melihat pemerintah tidak menanggapi suara-suara rakyat dalam hal ini umat Muslim, apakah wajar di sekitar masjid ada tempat-tempat maksiat, menurut kami tidak wajar. Itu akan merusak aqidah islamiyah umat Islam,” terangnya.
Apa lagi, di Masjid As-Salam, menurut cucu cicit Rasulullah SAW itu, tak hanya sekedar dijadikan tempat ibadah semata, namun juga ada anak-anak masyarakat sekitar yang belajar mengaji, sholat, fikih dan lain sebagainya (TPA) disana.
“Kami pengurus Masjid As-Salam menyayangkan sikap pemerintah yang tidak menanggapi apa yang telah kami sampaikan,” katanya miris.
“Insya Allah dalam waktu dekat, habaib, pemuka-pemuka agama, pemuka-pemuka masyarakat akan berkumpul di Masjid As-Salam untuk membicarakan hal-hal yang menjadi temuan media,” ujar Syarif Usman.
Dalam pertemuan nantinya, akan dilakukan secara terbuka, sehingga apabila dari pihak pemerintah ingin hadir dalam pertemuan tersebut, maka akan dipersilakan. Namun dengan catatan, pertemuan itu nantinya adalah pertemuan untuk mencari solusi positif dan kondusif, tidak lagi seolah hanya berputar-putar di pusaran air.
“Pertemuan ini akan dihadiri lebih banyak lagi masyarakat yang sayang akan keberadaan Masjid As-Salam. Kami persilakan semua pihak untuk hadir dan yang terpanggil untuk meluruskan apakah benar, apakah boleh, di sekitar masjid As-Salam ada tempat-tempat yang tidak sesuai seperti seharusnya. Untuk memberikan pendapat,” paparnya.
Syarif Usman juga mengaku, bahwa dalam beberapa hari ini, ia banyak sekali mendapat telepon dan informasi yang menyatakan bahwa pemerintah tidak sigap dan siap. Dimana seharusnya, Win One ditutup 7 hari, tapi dalam kurun waktu 5 hari sudah buka, dan pemerintah tidak melakukan tindakan apapun untuk itu.
“Mungkin kalau kita katakan, kami lebih dari pada kecewa. Wajar kalau banyak masyarakat yang menyayangkan, di sekitar masjid ada tempat yang tidak seharusnya ada,” tegasnya.
Senafas dengan itu, tokoh agama panutan lainnya, Syarif Machmud, turut menyayangkan atas lambannya respon dari pemerintah.
“Hingga kita sampai saat ini berkumpul di sini karena lambannya respon pemerintah,” beber pria yang akrab disapa Habib Machmud.
“Kita sebagai masyarakat dan pengurus masjid As-salam ini mengharapkan kejelian dari pada pemerintah, kebijaksanaan pemerintah, dalam memberikan izin suatu tempat yang mana tempat itu merusak atau memberikan manfaat,” jelas Habib Machmud.
Ia pun berpendapat, ketika suatu tempat itu berpotensi bisa merusak anak-anak generasi bangsa, disitulah pemerintah seharusnya hadir dengan kebijaksanaannya.
“Cepat dan tanggap dalam merespon hal ini,” sergahnya.
Sungguhpun demikian, Habib Machmud menyampaikan, pihaknya sejauh ini tetap masih menaruh kepercayaan besar kepada pemerintah untuk bisa mengatasi polemik ini.
“Kita khawatirkan ketika masyarakat itu sudah hilang kepercayaan, mengambil sikap sendiri. Itu yang kita khawatirkan,” camnya.
“Maka dari itu, pada Selasa, 14 Juni 2022, kita mengundang tokoh agama, tokoh masyarakat untuk meminta pendapat mereka, apakah layak, di sekitar rumah ibadah ada tempat maksiat. Ini yang kita inginkan pendapat dari pada tokoh-tokoh itu,” sambungnya menekankan.
“Sekali lagi, kita harapkan kebijaksanaan dan ketegasan pemerintah, sehingga di kemudian hari tidak timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Karena ketika masyarakat sudah tidak percaya dan tidak puas, kita khawatirkan terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan,” tegas Habib Machmud mengakhiri. (Tim)
Comment